Sebarkan Foto Berita Koran, Anggota DPRD Malah Dipolisikan

Sabtu, 27 Juli 2019 – 16:07 WIB
Peringatan: Waspada berita hoaks. ILUSTRASI. Foto: Pixabay.com

jpnn.com, PALU - Mantan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Maruarar Siahaan angkat suara menyikapi langkah Polda Sulawesi Tengah menetapkan anggota DPRD Sulteng Yahdi Basma tersangka kasus pencemaran nama baik Gubernur Sulteng Longki Djonggala.

Maruarar menyoroti pemahaman hak imunitas anggota dewan sebagaimana diatur dalam  Pasal 338 Undang-Undang Nomor 2/2018 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 17/2014 tentang MD3.

BACA JUGA: Maraknya Hoaks Bisa Ancam Reputasi Perusahaan Asuransi

Disebutkan, anggota DPRD tidak bisa dituntut karena pernyataan, pertanyaan dan/atau pendapat yang dikemukakannya baik secara lisan maupun tertulis di dalam rapat DPRD provinsi maupun di luar rapat DPRD provinsi yang berkaitan dengan fungsi serta wewenang dan tugas DPRD provinsi.

"Menurut hemat saya, kalau yang dilakukan adalah menyadur berita dari harian yang telah terbit kemudian dipertanyakan dengan forward ke WA (WhatssAp) group, maka perbuatan yang menjadi sumber yaitu harian atau koran yang memuatnya sebagai awal, harus dinyatakan dahulu dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum, bahwa berita tersebut adalah fitnah atau tidak benar," ujar Maruarar di Jakarta, Sabtu (27/7).

BACA JUGA: Dimohon Kesadaran 61 Anggota Dewan yang Belum Lapor ke KPK

BACA JUGA : Staf Ahli DPRD Ditemukan tak Bernyawa di Kamar Hotel

Maruarar menyebut, berita harian yang menjadi sumber informasi yang terbuka secara publik, harus mendapat penjelasan dan keputusan terlebih dahulu.

BACA JUGA: Mantan Anggota Dewan Itu Kini Jadi Penyiar Radio di Penjara, Hibur Sesama Napi

Apakah merupakan tindak pidana atau bukan. Baru kemudian sebagai derivasi jika berita diunggah melalui ITE, dapat dipermasalahkan.

Maruarar juga mengatakan, suatu informasi yang diforward dalam WA untuk mencari kebenaran yang mungkin dilakukan sebagai suatu cara, maka sebagai anggota DPRD adalah menjadi tugas, fungsi dan wewenangnya menggunakan saluran yang tersedia untuk memperoleh data atau informasi.

Hal itu dilakukan dalam rangka melaksanakan fungsi pengawasan yang dapat saja bermuara pada hak angket, interpelasi dan hak menyatakan pendapat terhadap kebijakan kepala daerah, yang di dasarkan kepada demokrasi dan memperjuangkan aspirasi rakyat yang diwakili demi kepentingan bangsa dan negara.

"Saya kira tindak pidana yang disangkakan dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE juga harus mengacu kepada tindak pidana pencemaran nama baik dan fitnah yang diatur dalam KUHP dengan segala unsur-unsurnya," ucap Maruarar.

BACA JUGA : KPK Wanti - wanti untuk Calon Anggota DPRD, Ingat Baik - Baik !

Jika perbuatan dugaan pencemaran nama baik mengacu pada KUHP, kata Maruarar, maka harus diingat saat menjalankan kewajiban, tugas dan fungsi DPRD dalam pengawasan memerlukan informasi dan data. Pasal 310 ayat (3) menyebut perbuatan demikian bukan merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika dilakukan demi kepentingan umum.

"Informasi yang di tranmisi dengan maksud untuk verifikasi yang dilakukan oleh seorang anggota DPRD masuk ranah kepentingan umum, dilihat dari tugas dan fungsi pengawasan anggota DPRD, dengan perbuatan yang dilakukan di dalam maupun di luar rapat DPRD," tuturnya.

Maruarar kemudian menyimpulkan, Pasal 27 UU ITE tidak dapat diterapkan terhadap transmisi yang dilakukan anggota DPRD. Karena masuk ruang lingkup kepentingan umum yang dipertahankan oleh anggota DPRD dalam tugas dan wewenangnya. Terlepas dari mekanisme dan prosedur tentang penyidikan dan pemeriksaan terhadap seorang anggota DPRD yang harus mengacu pada UU MD3 dan pertimbangan MK yang memuat semangat implementasi penyidikan anggota DPR/DPRD.

Tim advokasi PENA 98 Jeppri F Silalahi sebelumnya menyatakan, Yahdi telah ditetapkan sebagai tersangka pencemaran nama baik sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat 3 jo Pasal 45 ayat 3, UU Nomor 19/2016, tentang perubahan atas UU 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Yahdi ditetapkan sebagai tersangka tertanggal 25 Juli kemarin. Dia dilaporkan ke Polda Sulteng setelah meneruskan posting-an dari sebuah laman Facebook yang memuat foto berita koran berjudul 'Longky Biayai Aksi People Power di Sulteng'.

Dalam posting-annya, Yahdi menambahkan kalimat 'Haaa? Ada Kepala Daerah biayai People Power di Sulteng? JIKA BENAR, Miris, Muak!

Belakangan, berita itu dinyatakan palsu. Pimpinan surat kabar dimaksud menegaskan, pihaknya tidak pernah menayangkan berita dengan judul tersebut. Kemungkinan judul berita diedit, kemudian disebarkan di media sosial.(gir/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Wanti - wanti untuk Calon Anggota DPRD, Ingat Baik - Baik !


Redaktur & Reporter : Ken Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler