Pemilihan lokasi Kampung Persahabatan Indonesia-Tiongkok bagi para korban tsunami di bukit Desa Neuheun, Kecamatan Masjid Raya, Aceh Besar, sungguh sangat strategisPosisi itu membuat kampung itu relatif aman dari tsunami serta memiliki pemandangan yang elok
BACA JUGA: Penghuni Bangga Sebut Kampung Jacky Chan
BAHARI, Aceh Besar
SEJAUH mata memandang, berada di puncak bukit Desa Neuheun, tempat perumahan korban tsunami sumbangan pemerintah Tiongkok dibangun, semuanya tampak indah
BACA JUGA: Syeh Puji-Ulfa, Perkawinan Pengusaha-Bocah yang Sarat Kontroversi (2)
Panorama dari atas bukit benar-benar memesona.Tampak Kota Banda Aceh, ibu kota Provinsi Serambi Makkah, dengan rumah-rumah dan gedung tinggi
Tak jauh dari perumahan, deretan pantai berpasir putih nan menawan dan sebelahnya Pelabuhan Malahayati
BACA JUGA: Perkawinan Syeh Puji-Ulfa yang Sarat Kontroversi
Jauh nun di sana, sekitar 32 kilometer dari pantai, tampak jelas Pulau Weh dengan Pelabuhan Balohan”Kalau malam, sorot mobil yang jalan di Pulau Weh tampak dari sini,” kata Ishak, salah seorang korban tsunami, yang rumahnya persis di atas bukit.Kontur Pulau Weh memang berbukit-bukitDari Pelabuhan Balohan yang menjadi pintu masuk kapal penumpang, jalannya terus menanjak ke Sabang, ibu Kota Pulau Weh, yang jaraknya sekitar 10 km
Jawa Pos yang kebetulan sehari sebelumnya mengunjungi Pulau Weh melihat bukit putih yang longsor dekat Pelabuhan Balohan”Kalau malam, pemandangannya lebih indah dengan kerlap-kerlip lampu,” tambah Ishak.
Meski sudah dilengkapi berbagai fasilitas penunjang seperti gedung TK, SD, poliklinik, pasar mini, dan tempat pertemuan, hingga kini belum semua fasilitas difungsikan Pemkab Aceh Besar”Padahal, warga sangat membutuhkan layanan ituKami sudah minta ke bupati sampai gubernurTapi, belum ditanggapi,” kata Abdullah, warga yang lain.
Tidak ada alasan pasti mengapa dinas pendidikan kabupaten belum juga membuka SD di perumahan ituPadahal, semua fasilitas sudah lengkap’’Pemkab tinggal mengirim gurunya saja,’’ ujarnya
Fasilitas lain yang juga belum dibuka adalah poliklinikKalau fasilitas kesehatan itu sudah difungsikan, warga tidak perlu bersusah payah ke kota untuk berobatSebab, selain biayanya mahal, kendaraan umum pun susahApalagi, malam hari’’Padahal, tidak semua warga punya mobil atau kendaraan,’’ kata Abdullah.
Sekolah yang sudah difungsikan saat ini hanya TKPadahal, banyak penghuni perumahan yang anaknya duduk di bangku SD”Kalau di sini ada sekolah, kan tidak perlu anak kami sekolah jauh-jauhCukup di sini saja,” ujar Ishak
Mungkin anak usia SD masih sedikit? Menurut Ishak, anggapan itu tidak benarSebab, saat ini banyak yang memanfaatkan antarjemput untuk menyekolahkan anaknya ke SD di kota’’Makanya, kami berharap gedung SD segera difungsikan, biar kami tidak perlu bayar antarjemput anak-anak ke kota,’’ harapnya.
Warga perumahan kampung Persahabatan Indonesia-Tiongkok hingga saat ini belum punya sarana transportasi umum yang melayani rute ke kompleksHal itu masih ditambah jalannya yang naik turun”Kami harus mengantar jemput anak ke sekolah saban hari karena tidak ada kendaraan umumKalau jalan, kasihan (anak-anak)Bisa ngos-ngosan,” tambahnya.
Kesulitan lain yang dihadapi warga soal kebutuhan sehari-hariMisalnya, untuk belanja sembako warga harus turun ke kotaSebab, sekitar lokasi perumahan jarang ada warungKalaupun ada, jenisnya kurang lengkap”Kebiasaan warga, kalau ke kota atau pulang kerja, sekalian belanja sembakoKalau bolak-balik ongkosnya mahal,” ujar Dewina, penghuni yang lain.
Memang ada penjual sayur, roti, atau kebutuhan lain yang keliling perumahanTapi, barangnya kurang lengkap”Jadi, kami harus pergi ke kota dulu untuk belanja kebutuhan yang lengkap,” tambah Dewina.
Sedikit kerepotan dialami penghuni yang mata pencahariannya sebagai nelayan atau penarik motor becak (ojek) yang mangkal di kota”Kami harus pergi jauh ke lokasi pekerjaanIni sedikit merepotkan kami,” kata Ishak yang sehari-hari penarik becak motor.
Kesulitan yang sama dialami nelayan di perumahan yang mendapat julukan Kampung Jackie Chan ituMereka harus naik kendaraan umum karena perahu ditambat cukup jauh
Meski demikian, para penghuni tetap bersyukur mendapat bantuan perumahan dari pemerintah TiongkokSelain ukuran rumah lebih besar, kualitas bangunan cukup bagus dan panoramanya indah”Itu yang tidak dimiliki korban tsunami yang lain,” tambah Ishak.
Dengan halaman rumah agak luas, yang hobi berkebun atau menanam bunga bisa menyalurkan kegemarannyaSeperti Dewina yang menanam berbagai bunga di halaman rumah yang kebetulan berada di pojok”Nanti juga dipasang semacam tenda permanen di taman untuk tempat santai,” akunya.
Beberapa bibit tanaman mulai ditanam di beberapa sudut rumahnyaBangunan bagian belakang juga direnovasi’’Biar dapurnya lebih luas,’’ ujar Dewina
Dewina dan korban tsunami di sana rata-rata mengaku sangat bersyukur mendapat rumah sumbangan pemerintah Tiongkok yang bekerja sama dengan Indonesia itu”Ini anugerah bagi kami para korban tsunamiKami akan berusaha menjaga sebaik mungkin,” janji Dewina yang bekerja di staf PMI Taiwan yang membantu korban tsunami.
Ebit, korban tsunami yang lain, juga mengaku bersyukur mendapatkan rumah bantuan pemerintah Tiongkok”Sebelum pindah ke sini, kami hidup di barakSekarang lebih tenangAnak-anak juga sudah kerasan tinggal di sini,” ujar Ebit.
Ebit yang asli warga Desa Neuheun, Kecamatan Mesjid Raya, Kabupaten Aceh Besar, sebelumnya harus hidup berdesakan di tenda’’Pokoknya, tidak nyamanSemua serba antreMulai mandi, makan, bahkan buang air pun harus antre,’’ kenangnya.
Kini, setelah menghuni rumah bantuan, Ebit mengaku bisa menata rumah tangganyaBahkan, dia bisa menyiapkan lebih baik masa depan anak-anaknya’’Kalau masih ada kekurangan di sana-sini, itu bisa dimaklumiNamanya perumahan baruTapi, kami bangga bisa tinggal di sini,’’ katanya.
Istri Ebit kini membuka warung kopi plus nasi tak jauh dari pintu masuk perumahanLokasinya yang strategis membuat warungnya laris”Ya, lumayanHasilnya untuk tambah uang saku anak-anak,” katanya(el)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Martunis Masih Aktif Kontak Surat dengan Cristiano Ronaldo
Redaktur : Tim Redaksi