Sekjen PDIP Sentil SBY yang Mempertanyakan Urgensi Penggantian Sistem Pemilu

Senin, 20 Februari 2023 – 07:59 WIB
Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto. Foto: dokumen DPP PDIP

jpnn.com, JAKARTA - Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (Sekjen PDIP) Hasto Kristiyanto menyentil Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang mempertanyakan urgensi penggantian sistem pemilu di Indonesia.

Menurut Hasto, SBY lupa dengan tindakan sejumlah kader Partai Demokrat mengubah sistem pemilu beberapa bulan sebelum Pemilu 2009, padahal seharusnya tidak boleh ada perubahan.

BACA JUGA: Soroti Penggantian Sistem Pemilu, SBY Memberi Catatan Begini

Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto bersama Menteri Koperasi dan UMKM Teten Masduki mengikuti Senam Indonesia Cinta Tanah Air (Sicita) di acara Apel Siaga Partai di Alun-alun Kabupaten Lebak, Banten, Minggu (19/2). Foto: DPP PDIP

"Bapak SBY lupa, bahwa pada bulan Desember tahun 2008, dalam masa pemerintahan beliau, justru beberapa kader Demokrat yang melakukan perubahan sistem proporsional tertutup menjadi terbuka melalui mekanisme judicial review," ujar Hasto Kristiyanto di Rangkasbitung, Lebak, Banten, Minggu (19/2).

BACA JUGA: Singgung Sukarelawan Pendukung Ganjar Kini Prabowo, Hasto PDIP: Pagi Kedelai, Sore Tempe

Hasto mengungkapkan itu merespons pertanyaan wartawan atas pernyataan Presiden Keenam RI tersebut yang menyinggung adanya upaya mengganti sistem pemilu dari proporsional terbuka menjadi tertutup di saat tahapan sudah berjalan.

Menurut Hasto, upaya yang dilakukan Demokrat tahun 2008 lalu merupakan strategi jangka pendek demi meraih kemenangan yang mencapai 300 persen.

BACA JUGA: Elektabilitas Prabowo Makin Moncer, Ganjar dan Anies? Begini Datanya

"Sehingga dengan melakukan segala cara akhirnya Partai Demokrat mengalami kenaikan 300 persen. Bayangkan dengan PDI Perjuangan yang ketika berkuasa, kenaikannya hanya 1,5 persen," tutur mantan anggota DPR RI itu.

Dia juga menegaskan bahwa judicial review yang sekarang berlangsung di Mahkamah Konstitusi (MK) berbeda dengan yang dilakukan kader Demokrat pada 2008.

"Judicial review sekarang tidak dilakukan oleh partai, karena PDI Perjuangan juga tidak punya hak, tidak punya legal standing untuk melakukan judicial review," ucapnya.

Hasto menyebut judicial review UU Pemilu yang sekarang dilakukan oleh beberapa pakar yang melihat bahwa dengan demokrasi proporsional terbuka yang dicanangkan pada zaman SBY malah terjadi liberalisasi politik yang luar biasa.

Selain itu, Hasto menyebut sistem proporsional terbuka yang dilakukan masa SBY membuat partai digerakkan oleh kekuatan kapital di mana ada para investor yang menyandera demokrasi.

"Jadi, Pak SBY sebaiknya ingat bahwa liberalisasi itu justru terjadi pada masa beliau. Judicial review saat itu dilakukan hanya beberapa bulan menjelang pemilu, berbeda dengan sekarang karena komitmen untuk mengembalikan sistem politik pada Pancasila," tegasnya.

SBY sebelumnya memberi catatan tentang urgensi penting atau tidaknya perubahan sistem pemilu menjelang Pemilu 2024.

"Saya mulai tertarik dengan isu penggantian sistem pemilu, dari sistem proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup," ucap SBY melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta.

"Informasinya, MK akan segera memutus mana yang hendak dipilih, kemudian dijalankan di negeri ini. Sebelum yang lain, dari sini saya sudah memiliki satu catatan," lanjut SBY.

Presiden ri dua periode itu juga mempertanyakan apakah saat ini ketika proses pemilu telah berlangsung, ada sebuah kegentingan di Indonesia yang memaksa dilakukan penggantian sistem pemilu, seperti situasi krisis tahun 1998 dulu misalnya.

"Sehingga sistem pemilu mesti diganti di tengah jalan. Mengubah sebuah sistem tentu amat dimungkinkan. Namun, di masa 'tenang', bagus jika dilakukan perembukan bersama, ketimbang mengambil jalan pintas melakukan judicial review ke MK," tutur SBY.(antara/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pernah di PAN dan PPP, Tokoh Betawi Ini Pindah ke Partai NasDem


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler