Sejarah Garam dalam Legenda Aji Saka

Sabtu, 05 Agustus 2017 – 17:04 WIB
Tambak garam di Jawa zaman Hindia Belanda. Foto: Dok. Tropenmuseum.

jpnn.com - BEKAL pengetahuan untuk para agen garam, pemerintah Hindia Belanda memakai legenda Aji Saka. Bagaimana kisahnya?  

Wenri Wanhar & Yudi Anugrah N

BACA JUGA: Petani Garam Meradang, Gemerincing Ringgit Lebih Menggiurkan

Sesosok lelaki bertubuh ular ke istana Medangkamulan. Prabu Aji Saka terperanjat. Baruklinting—begitu dia punya nama--mengaku sebagai putra Sang Prabu.

Melihat Baruklinting, ingatan Aji Saka melambung pada peristiwa sekian tahun sebelumnya. Ketika dirinya singgah di sebuah gubuk, di tengah hutan.

BACA JUGA: Duh, Harga Garam Bata Sudah Rp 12 Ribu per Bungkus

Waktu itu, Aji Saka menitipkan sebilah pisau kepada seorang gadis anak seorang petani seraya berpesan, jangan sesekli memangku pisau itu.

Rupanya, tanpa disengaja, si gadis melanggar larangan. Tangkai pisau mendadak sirna. Gadis itu pun hamil, kemudian melahirkan Baruklinting.

BACA JUGA: Menteri Susi: Dengan Pengaturan ini, Mereka Tidak Suka

Lantaran enggan mengakui Baruklinting sebagai sang anak, Aji Saka mencari akal.

Dia menitah syarat. Jika mau diaku anak, Baruklinting harus membawakan kepala buaya putih, musuh bebuyutan Aji Saka, beserta air laut.

Sebetulnya, syarat ini sulit dikabulkan. Pun demikian, Baruklinting menerima.

Laut Selatan bergolak. Buaya putih muncul. Berhadap-hadapan dengan Baruklinting. Pertarungan sengit. Dengan satu siasat, buaya putih terjerat. 

Menjinjing kepala buaya putih, Baruklinting masuk tanah. Pulang ke Medangkamulan, istana Aji Saka.

Di tengah jalan, dia merasa lelah dan ingin istirahat.

Baruklinting muncul dari tanah. Dan seketika “tempat itu menjadi sumber penggaram berupa belik atau sendang,” nukil Asal Mula Sumber Garam Kuwu: Cerita Rakyat dari Daerah Purwodadi, Grobogan, Jawa Tengah.

Letak sumber garam tersebut kini berada di desa Yono, kecamatan Tawangharjo.

Setelah jeda, Baruklinting melanjutkan perjalanan. Kembali masuk dalam tanah.

Merasa telah berada di bawah Medangkamulan, Baruklinting pun muncul tetapi tak menemui sekeping pun bangunan istana.

Ia keluar masuk tanah. Linglung mencari istana. Lubang-lubang tersebut lagi-lagi menjelma menjadi sumber garam.

Merujuk nukilan di atas, lubang-lubang itu berada di desa Crewek, Banjur, dan Kuwu di wilayah Gobrogan, Jawa Tengah.

Baruklinting pun mendapat jejuluk; Jaka Linglung.

Pembaca sekalian...

Legenda Aji Saka dan Baruklinting atau Jaka Linglung serta asal mula sumber garam di Grobogan tersua dalam De Zoutregie in Nederlandsch-Indie:Handboek tot de kennis van`s Lands Zoutmiddel in Nederlansch-Indie, eene Economisch-Historische Studie, door P.H. van der Kemp 1894.

Kisah itu termaktub dalam bagian pembuka buku pedoman pengetahun bagi agen garam seantero Hindia Belanda itu.

Lubang sumber garam, lanjut De Zoutregie in Nederlandsch-Indie, merupakan lubang tanah liat berisi lumpur berkadar garam.

Para petani garam, “datang dari tempat jauh untuk mengorbankan bayang-bayang Aji Saka, ayah Jaka Linglung.”

Para petani berjongkok di depan lubang memberi sesajian. Lalu menggali lubang sedalam sekitar dua belas kaki dan membuat dinding berkayu agar tanah tidak longsor.

Garam di Grobogan serupa dengan garam di sepanjang pantai selatan; halus, tapi tidak berwarna indah, berbeda dengan garam asal Madura.

Meski bukan pengelolaan garam legal, Pemerintah Hindia Belanda tetap mengizinkan para petani garam Grobogan menambak lubang sumber garam tersebut.

Pemuatan legenda Aji Saka-Jaka Linglung dalam sejarah garam di Jawa, memperlihatkan betapa lihainya pemerintah Hindia Belanda memanfaatkan pola kepercayaan dan budaya rakyat ketika memonopoli garam di negeri ini. (wow/jpnn)

Baca juga:

Krisis Garam Karena Ulah Kompeni

Dulu, Gurunya Bung Karno juga Menyoal Harga Garam

BACA ARTIKEL LAINNYA... Dulu, Gurunya Bung Karno Juga Menyoal Harga Garam


Redaktur & Reporter : Wenri

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler