jpnn.com, JAKARTA - Pengamat Kebijakan Publik Trubus Rahardiansyah menyarankan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menunda proses pelantikan anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang sebelumnya dinyatakan lolos seleksi di DPR.
Menurut Trubus, penundaan merupakan pilihan tepat sebab ada kelompok masyarakat sipil yang menggugat keputusan DPR tersebut ke PTUN.
BACA JUGA: Yusril Kirim Surat Penting ke Puan, Soal Keberatan Pemilihan Anggota BPK
"Karena ini negara hukum, jadi harus menghormati apa pun keputusan pengadilan PTUN nanti."
"Cuma memang saya lihat lebih banyak ke arah politiknya. Jadi, DPR berpikir pokoknya dilantik dulu, untuk urusan menang kalah itu urusan nanti,” ujar Trubus dalam keterangannya, Sabtu (23/10).
BACA JUGA: Menteri ini Sebut Afganistan Sedang Menuju Keruntuhan
DPR diketahui meloloskan Nyoman Adhi Suryadnyana dalam seleksi calon anggota BPK yang baru.
Namun, seleksi tersebut dipersoalkan masyarakat.
BACA JUGA: TNI Polri Dituding Bakar Rumah Warga, Brigjen Pangemanan Beri Jawaban Tegas!
Pejabat Ditjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan itu dinilai tidak memenuhi persyaratan formal untuk menjadi anggota BPK.
Idealnya, kata Trubus, kalau para politikus di DPR taat pada peraturan, sudah semestinya pengajuan ditunda dulu.
“Kalau ada gugatan dari pihak lain berarti ada something wrong. Seharusnya menjadi pertimbangan utama bagi DPR."
"Presiden juga seharusnya merespons tentang keberatan itu. Cuma kalau melihat situasinya, memang politiknya lebih diutamakan daripada proses hukumnya,” ucap Trubus.
Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus berpendapat senada.
Pengangkatan anggota BPK harus taat hukum.
Apalagi, BPK adalah lembaga yang mengemban misi terkait tugas penegakan hukum di bidang audit.
Menurutnya, peristiwa ini membuktikan, DPR tidak aspiratif terhadap suara masyarakat, terutama membangun pemerintahan yang bersih dan bebas KKN.
“Dalam banyak peristiwa justru DPR RI menjadi sumber masalah, khususnya terkait dengan fungsi legislasi, termasuk wewenang memilih pejabat,” katanya.
Reaksi publik yang resisten, hingga gugatan ke PTUN Jakarta, kata Petrus, menjadi bukti pengabaian aspirasi publik.
“Ironisnya, meski diprotes banyak pihak dari berbagai kalangan, DPR seakan menutup mata dan telinga. Bahkan tetap menyertakan dua calon yang tidak layak, tidak memenuhi syarat pencalonan sesuai ketentuan pasal 13 huruf J Undang-Undang tentang BPK RI,” ujarnya.
Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) diketahui menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) keputusan DPR meloloskan Nyoman Adhi.
Sidang kedua (perbaikan) atas gugatan MAKI terhadap Ketua DPR berlangsung Selasa, (19/10).
Gugatan terdaftar pada nomor perkara: 232/G/2021/PTUN.Jkt.(gir/jpnn)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
Redaktur & Reporter : Ken Girsang