jpnn.com, BATAM - Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Batam memastikan belum bisa menerapkan kebijakan Full Day School (FDS) dari Kemendikbud pada tahun ini.
Alasannya, hampir 90 persen sekolah negeri masih menerapkan dua shift hingga tiga shift.
BACA JUGA: Ternyata Daerah Ini Sudah Terapkan Full Day School Sejak Dua Tahun Lalu
Kepala Disdik Kota Batam, Muslim Bidin mengungkapkan, sekolah-sekolah negeri di Batam masih banyak masuk dua shift bahkan tiga shift.
Selain itu, harus memiliki sumber daya manusia (SDM) atau tenaga pendidik, serta peralatan penunjang dalam pelaksanaan FDS ini.
BACA JUGA: Full Day School, Kemenag: 99 Persen Tidak Setuju
"Semua harus dipersiapkan, tidak bisa asal diterapkan," ujarnya.
Untuk itu, hingga saat ini belum ada penambahan penerapan pendidikan berkarakter ini.
BACA JUGA: Sekolah Lima Hari: 70 Persen Pendidikan Karakter, Sisanya...
"Hingga saat ini masih belum ada penambahan, masih yang lama yakni SDN 006 Sekupang yang beberapa waktu lalu meluncurkan program Full Day School," kata Muslim kepada Batam Pos (Jawa Pos Group) , Rabu (14/6).
Muslim menambahkan, dua shift merupakan salah satu solusi yang dipilih untuk menghadapi tingginya permintaan orangtua untuk menyekolahkan anak mereka di sekolah negeri.
"Kalau tidak akan banyak yang tak sekolah, karena ke swasta mereka beralasan mahal," sebut pria 59 tahun ini.
Pemerintah sendiri juga tidak tutup mata terhadap sekolah swasta. Pihaknya juga memberikan bantuan berupa insentif setiap bulannya bagi guru di sekolah swasta. "Selain itu ada dana BOS juga," ucap pria kelahiran Rempangcate ini.
Dia mengakui pembangunan ruang kelas baru (RKB) belum bisa menjadi solusi dan menjawab kebutuhan sekolah di Batam, karena jumlah pertumbuhan usia sekolah sangat jauh dari pada pembangunan infrastruktur.
"Sekarang saja kita masih butuh banyak RKB, tapi jika RKB dibangun semua belum tentu sekolah yang dua shift bisa menjadi satu shift dan bisa diterapkan FDS. Tahun ini saja terjadi pertumbuhan hingga lima ribu calon peserta didik baru dibanding tahun lalu," sebutnya.
Hal senada disampaikan anggota Komisi IV DPRD Kota Batam, Riky Indrakari. Dia mengatakan, FDS tidak cocok diterapkan di Batam.
Sebab, ada beberapa persoalan yang menyebabkan tak bisa dilaksanakan full day school. Misalnya, masih ada sekolah negeri yang menumpang belajar di sekolah lain.
Rombongan belajar yang melebihi ketentuan, serta beberapa sekolah dasar dan sekolah menengah pertama masih menerapkan dua shift.
"Seharusnya menteri melihat apa persoalan pendidikan saat ini. Kita sudah ikut dalam penilaian pendidikan selama dua tahun terakhir, dan posisi pendidikan kita masih terpuruk dibanding negara-negara maju lainnya," kata Riky, kemarin.
Contoh, kata dia, Finlandia, jam belajar mereka hanya 25 jam per minggu. Senin cuma belajar tiga jam dan disana tidak diberikan pekerjaan rumah.
Tapi siswa-siswa di sana selalu unggul tiga mata pelajaran, yang menjadi ujian nasional. "Berarti menyelesaikan persoalan bukan dengan menambah jam belajar," tuturnya.
Ditambahkan Riky, dengan menjadikan FDS, apakah menteri sudah memahami kurikulum ini bisa diterapkan di seluruh Indonesia, yang notabenenya berbeda setiap daerah. Ia khawatir, anjuran full day school tersebut ditolak oleh seluruh daerah.
"Artinya harus jelas, dengan lamanya mereka di sekolah apa saja kegiatanya di sana. Nah, sekolah-sekolah belum siap untuk sarana prasarana ekstrakulikuler. Idealnya, kalau untuk menyelesaikan persoalan efisiensi dan mengurangi kemacetan lalu lintas, cukup diterapkan di Jakarta. Untuk daerah cukup pilot project dulu," tambahnya.
Anggota Komisi IV lainnya, Aman menilai, pemerintah pusat jangan terburu-buru menerapkan full day school. Pasalnya, kebijakan ini harus melihat secara keseluruhan kabupaten dan kota di seluruh. "Jangan hanya melihat satu wilayah saja, kemudian menjadi kebijakan nasional yang wajib diterapkan semua daerah," ucapnya.
Sementata itu, Kepala SDN 006 Sekupang, Wan Kasmawati mengatakan tahun ini menjadi tahun ketiga menerapkan FDS. Menurutnya salah satu syarat untuk FDS adalah membatasi jumlah siswa satu kelas, yakni hanya 28 siswa.
"Ini syarat utama dalam FDS, selain itu sekolah juga harus memiliki peralatan penunjang pendidika berkarakter selama berada di sekolah," kata Wan.
Sekolah yang berlangsung lima hari benar-benar dimanfaatkan untuk menuntaskan pelajaran di sekolah. "Jadi tak ada PR (pekerjaan rumah) lagi, siswa pulang mereka bisa istirahat, karena belajar sudah dari sore hari," ungkapnya. (rng)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kemendikbud Gagas Penghapusan Pendidikan Agama, Ini Suara MUI
Redaktur & Reporter : Budi