Sekjen Fornas: Ancaman People Power sama dengan Upaya Antidemokrasi

Selasa, 07 Mei 2019 – 20:36 WIB
Taufan Hunneman. Foto: Istimewa

jpnn.com, JAKARTA - Sekretaris Jenderal Forum Nasional (Fornas) Bhinneka Tunggal Ika Taufan Hunneman mengatakan, ancaman people power untuk merespons tuduhan atas kecurangan pemilu yang dilontarkan para elite politik merupakan satu tindakan antidemokrasi.

Taufan menilai upaya tersebut merupakan bentuk antikedaulatan rakyat. "People power hanya bisa diimplementasikan saat sistem politik masih sentralistik. Dengan kata lain kekuasaan berpusat pada satu orang atau satu kelompok," kata Taufan di Jakarta, Selasa (7/5).

BACA JUGA: TKN Lontarkan People Fight Demi Redam Wacana People Power

Taufan memberi contoh di Filipina tahun 1986, berakhirnya kekuasaan Marcos selama kurang lebih 20 tahun. "Sama yang terjadi di Indonesia tahun 1998, akhir kekuasaan Soeharto selama 32 tahun," ujarnya.

Dia menegaskan, people power sebagai respons atas pemerintahan kediktatoran merupakan jalan alternatif untuk menghadirkan ruang politik yang menganut sistem demokrasi. "Setelah 1998, penataan kelembagaan dan distribusi kekuasaan sudah terbagi dan semua independen, baik di eksekutif, legislatif maupun yudikatif. Termasuk kelembagaan lain seperti KPK dan KPU sebagai lembaga penyelenggara pemilu," ungkap Taufan.

BACA JUGA: Azrul Tanjung: Bagi Kami, People Power Sudah Berakhir

"Mekanisme sengketa hasil pemilu pun sudah diatur oleh undang–undang melalui Mahkamah Konstitusi," lanjut dia.

(Baca Juga: KPU: Rekapitulasi Surat Suara Pemilu 2019 sudah Masuk Tahap Provinsi)

BACA JUGA: Para Gus dan Lora Jatim Tolak People Power Amien Rais

Taufan memaparkan bahwa isu kecurangan pemilu harus mampu dibuktikan dan diuji apakah kecurangan itu terjadi secara masif, terstruktur dan signifikan atas bukti dan perolehan suara.

"Mahkamah Konstitusi yang tepat untuk menguji semua itu. Namun jika mekanisme itu tidak digunakan, malah memilih mekanisme lain di luar hukum maka jelas sekali ada motif lain yang terselubung," ucap pria aktivis 1998 itu.

Taufan menambahkan, tantangan pascapemilu saat ini ialah kemampuan dan kerelaan hati bersama untuk membangun rekonsiliasi. "Seharusnya para tokoh masyarakat, termasuk tokoh partai politik bisa membangun jembatan perbedaan itu menuju rekonsiliasi," pungkasnya. (*/adk/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Eggi Sudjana Ladeni Panggilan Polisi Hari Ini


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler