JAKARTA -- Sebelum PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) diambil alih pemerintah pada 2013 mendatang, maka perusahaan tersebut harus diauditPasalnya, dicurigai ada manipulasi data, terkait pengakuan manajemen Inalum yang mengaku dalam 25 tahun terakhir mengaku selalu rugi
BACA JUGA: Disepakati UU Migas Direvisi
Demikian mengemuka dalam diskusi bertema "30 Tahun Inalum, Adakah Hasilnya untuk Rakyat?" di gedung DPR, Senayan, Kamis (17/6)
BACA JUGA: Porsi DAU Kabupaten/Kota 90 Persen
Seluruh pembicara sepakat bahwa PT Inalum harus diambil alih oleh pemerintah paska habisnya kontrak pada 2013.Dalam paparannya, Martin Hutabarat mengemukakan kecurigaannya terhadap pengakuan Inalum yang mengaku selalu rugi dan hanya untung dua tahun terakhir saja
BACA JUGA: Menkeu: Usulan Dana Aspirasi Tak Akan Ditindaklanjuti
Dia yakin, anak perusahaan Nippon Asahan Alumunium (NAA) yang menyuplai bahan baku ke Australia dan menjual alumunium ke Jepang, meraih keuntungan yang besar"Makanya perlu diauditKita yang ada di DPR akan mendesak pemerintah untuk mengaudit sebelum kita ambil alih," ujar Martin.Dia katakan, selama ini belum ada manfaat yang dirasakan rakyat Sumut terhadap keberadaan InalumPadahal, logikanya, perusahaan itu meraup untung besarDia yakin, jika dikelola sendiri oleh bangsa ini, maka manfaatnya akan dirasakan betul oleh rakyatDari hitung-hitungan kasar, dari PLTA Sigura-gura saja yang berkapasitas 600 MW, bila itu dijual ke PLN dengan harga Rp1000 per KWH, maka akan didapatkan angka 6000x24x365xRp6000 (tarif TDL) = Rp3,153 triliun.
Dengan beban faktor 0,8 persen, hasilnya Rp2,522 triliunJika biaya pemeliharaan mencapai 3 persen, maka pendapatan bersih Rp2,447 triliun per tahun"Jadi selama 25 tahun terjadi penipuan, tak ada gunanya Inalum bagi bangsa iniSudah saatnya kita kelola sendiri," cetusnya(sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Belanja APBN 1011 Fokuskan Kenaikan Gaji PNS
Redaktur : Tim Redaksi