jpnn.com - JAKARTA - Pidato politik Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri pada Kongres IV partainya di Bali beberapa waktu lalu kembali mendapatkan apresiasi. Pengamat politik Fisip Universitas Airlangga (Unair) Haryadi menilai pidato tersebut memiliki konteks realitas yang faktual.
"Secara umum pidato politik Megawati memuat bingkai keindonesiaan," ujar Haryadi. Menurut Haryadi, semangat pidato Megawati adalah mendukung pemerintahan Jokowi. Menurutnya, kritik tajam terhadap kinerja kekuasaan dan realitas politik sekarang adalah bentuk kepedulian Megawati.
BACA JUGA: Istilah Petugas Partai Diributin, Ini Komentar Tjahjo
"Inilah yang sering tak dimengerti oleh para pengritiknya. Lebih kerap Megawati dikritik melulu dengan memenggal teks pidatonya," cetus Haryadi. Menurut dia, ketika Megawati mengucapkan ada simbiosis antara kekuatan antipartai dengan modal asing.
Selain itu, lanjut Haryadi, ketika Megawati meminta agar Presiden harus ingat janji-janjinya kepada rakyat dan taat konstitusi, maka semua berdasar konteks realitas faktual dan normatifnya. "Jadi, alih-alih pidato Megawati dianggap penuh prasangka, tapi justru para pengritik (Megawati) yang berprasangka dan memang sudah antipati berlebih terhadap Megawati," tegas Haryadi.
BACA JUGA: "Kayaknya Artijo Alkostar Gak Baca Apa-apa, Cuma Asal Tanda Tangan"
Untuk sebagian, kata Haryadi, sikap antipati terhadap Megawati itu karena iri melihat kenyataan Megawati sukses memimpin partai politik besar dan mampu memelihara konsolidasi partainya. (mas/jpnn)
BACA JUGA: Dipimpin Brigjen, Polisi Parlemen Perlu Seribuan Personel
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sempat Menyindir Haji Lulung? Ahok Pede Unas Tak Terganggu Mati Listrik
Redaktur : Tim Redaksi