jpnn.com, JAKARTA - Pengajar FISIP Universitas Indonesia Ade Armando menandaskan ancaman terbesar NKRI lima tahun ke depan, yakni radikalisme.
Menurutnya, gerakan Islamis radikal bertentangan dengan NKRI dan Pancasila. Ia mengatakan tidak ada yang namanya istilah NKRI bersyariah dalam konteks Negara Pancasila.
BACA JUGA: Jaksa Ajak Polisi Bakar Ganja
"Perkara korupsi dan narkoba memang tidak mudah kita perangi tetapi penyelesaiannya simpel. Kuncinya berada pada penegakan hukum yang tegas. Tetapi perkara radikalisme itu ibarat kanker ganas,” tegas Ade Armando dalam bedah buku bertajuk "Ancaman Radikalisme dalam Negara Pancasila" di Megawati Institute, Menteng, Jakarta Pusat pada Jumat (30/8/2019).
Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri Bahtiar yang hadir sebagai pembahas dalam acara ini mengatakan sikap pemerintah akan tegas terhadap ormas yang bertentangan dengan ideologi Pancasila. Ormas boleh hidup tetapi tidak boleh melawan negara. Ormas tidak boleh menjadi racun demokrasi.
BACA JUGA: Seperti ini Klarifikasi Billy Syahputra Soal Rumor Pakai Narkoba
BACA JUGA: Prof Mahfud Sebut Penganut Radikalisme Berpotensi Tebar Teror
“Ormas yang tidak sesuai dengan Pancasila, kami bubarkan,” tegas Bahtiar yang lulusan Doktor Ilmu Pemerintahan UNPAD ini.
BACA JUGA: Menteri Nasir Singgung soal Intoleransi, Menyentil Siapa nih?
Direktur Eksekutif PARA Syndicate Ari Nurcahyo menyoroti nasionalisme kita saat ini perlu ditafsirkan sebagai nasionalisme yang membela nilai persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Menurutnya, Pancasila perlu diterjemahkan dalam laku kehidupan sehari-hari.
“Lembaga seperti BPIP menjadi tidak relevan. Lebih baik praktik Pancasila langsung diejawantahkan di level kementerian dan birokrasi," tandas alumnus ITB ini.
Sementara itu, milenial blogger Margareta Astaman mengungkapkan Pancasila kian dirongrong oleh gerakan radikal. Kampanye gerakan radikal di medsos lebih gencar dibandingkan gerakan membangun rasa persatuan.
"Konten medsos kita lebih banyak ujaran kebencian. Kita masih terkotak-kotak, belum memaknai nilai kebangsaan," ungkap Margareta yang pernah juara lomba Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan tingkat nasional.
Benny Sabdo selaku editor mengatakan buku ini terbit sebagai kado ulang tahun ke-74 NKRI. Buku ini hasil kolaborasi persembahan intelektual Indonesia dan generasi milenial. Mereka berbagi kegelisahan sekaligus harapan untuk Indonesia masa depan.
“Pancasila sebagai dasar bernegara dalam menyatukan realitas perbedaan bangsa ini," pungkas alumnus Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia.(fri/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Prof Mahfud Sebut Penganut Radikalisme Berpotensi Tebar Teror
Redaktur & Reporter : Friederich