SBY Bantah Bersandiwara

Sabtu, 04 Oktober 2014 – 06:21 WIB
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Foto: dok.JPNN

jpnn.com - JAKARTA - Gencarnya hujatan, cacian dan makian terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pasca sidang paripurna DPR terkait UU Pilkada, membuat yang bersangkutan kelimpungan.

Akibat "dihajar" di media sosial, SBY pun melakukan sejumlah upaya marathon untuk memulihkan citranya yang terpuruk saat itu.

BACA JUGA: Tahun Depan Bisa Melamar CPNS Lintas Instansi Sekaligus

Upayanya yang terkini adalah menerbitkan dua Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk membatalkan UU Pilkada yang baru saja disahkan.

Pembuatan draft Perppu itupun dikebut. Para menteri dan pejabat terkait pun terpaksa kerap begadang untuk menyelesaikan draft tersebut. Akhirnya, berkat kerja keras mereka, dua

BACA JUGA: Non PNS Bisa Jadi Dirjen dan Kepala LPNK

Perppu pun berhasil dirampungkan bahkan telah diteken SBY. Tidak sedikit publik yang lantas balik memuji SBY. Namun, masih banyak juga yang menganggap upaya SBY tersebut hanya sekedar sandiwara politik.

Menanggapi hal tersebut, Presiden RI keenam itupun kembali angkat bicara. Dia menegaskan bahwa segala hal yang dilakukannya beberapa hari terakhir, bukan sandiwara.

BACA JUGA: Jokowi Panggil 46 Calon Menteri

"Barangkali itu yang mereka lihat, jangan-jangan SBY ini merekayasa. Merekayasa bagaimana dan untuk apa? Politik yang saya jalankan selama 10 tahun memimpin negeri ini, politik yang terang, politik yang tidak ada agenda tersembunyi," paparnya dalam akun youtube pribadinya yang diunggah Kamis malam (2/10) lalu.

Dalam kesempatan tersebut, SBY menyatakan kekecewaannya terhadap publik yang menuding dirinya ikut bertanggung jawab dengan penetapan sistem pilkada tidak langsung tersebut. Dia menilai, tudingan-tudingan negatif tersebut salah sasaran.

Sebab, sejak awal, pihaknya dalam kapasitas sebagai Presiden maupun Ketua Umum Demokrat, menginginkan sistem pilkada langsung dengan sejumlah perbaikan besar yang mendasar.

"Tidak pernah, tapi seolah-olah kami yang menginginkan seperti itu (pilkada tak langsung). Kan salah alamat," ujarnya.

SBY juga beranggapan bahwa hujatan dan makian tersebut, sangat berlebihan. Sehingga, tidak hanya dirinya yang merasa kecewa luar biasa, keluarga dan teman-teman pun merasa sedih dengan cacian dan makian tersebut.

"Saya, bahkan istri, keluarga, teman-teman saya sedih waktu itu, karena hujatan atau cacian-cacian itu kasar sekali, melebihi tatakrama dan kepatutan dalam hubungan di antara sesama manusia. Begitu, luar biasa," kata SBY.

Meski begitu, SBY mengaku tetap berusaha memahami alasan di balik kemarahan publik terhadap dirinya. Dia menilai, kekecewaan tersebut bersumber pada besarnya harapan rakyat terhadap pihaknya.

Publik menganggap dalam kapasitasnya sebagai Presiden, dia seharusnya mampu mencegah pengesahan UU Pilkada tersebut.

"Barangkali rakyat berpikir presiden itu bisa berbuat apa saja, bisa mencegah apa yang tidak diinginkan meskipun itu wilayah DPR-RI, ataupun Demokrat bisa melakukan sesuatu untuk memastikan semuanya mengikuti opsi yang saya tawarkan itu, dan banyak hal," urainya.

Presiden 65 tahun itu meyakini, publik pasti mengetahui bahwa pihaknya tetap memperjuangkan opsi pilkada langsung dengan sejumlah perbaikan, hingga detik-detik terakhir sebelum pengesahan UU Pilkada. Karena itu, dia menekankan bukan hanya rakyat yang marah, pihaknya juga kecewa saat opsi tersebut kandas dalam sidang paripurna.

"Jadi, saya pikir OK saya mengerti mereka marah. Saya juga marah kok mengapa tidak diterima sama sekali opsi ini. Opsi yang baik kok menurut saya, pengalaman saya memimpin negeri ini selama 10 tahun tapi itu juga kandas," tutur SBY.

Sebelumnya, SBY memutuskan menerbitkan dua perppu. Perppu pertama, Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota. Perppu tersebut sekaligus mencabut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota yang mengatur pemilihan kepala daerah secara tidak langsung oleh DPRD.

Sebagai konsekuensi dari penetapan Perppu Pilkada secara langsung tersebut, maka untuk menghilangkan ketidakpastian hukum di masyarakat, SBY juga menerbitkan Perppu Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang isinya menghapus tugas dan wewenang DPRD untuk memilih Kepala Daerah.

"Kedua Perppu tersebut saya tandatangani sebagai bentuk nyata dari perjuangan saya bersama-sama dengan rakyat Indonesia untuk tetap mempertahankan pemilihan kepala daerah secara langsung," kata SBY. (Ken)

BACA ARTIKEL LAINNYA... KMP Ingin Sapu Bersih Kursi Ketua Komisi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler