jpnn.com, JEMBER - Forum Honorer Persatuan Guru Republik Indonesia (FH PGRI) Kabupaten Jember, Jawa Timur meminta pemerintah meluluskan seluruh guru honorer di daerah tersebut menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).
Permintaan dikemukakan saat perwakilan FH PGRI bertemu Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, di Jember, Rabu (13/10).
BACA JUGA: Ali Ibrahim Sebut Perlu Langkah Konkret Membumikan Pancasila
Dalam pertemuan FH PGRI menyampaikan sejumlah keluhan kepada LaNyalla, terkait banyaknya guru honorer yang tidak lulus PPPK jabatan fungsional guru 2021.
Menurut Ketua FH PGRI Kabupaten Jember Mulyadi, kuota Jember termasuk besar sekitar 3.600 formasi, namun yang lulus hanya sekitar 1.000 orang.
BACA JUGA: Permukiman Suku Badui Terbakar, Kerugian Cukup Besar, Ditaksir Sebegini
"Karena itu, kami berharap para guru honorer di Jember diluluskan 100 persen menjadi ASN PPPK."
"Kasihan yang sudah mengabdi puluhan tahun, mereka seharusnya mendapatkan prioritas dan afirmasi," ucapnya.
BACA JUGA: Keren! PKP Siap Membentangkan Karpet Merah Untuk Mantan Pegawai KPK
Mullyadi berharap ada penambahan formasi guru pendidikan agama sesuai pagu yang ada di lembaga SD/SMP.
"Ketika kami bertanya, yang ada malah terkesan saling lempar antara Kemendikbud dan Kemenag," katanya.
FH PGRI, kata dia, ingin agar pemerintah memperhatikan nasib pegawai tidak tetap di sekolah atau lembaga pendidikan lain, karena nasibnya juga tidak ada kejelasan.
Menanggapi hal itu, LaNyalla menjelaskan DPD telah membentuk Panitia Khusus (Pansus) Guru dan Tenaga Kependidikan Honorer.
Keanggotaannya juga sudah disahkan dalam Sidang Paripurna Masa Sidang V Tahun 2020-2021.
"Pansus guru dan tenaga kependidikan honorer sebagai bukti komitmen DPD dalam memperjuangkan nasib para guru dan tenaga pendidik honorer di seluruh Indonesia," katanya.
Pembentukan Pansus Guru dan Tenaga Kependidikan Honorer beranggotakan 15 anggota itu inisiatif dari Komite III dan Komite I DPD.
"Ratusan orang yang datang ke saya terkait hal ini. Permasalahannya hampir sama di seluruh Indonesia."
"Kami di DPD bentuk pansus untuk membantu para guru. Namun harus dimaklumi juga bahwa eksekusinya ada di DPR dan pemerintah."
"DPD hanya diberi wewenang menyampaikan aspirasi," kata LaNyalla.
Artinya, lanjut LaNyalla, kewenangan DPD sangat terbatas.
Karena itu, LaNyalla menyebut perlu penguatan kelembagaan DPD, sehingga punya hak yang sama dengan DPR.
"Sama-sama dipilih rakyat secara langsung, legitimasinya kuat, bahkan suara anggota DPD itu banyak yang lebih besar dari suara anggota DPR. Namun, kewenangannya tidak sama."
"Ini yang perlu diperjuangkan lewat amandemen konstitusi. Termasuk hak agar orang tak berpartai seperti DPD ini bisa mencalonkan presiden seperti orang parpol," pungkas LaNyalla. (Antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Ken Girsang