jpnn.com - JOGJA – Rencananya, Jenazah KGPAA Paku Alam IX Ambarkusumo akan dimakamkan di Kulonprogo, tepatnya di pemakaman Astana Girigondo.
Astana Girigondo terletak di Dusun Girigondo, Desa Kaligintung, Kecamatan Temon, Kulonprogo. Di atas puncaknya merupakan kompleks pemakaman Paku Alam V, Paku Alam VI, VII dan Paku Alam VIII.
BACA JUGA: Paku Alam IX Dimakamkan di Sebelah Mendiang Istri
Makam Girigondo dulu bernama Gunung Keling. Menurut sejarah, sebelum tahun 1990 diminta Kanjeng Gusti Kaping V (Paku Alam V) untuk dijadikan makam. Pertama dijadikan makam, masih berbentuk pegunungan dengan kemiringan yang cukup terjal.
Orang pertama yang mererima dawuh (perintah) yakni Distrik Wonodirjo, yang makamnya berada di sisi timur Bangsal Umum.
BACA JUGA: Djaduk Ferianto tentang Sosok KGPAA Paku Alam IX
"Yang dimakamkan di Makam Girigondo terakhir yakni Paku Alam VIII, tahun 1998, undak-undakan jalan menuju ke makam ini, baru dibangun sekitar tahun 1930," ujar Juru Kunci Makam Girigondo, Drs H Mas Wedana Wasiluddin, 64.
Sang Juru Kunci menambahkan, awalnya kompleks pemakaman Girigondo hanya berupa tanah miring, ketika ada yang mau naik keatas, maka cukup dibuat jalan tanah menuju ke kompleks makam. Hingga akhirnya dilakukan penyempurnaan sampai seperti saat ini.
BACA JUGA: Jokowi Diminta Segera Bentuk Badan Pangan Nasional
"Karena kemiringannya yang cukup tajam, saat ini juga sudah dibuat semacam tanggul atau talud untuk penahan erosi dan sekitar tahun 1990 mulai masuk listrik," imbuhnya.
Pada kurun waktu 1960-1990 orang yang berziarah ke kompleks makam Girgondo sangat banyak, sehari jumlahnya mencapai ribuan orang. Namun seiring perkembangan jaman, Makam Girigondo sebagai tempat wisata religi harus bersaing dengan tempat wisata lainnya di wilayah Kulonprogo, salah satunya Pantai Glagah Indah.
"Wisata religius kemudian kalah dengan wisata pantai dan wisata hiburan. Yang rajin datang ke sini, selain kerabat Pakualaman juga para pejabat di DIJ usai dilantik, biasanya mereka akan berkunjung ziarah ke makam Girigondo," terang Mas Wedana Wasiluddin yang sudah diminta menjadi juru kunci sejak tahun 1982 atau juru kunci generasi ke empat Makam Girigondo.
Makam Girigondo luasnya mencapai 10 hektare, tempatnya tenang dan nyaman. Tata cara yang lazim dilakukan para kerabat Pakualaman saat datang berizarah ke makam Girigondo biasanya diawali dengan mampir ke Masjid Pakualaman terlebih dahulu, di situ mereka akan berwudu dan salat jika sudah masuk saat salat, sebelum dilanjutkan ke atas (makam).
Wasiluddin mengisahkan, Masjid Pakualaman yang berada di dekat areal parkir atau pintu gerbang pertama jalan berundak menuju kompleks Makam Girigondo, awalnya adalah rumah untuk istirahat sebelum naik ke atas.
"Kalau dulu kan para kerabat datang ke sini naik kereta, karena jauh. Sehingga sebelum naik, transit atau istirahat dahulu di sini, sekitar tahun 1920-an oleh kerabat Pakualaman, kemudian karena dulu di sini belum ada masjid, maka dibanunlah masjid ini," katanya.
Serambi masjid masih asli yang dulu berasal dari daerah Gentan sisi selatan Desa Bendungan, Temon. Sudah beberapa kali melalami renovasi, hingga kemudian jadi seperti yang ada saat ini. Dan hingga saat ini, Masjid Pakualaman sudah menjadi satu kesatuan dengan kompleks makam Girigondo.
Usai bersuci dan beribadah di masjid, peziarah baru ke atas, dan sebelum masuk ke Makam Utama biasanya sejenak akan rehat beberapa waktu di bangsal khusus sambil melakukan persiapan. Bunga-bunga harum disiapkan, ditata sedemikian rupa, baru naik dan masuk ke makam utama.
Di hadapan puasara para leluhur, peziarah biasanya akan dibimbing juru kunci untuk membaca kalimat toyibah, tahlil, dzikir kemudian berdoa sebelum nyekar (tabur bunga). Setelah prosesi itu selesai, jika masih memiliki waktu luang, biasanya akan kembali ke bangsal sekadar duduk-duduk.
"Momen itulah yang disebut mirunggan, setelah tenang baru kemudian turun dan pulang," bebernya. (tom/jko)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pengin Tahu Data Calon Menantu? Datang Saja ke Disdukcapil
Redaktur : Tim Redaksi