jpnn.com - JAKARTA - Seiring dengan semakin banyaknya orang tua sejahtera dan kian bertambah sibuknya ibu-anak, bisnis pendidikan prasekolah kini semakin marak. Biayanya pun tidak murah. Para orang tua itu harus merogoh kocek puluhan juta rupiah. Namun, ternyata lebih banyak yang menjadi tempat penitipan anak saja.
Tari Sandjojo mengutip biaya tidak murah untuk preschool yang didirikan. Bernama Rumah Main Cikal, lembaga pendidikan prasekolah itu bertempat di sebuah mal di kawasan Sudirman.
BACA JUGA: Guru Berstatus Sarjana di Kalteng Hanya 29 Ribu
Dalam setahun, biaya untuk ''kelas kakak-kakak'', salah satu kategori di lembaganya, mencapai Rp 30 juta. Dengan biaya setara masuk SD mewah tersebut, Tari menjanjikan fasilitas dan kualitas pendidik yang sangat memadai. ''Kami kan juga berlokasi di mal. Jadi, beda dong dengan di kawasan lain,'' ucapnya.
''Misal ada orang tua yang nanya, kok sekolah mahal sih? Saya balik nanya, mau sekolah yang bagus gak? Guru itu sekarang mahal sekali loh,'' ujar Tari. Menurut dia, mencari pendidik yang berkualitas sangat susah. ''Kalau sekadar bisa mengajar banyak. Tapi, yang mampu menjadi fasilitator sulit,'' tegasnya.
BACA JUGA: Cegah Konten Negatif, Tata Kelola Buku Segera Dibenahi
Untuk itu, dia menyatakan sangat lama merekrut pendidik. Tahapan seleksi calon guru Cikal dimulai dengan wawancara awal, psikotes, tes studi kasus anak, demo teaching untuk melihat kemampuan calon guru dalam mencari solusi, kemudian final interviu bersama kedua pendiri Cikal, yakni Najeela Shihab dan Tari.
Terakhir, training selama tiga minggu serta orientasi selama 90 hari. ''Kalau nanya ke komunitas guru, sekolah mana sih yang seleksi gurunya paling susah? Pasti Cikal salah satunya. Saya selalu mewawancarai langsung calon guru kami,'' ujarnya.
BACA JUGA: Pencairan Tunjangan Profesi Guru Jangan Lewat 16 April
''Kami pilih Sudirman karena kami pelan-pelan merencanakan ada daycare juga. Ini dekat perkantoran. Jadi, banyak orang tua yang antar pagi-pagi anaknya sekolah, terus ibunya ngantor,'' ujar Tari.
Mal di pusat kota dinilai mampu mendekatkan anak-anak, meski orang tuanya bekerja. Terkait dengan budaya konsumtif yang akan timbul dengan keberadaan sekolah di mal, Tari menyatakan bahwa hal itu belum bisa menjadi patokan. Sebab, banyak orang tua yang ikut pada pembelajaran anak. ''Gak semua ya. Ada anak yang ditinggal ibunya ngantor, ada juga ibunya yang nungguin,'' sanggahnya.
Ada pengecualian. Peserta didik yang berusia tiga tahun tidak boleh lagi ditemani di dalam kelas. Jadi, menunggunya sambil ngemal. ''Terkadang ibunya harus ninggalin juga. Tapi ya, namanya di mal, mau gak mau orang tua nungguin sambil ke mal,'' ujarnya.
Justru, itulah yang kemudian menjadi ironi. Banyak orang tua yang terlalu sibuk bekerja. Ketimbang si anak ditinggal dengan pembantu, lebih baik dititipkan ke preschool. Alasannya, anak bisa mendapat tambahan pendidikan. Setidaknya, orang tua meninggalkan si anak dengan lega. Sebab, selain mereka tetap bisa bekerja, si anak berada di tangan pihak yang aman dan mencerdaskan. Hanya, lembaga preschool pelan-pelan menjadi tempat penitipan anak.
Apalagi, meski biayanya sangat tinggi, sekolah Cikal sangat laris karena berada di kawasan strategis. Lokasinya tidak jauh dengan tempat bekerja atau orang tua bisa ngemal. Sebab, siapa pun tahu pendidikan terbaik untuk si anak berada di tangan orang tuanya. Mungkin secara akademi bukan yang terbaik. Tetapi, cinta dan kehangatan sangat dibutuhkan untuk mengisi mental si anak.
Tari menampik hal tersebut. ''Kami sadar mengenai hal itu. Makanya, kami mendesain pendidikan yang baik. Misalnya, kami juga menggelar workshop parenting,'' terangnya. Yang jelas, kata Tari, Cikal selalu mengajak keterlibatan semua pihak di sekeliling anak. Mulai orang tua hingga babysitter. (del/c19/ano)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tetua Adat Suku Rimba Minta Guru, Menteri Anies Baswedan Janjikan Ini
Redaktur : Tim Redaksi