jpnn.com - JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Universitas Airlangga Haidar Adam menilai gugatan perselisihan hasil pemilihan Gubernur Jawa Timur ke Mahkamah Konstitusi (MK) yang dimohonkan Tri Rismaharini-KH Zahrul Azhar Asumta (Gus Hans) tergolong cukup berat.
Pasalnya, ada selisih suara lebih dari lima juta antara Risma-Gus Hans dengan paslon suara terbanyak yang ditetapkan oleh KPU Jatim, Khofifah Indar Parawansa-Emil Elestianto Dardak.
BACA JUGA: Prabowo Sebut Pilkada Mahal, Sultan: Sistem Politik Kita Perlu Disempurnakan
Meski demikian, dia meyakini MK akan menganilisis gugatan yang dilayangkan Risma-Gus Hans. Di antaranya daerah mana saja yang bermasalah pada saat pemungutan suara digelar 27 November lalu.
"MK tentu akan menganalisis terkait daerah mana saja yang bermasalah. Kemudian memunculkan alat bukti dan lainnya untuk mencermati apakah benar kecurangan di suatu daerah tersebut bisa dibuktikan," ujar Haidra dalam keterangannya, Jumat (13/12).
BACA JUGA: Ridwan Kamil Ungkap Alasan Batal Mengajukan Gugatan ke MK, Ternyata..
Menurut Haidar, ketika memang terjadi kecurangan, MK biasanya akan memerintahkan untuk pemungutan suara ulang. Namun dalam hal ini tentu banyak variabel yang mempengaruhi.
"Ada ketentuan di dalam UU pilkada yang memang syaratnya ada margin persentase suara tertentu untuk tiap-tiap wilayah. Itu ditentukan oleh besaran atau populasi yang berada di wilayah-wilayah tersebut, dalam hal ini Jawa Timur kalau tidak salah selisihnya tidak lebih dari 105 ribu suara," ucapnya.
BACA JUGA: Lanny Jaya Rusuh, Seorang Polisi Tewas
Dia mengatakan dalam hukum acara, ketentuan mengenai margin semacam itu nanti akan diputuskan bersama-sama dengan pokok permohonan.
Artinya, ke depan MK akan mempertimbangkan hal itu, juga mempertimbangkan bersama-sama dengan fakta-fakta lain yang mungkin akan diajukan oleh para pemohon.
"Menurut saya 5 juta itu secara kualitatif sangat banyak, dan cukup susah, juga kecuali memang dalil kecurangan TSM itu bisa dibuktikan," katanya.
Haidar mengatakan gugatan-gugatan perselisihan hasil Pilkada di MK banyak kaitannya dengan tudingan kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).
TSM, kata Haidar harus bisa dibuktikan dengan bukti yang konkret dan nyata, bukan sekadar lisan atau pengakuan-pengakuan seseorang dalam sidang.
"Mahkamah Konstitusi itu juga harus memenuhi keadilan substantif. Artinya kalau kecurangan yang TSM bisa dibuktikan, maka MK juga bisa memberikan putusan untuk melakukan pemungutan suara ulang. Cuma memang dalam praktiknya, hal semacam itu cukup susah," katanya.
Haidar lebih lanjut mengatakan aturan batas ambang margin dalam sebuah gugatan diperlukan. Karena dimaksudkan agar sengketa kepala daerah atau pemilihan umum pada umumnya bisa berjalan lebih efisien.
"Jadi, kalau memang bisa dibuktikan ada kecurangan tetapi marginnya tidak cukup, kan buang-buang waktu, buang-buang anggaran juga. Karena tidak akan berpengaruh pada hasil akhir perhitungan suara," ucapnya.
Haidar juga mengatakan jika dalam proses persidangan tidak dibuktikan adanya kecurangan, maka sudah sepantasnya paslon yang kalah legawa mengucapkan selamat. (Antara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Hasil Penelitian soal Kecurangan di Pilkada 2024 Ungkap Cawe-Cawe Partai Cokelat
Redaktur & Reporter : Kennorton Girsang