Sel Mewah Novanto Bukti Pemberantasan Korupsi Tidak Serius

Rabu, 19 September 2018 – 23:56 WIB
Setya Novanto. Foto: Fedrik Tarigan/Jawa Pos

jpnn.com, JAKARTA - Sel mewah narapidana rasuah e-KTP Setya Novanto membuktikan pemerintah tidak serius membenahi dan memberantas pelaku korupsi. Hal ini terbukti setelah Ombudsman RI melakukan inspeksi mendadak di Lapas Sukamiskin, Bandung dan melihat sel mewah eks ketua DPR RI itu.

Direktur Voxpol Center Pangi Syarwi Chaniago melihat pemerintah dalam hal ini Kementerian Hukum dan HAM tidak secara serius membenahi fenomena Lapas Sukamiskin. Sebab, setelah OTT KPK yang menyeret Kalapas Sukamiskin Wahid Husein, fenomena mewahnya sel tahanan masih tetap terjadi.

BACA JUGA: Sel Setya Novanto Spesial, Wajib Diaudit

"Iktikad adanya penjara untuk membuat efek jera tetapi faktanya tidak. Kamar sel tahanan Novanto itu buktinya," kata Pangi dalam diskusi 'Sel Mewah Setya Novanto' di kawasan Jakarta Selatan, Rabu (19/9).

Pangi menjelaskan, Lapas Sukamiskin bagaikan negara di dalam negara. Sebab, lapas itu diisi mantan Ketua DPR, sejumlah mantan kepala daerah, eks elite partai politik dan mantan hakim agung. Seharusnya, jika pemerintah serius, Lapas Sukamiskin diberikan atensi agar efek jera kepada koruptor bisa berjalan.

BACA JUGA: Soal Sel Novanto, Fadli Zon Sebut Ada 40 yang Seperti itu

"Ini malah jaringannya makin kuat karena di situ lengkap, jejaring bisnis mereka makin tumbuh," paparnya.

Jika benar Presiden Joko Widodo serius memberantas korupsi seperti yang tertuang dalam Nawa Cita, lanjut Pangi, seharusnya Menkuhham Yasonna Laoly dicopot. Kemudian, tambah Pangi, menempatkan pelaku korupsi di pulau terpencil, yang tidak ada sinyal. "Supaya mereka (koruptor) ada efek jera," tegasnya.

BACA JUGA: Petugas Lapas Diingatkan Tak Beri Karpet Merah bagi Koruptor

Sementara itu, pengamat anggaran Uchok S Khadafi menilai fasilatas sel mewah datang bukan dari anggaran pemerintah, melainkan dari pribadi koruptor. "Karena tidak ada anggarannya, anggaran makan untuk napi saja terbatas," paparnya.

Uchok menilai, untuk memberi makan napi di dalam tahanan dalam kurun waktu setahun memerlukan anggaran Rp 7 miliar. Namun jika dirici secara detail, anggaran sebesar itu hanya mampu memberi makan napi seadanya.

"Kalau kami bagi 1.062 tahanan di Kota Malang contohnya, maka per tahun itu dapat Rp 6,6 juta per orang dibagi 12. Berati per bulan dapat Rp 500 ribu, satu orang per hari bisa Rp 18 ribu," jelas Uchok.

Lebih lanjut, Uchok menuturkan napi koruptor memiliki keistimewaan dengan napi kriminal. Ini yang membuat para terpidana korupsi tidak jera meski telah dijatuhi hukuman.

"Makannya saja lebih enak, negara tidak adil mengelola penjara padahal sama-sama di proses pengadilan," pungkas Uchok. (tan/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kapan Koruptor Jera Jika Selalu Diistimewakan di Lapas


Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler