Sekjen PDIP Sebut Tragedi Kudatuli Mengingatkan Pemimpin yang Tangannya Berlumuran Darah

Kamis, 27 Juli 2023 – 15:38 WIB
PDIP menggelar diskusi bertajuk Refleksi Peristiwa 27 Juli 1996 Gerbang Demokratisasi Indonesia di Kantor DPP PDIP, Jalan Diponegoro Nomor 58, Jakarta Pusat, Kamis (27/7). Foto: DPP PDIP

jpnn.com, JAKARTA - DPP PDI Perjuangan memperingati peristiwa 27 Juli 1996 atau yang dikenal dengan Tragedi Kudatuli.

PDIP menggelar diskusi bertajuk Refleksi Peristiwa 27 Juli 1996 Gerbang Demokratisasi Indonesia di Kantor DPP partai, Jalan Diponegoro Nomor 58, Jakarta Pusat, Kamis (27/7).

BACA JUGA: Ungkap Kedekatan PDIP dan PPP, Ganjar Bicara Soal Peristiwa Kudatuli

Membuka diskusi, Hasto menyampaikan bahwa Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri selalu mengingatkan bahwa peristiwa 27 Juli 1996 bukan peristiwa pelanggaran HAM biasa.

“Beliau (Megawati) selalu mengingatkan 21 Juli 1996 bukanlah peristiwa biasa. Ini adalah spirit gerakan arus bawah berhadapan dengan rezim yang sangat, sangat, sangat otoriter dan menggunakan berbagai cara demi kekuasaan itu,” kata Hasto.

BACA JUGA: 26 Tahun Berlalu, Perkara Kudatuli Bolak-Balik Polisi dan Kejaksaan

Hasto juga melaporkan kepada Megawati bahwa hari ini mengadakan peringatan 27 Juli 1996, sebagaimana terus tiap tahun dilakukan.

Menurut Hasto, Megawati mengingatkan kepada dirinya bahwa apa pun sumber inspirasi perjuangan partai adalah rakyat.

BACA JUGA: Kudatuli, Rumah Puan Maharani Penuh Pengungsi, Keluar saja Susah

“Termasuk saat itu ketika suara-suara rakyat tidak bisa disampaikan tidak bisa didengarkan mulai tahun 1986, Ibu Mega bergerak memenuhi panggilannya sebagai kader bangsa sekaligus sebagai sosok yang telah digembleng oleh Bung Karno untuk turun ke bawah karena sejatinya kekuatan kita adalah arus bawah itu. Yang saat itu memberikan topangan yang kuat ketika pada setiap gerakan politiknya, Megawati selalu dihadapkan oleh benteng-benteng kekuasaan yang menindas,” kata Hasto.

Menurut Hasto, benteng-benteng kekuasaan saat itu menghentakkan Megawati, sehingga di kantor Partai ini menjadi saksi pada 27 Juli 1996 terjadi serangan brutal dengan menggunakan berbagai elemen kekuasaan negara.

“Dan kantor partai ini berhasil diluluhlantakkan tetapi yang namanya semangat perjuangan itu tidak pernah bisa dihancurkan,” kata Hasto.

Oleh karena itu, lanjut Hasto, Kudatuli bukan hanya tonggak sejarah yang sangat penting bagi PDIP, tetapi juga membangunkan suatu harapan dan mengingatkan bahwa kekuasaan tidak bisa dibangun dengan cara-cara otoriter.

“Yang namanya pemimpin itu tidak bisa hadir tanpa langkah yang membangun peradaban, pemimpin tidak bisa hadir ketika tangannya berlumuran darah, pemimpin tidak bisa hadir ketika memiliki rekam jejak yang digelapkan oleh nilai-nilai kemanusiaan yang membutakan hati nuraninya itu. Karena itula pada hari ini kita angkat kembali,” tegas Hasto.

Hadir sebagai pembicara Aktivis HAM/Direktur Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid dan sejarawan Bonnie Triyana.

Dalam diskusi ini terdapat pihak penanggap yaitu saksi peristiwa 27 Juli 1996 sekaligus politikus PDI Perjuangan Ribka Tjiptaning. Diskusi ini dimoderatori oleh Sekretaris Jenderal DPP PDIP Hasto Kristiyanto.

Hadir dalam acara itu sejumlah Ketua DPP PDIP, antara lain Rokhmin Dahuri, Ahmad Basarah, dan Wiryanti Sukamdani. Hadir juga keluarga korban 27 Juli 1996 yang tergabung dalam Forum Komunikasi Kerukunan (FKK) 124.

Patut diketahui, Kudatuli merupakan peristiwa penyerangan dan pengambilan paksa kantor DPP Partai Demokrasi Indonesia (PDI) di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, pada 27 Juli 1996.

Penyerbuan dilakukan oleh massa pendukung Soerjadi serta dibantu oleh aparat. (Tan/jpnn)

Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:

BACA ARTIKEL LAINNYA... Mengenang Tragedi Kudatuli, Puan Mendapat Tugas Khusus Selama Masa Genting


Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler