JAKARTA - Di penghujung masa jabatannya, pemerintahan yang dipimpin Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) jor-joran menerbitkan surat utangBahkan tahun ini, targetnya mencapai Rp100 triliun.
“Inilah penyakit lama yang kambuh kembali, mewariskan beban yang tak kunjung usai bagi generasi selanjutnya
BACA JUGA: Indonesia Incar Investasi Bidang Elektronika
Bahkan anak-cucu kita pun akan menerima beban utang yang diwariskan oleh pemerintah ini,” ujar pengamat ekonomi dari Institut Pertanian Bogor, Iman Sugema kepada wartawan, Senin (9/3) di Jakarta.Pernyataan ini disampaikan Imam guna menanggapi penerbitan surat utang negara (SUN) di luar negeri dalam kurs dolar (global bond), pekan lalu yang nilainya mencapai USD3 miliar
BACA JUGA: Ekspor Bakal Turun Drastis
Total utang tahun ini, ditargetkan mencapai Rp 100 triliun.Iman kemudian mengungkap hasil studi lembaga penelitian yang dipimpinnya, International Center for Applied Finance and Economic (Intercafe), bahwa beban utang per kapita pada periode Desember 2008 saja, sudah mencapai Rp 11,8 juta
Data yang disampaikan Imam juga memperlihatkan bahwa beban pembayaran utang terus meningkat tajam sejak tahun 2005 yang sekitar Rp 101 triliun
BACA JUGA: Pemerintah Siap Ekspor Beras Premium
Tahun ini, diperkirakan sudah mendekati Rp 170 triliun, sehingga generasi sekarang dan masa datang, akan terbebani utang“Karena itu, prospek pertumbuhan terus menciut.”Sedang dampak lain dari menggunungnya utang adalah, kemampuan untuk membiayai program sosial menjadi relatif terbatasi“Akibat langsungnya jelas, kesejahteraan rakyat di masa yang akan datang menjadi kurang terjamin,” ujarnya.
Semua ini, menurut Iman, terjadi lantaran dua hal utamaPertama, pemerintah menerapkan pola pertumbuhan yang didorong oleh utang dan kedua, kebijakan yang anti-domestik
Komentar kritis juga disampaikan oleh Ketua Koalisi Anti Utang (KAU) Dani SetiawanDia mengatakan, penerbitan surat berharga negara (SBN) akan membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga 10 tahun mendatangSebab, setoran imbal hasil pada saat jatuh tempo biasanya ditutup dengan menerbitkan SBN lain atau utangluar negeri.
Sedangkan anggota Komisi XI DPR Dradjad H Wibowo menilai, mekanisme pembayaran utang yang demikian akan membentuk efek jangka panjang “Pada titik tertentu, pasar bisa saja tidak mau lagi membeli obligasi baruAkhirnya menyebabkan krisis keuangan,” kata dia.
Bahkan, pengamat Ichsanudin Noorsy sebelumnya menegaskan, penerbitan surat utang ini secara politik memenjarakan Indonesia agar tidak lepas dari asingApalagi, bunga yang ditawarkan sangat tinggi, yaitu di atas 10%Jauh di atas negara-negara lain
Namun sebelumnya, Presiden SBY saat memberikan sambutan pada peresmian beberapa proyek di Surakarta, akhir pekan lalu menegaskan bahwa dirinya mengaku bangga bila pembangunan gedung sekolah, kantor pemerintah, swasta, dan tempat sosial lainnya, pembiayaannya tak harus meminta-minta dan tidak ngutang ke luar negeri.
SBY bertekad, tahun ke tahun ke depan, seluruh komponen bangsa Indonesia terus meningkatkan pembangunan berdasar kemampuan sendiri”Kita bangga karena pembiayaan pembangunan nasional kita tidak lagi ngutang ke luar negeri, tetapi sudah mengandalkan penerimanaan dalam negeriIni harus terus dilanjutkan," ujar SBY sebagaimana dirilis situs kepresidenan(gus/fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bank Sumsel Gugat Depkumham
Redaktur : Tim Redaksi