jpnn.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tercatat telah menangani total 739 kasus suap sejak 2004 hingga Mei 2021.
Kasus suap juga menjadi perkara tindak pidana korupsi terbanyak yang ditangani lembaga antirasuah itu.
BACA JUGA: Ferdinand Sentil Novel Baswedan yang Ungkap Skandal Lili Pintauli di KPK
"Kemudian, terbanyak kedua yakni pengadaan barang dan jasa sebanyak 236 perkara," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam kuliah umum di Kampus Universitas Jember (Unej), Jawa Timur, Jumat (22/10).
Kasus berikutnya ialah penyalahgunaan anggaran sebanyak 50 perkara, tindak pidana pencucian uang (TPPU) 38 perkara, pungutan 26 perkara, perizinan 23 perkara, dan 10 perkara merintangi proses KPK.
BACA JUGA: Lagi, Novel Baswedan Ungkap Skandal Lili Pintauli Siregar
Ghufron menjelaskan berdasarkan profesi, pelaku korupsi terbanyak berasal dari pihak swasta atau pelaku usaha, yakni 343 orang, sedangkan terbanyak kedua dari anggota DPR/DPRD 282 orang.
Mantan Dekan Fakultas Hukum Unej itu menyebut tindak pidana korupsi sudah menyebar hampir di seluruh kabupaten/kota di Indonesia. Hingga Juni 2021 tercatat sebanyak 155 kepala daerah yang terjerat kasus korupsi dengan rincian 22 gubernur dan 135 bupati/wali kota dan wakilnya.
BACA JUGA: Tes PCR Syarat Wajib Penerbangan, Mufti Anam Minta Pemerintah Beri Solusi Bijak
Kasus korupsi terjadi di 25 provinsi dari 34 provinsi di Indonesia, bahkan di Jawa Timur tercatat sebanyak 85 kasus tindak pidana korupsi yang ditangani KPK.
"Hampir tidak tersisa daerah yang bebas korupsi, hampir tidak ada parpol yang bebas korupsi, dan hampir terjadi di semua lini pelayanan publik," beber Ghufron.
Sementara itu, Ketua LP2M Unej Prof Yuli Witono yang hadir secara daring menanyakan apakah politik biaya tinggi memicu tindak pidana korupsi di Indonesia.
Menjawab pertanyaan itu, Ghufron membenarkan fakta bahwa politik biaya tinggi berkontribusi memunculkan tindak pidana korupsi. Sebab, kepala daerah yang terpilih berusaha mengembalikan modal saat mengikuti pemilihan kepala daerah.
"Laju penindakan korupsi tidak akan mampu membendung percepatan tumbuhnya korupsi jika orientasi hanya untuk mengejar jabatan, mengembalikan modal, dan menambah kekayaan pribadi," ujar Nurul Ghufron. (antara/jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam