Indradewi Tirtahimawan, warga Sydney berusia 72 tahun asal Indonesia, merasa hidupnya berubah setelah ia kembali belajar bahasa Inggris setiap pekannya.
"Dulu ketika baru datang [di Australia], saya agak takut keluar rumah," ujarnya yang juga akrab dipanggil Siu Tin.
BACA JUGA: Makin Banyak Warga Australia Berpikir Ulang untuk Pergi ke Dokter
"Sekarang sudah ikut pelajaran bahasa Inggris, jauh lebih berani. Ke dokter sendiri, kalau pas anak saya tidak bisa mengantar."
Siu Tin pindah ke Australia untuk menghabiskan masa pensiun dan tinggal bersama dengan anak, menantu dan dua orang cucunya.
BACA JUGA: Polisi Menegahi Bentrokan Saat Pemakaman Kardinal George Pell di Sydney
"Dulu di Indonesia saya tidak bekerja, dan dapat pelajaran bahasa Inggris di SMA saja, dan karena tidak pernah dipakai, ya sangat terbataslah kemampuannya," katanya.
Bersama dengan warga lanjut usia asal Indonesia lainnya, Siu Tin rutin mengikuti kegiatan yang dilakukan oleh kelompok sosial bernama Indocare di Sydney.
BACA JUGA: Cara Unik Kanada Hentikan Krisis Overdosis dengan Dekriminalisasi Narkoba
Kelompok ini dibentuk untuk mewadahi kegiatan warga senior asal Indonesia lainnya.
Mereka yang berusia di atas 65 tahun di Australia disebut sebagai warga senior.
"Salah satu kegiatannya adalah pelajaran bahasa Inggris setiap minggu selama 90 menit, kadang dua kali seminggu, saya rajin datang," ujarnya.
Siu Tin merasakan manfaat besar atas pelajaran bahasa Inggris yang sudah diikutinya selama hampir 4 tahun terakhir.
"Saya tidak takut lagi kalau ke dokter dan bisa berkomunikasi dengan resepsionis," ujarnya.
"Dokter yang saya datangi berasal dari Malaysia, jadi kadang bisa campur antara [bahasa] Inggris dan bahasa Melayu karena dia mengerti kalau saya kadang menjelaskan dalam bahasa Indonesia."
Siu Tin mendorong agar warga Indonesia yang ingin menghabiskan masa pensiun di Australia untuk mau belajar hal-hal baru, sekaligus untuk mengurangi rasa kesepian.
"Jangan takut, jangan malu, saya juga sering mengajak yang lain. Di sini juga kadang ada seminar dan kegiatan lain," ujarnya yang aktif terlibat di kegiatan Indocare.Mengajari anak-anak soal pembuatan robot
Purnomo Nurhalim, warga Melbourne usia 71 tahun kelahiran Rembang, Jawa Tengah, pensiun di tahun 2014 kemudian memutuskan tinggal permanen di Australia.
"Dulu saya pernah kerja di perusahaan komputer IBM dan juga di sebuah bank," katanya kepada Sastra Wijaya dari ABC Indonesia.
Di masa pensiunnya, ia membagikan ilmunya, termasuk membantu cucunya dan teman-temannya, serta kepada orang lain secara cuma-cuma.
Dengan latar belakang di bidang sains, Purnomo sudah melakukan berbagai kegiatan dalam beberapa tahun terakhir.
Mulai menjadi tutor pelajaran matematika, mengajari anak-anak soal pembuatan robot, sampai berbagi ilmu soal kecerdasan buatan bagi perusahaan di Jakarta yang ingin menerapkannya.
"Saya juga suka hal berkenaan dengan pertukangan, jadi dari memperbaiki rumah sendiri, juga membantu teman-teman dari Indonesia yang rumahnya mengalami masalah," kata Purnomo.
"Jadi membantu saja, bukan dapat bayaran," katanya.
Purnomo tinggal di Point Cook, sebelah barat kota Melbourne Barat, salah satu kawasan yang juga banyak ditempati warga diaspora Indonesia.
Di kawasan inilah ia membentuk perkumpulan bernama 'The Golden Age' dengan warga senior asal Indonesia lainnya.
"Kita punya kegiatan rutin setiap minggu jalan, bahkan ada yang tiap hari bertemu untuk jalan bersama," katanya.
"Jadi tidak kesepianlah. Setiap minggu saya sudah punya kegiatan. Yang penting itu tidak menganggur. kalau nganggur itu membuat frustrasi," katanya.Menghabiskan waktu untuk kerja sosial
Theodorus Hartono, warga berusia 72 tahun asal Indonesia lainnya, sudah tinggal sebagai pensiunan di Melbourne sejak tahun 2013.
"Setelah pensiun, saya memang sudah menetapkan tujuan hidup saya setelah tidak bekerja lagi untuk bekerja di bidang sosial," ujarnya, yang pernah jadi pengusaha distribusi bahan kimia di Jakarta.
Saat di Indonesia, ia aktif terlibat dengan kegiatan sosial di gereja, dan inilah yang menjadi bekalnya saat tinggal di Australia.
Hartono mengaku awalnya sulit untuk menemukan kegiatan sosial yang ingin dilakukannya di Australia.
"Bingung awalnya mau kerja apa, karena semua orang di sini sudah diurusi oleh negara," katanya.
Tapi sekarang, ia mengambil roti setiap minggu dari sebuah toko jaringan toko roti untuk diberikan kepada warga tunawisma atau warga berpenghasilan rendah.
Hartono mengaku tidak sulit untuk menghabiskan masa pensiun di Australia, asalkan mau bersosialisasi dan melakukan kegiatan sosial.
"Hidup ini kalau tidak punya teman susah juga. Kalau tidak punya kegiatan sosial susah juga. Tujuan hidup saya setelah pensiun adalah melakukan kerja sosial dan di sini ternyata bisa juga dilakukan."
"Ketika masih bekerja di Indonesia saya sudah juga jalan-jalan ke berbagai negara, dan saya melihat Australia sebagai tempat terbaik, dibandingkan dengan Amerika atau Eropa," kata pria kelahiran Semarang tersebut.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dunia Hari Ini: Kapsul Radioaktif Berbahaya Akhirnya Ditemukan di Australia Barat