jpnn.com - MEDAN - Sidang perkara penyelundupan dan perdagangan satwa langka yang dilindungi di Indonesia, trenggiling, Kamis (20/8) kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Medan dengan agenda pemeriksaan terdakwa dan saksi ahli.
Majelis hakim yang diketuai Marsudin Nainggolan, menemukan fakta keterlibatan terdakwa, Soemiarto Budiman alias Abeng (61) sebagai orang yang bertanggungjawab. Dia berulang kali mengirimkan trenggiling ke sejumlah negara di Asia, seperti Malaysia, dan Tiongkok.
BACA JUGA: Berawal Salah Sambung, Siswi SMP Hamil 7 Bulan
Abeng mengakui, ribuan trenggiling dikirim ke Malaysia dan Tiongkok. Pada 20 April 2015, setidaknya 400 kg lebih trenggiling dikirim ke luar negeri. Pada 22 April 2015, terdakwa melalui empat anak buah, mengirim 500 kg lebih trenggiling, ke Malaysia baik jalur laut maupun udara.
Ketika ditanya hakim siapa yang mengatur pengiriman di luar negeri, Abeng mengaku ada pria bernama Halim, berkewarganegaraan Malaysia. Setelah barang dikirim, Halim menemui langsung di Medan, dan memberikan uang tunai. Uang itu upah kerja mencari dan mengirimkan satwa.
BACA JUGA: Dooor! Pelaku Curanmor Paling Dicari Langsung Tersungkur
"Saya disuruh Halim. Itu punya dia, saya hanya menjalankan perintah mencari trenggiling, mencari pekerja, hingga membawa trenggiling," ujar Abeng menjawab majelis hakim seperti dikutip dari sebuah situs lingkungan hidup, mongabay.co.id, Jumat (21/8).
Sidang sempat memanas, karena majelis hakim kesal dengan penjelasan Abeng. Dia berbelit-belit dan selalu membantah semua isi dakwaan Jaksa Penuntut Umum.
BACA JUGA: Sebulan Pacaran, Diajak Jalan Malam, Bercumbu, Diperkosa
Awalnya hakim menanyakan berapa kali mengirim trenggiling, terdakwa menyatakan tidak pernah. Setelah ditunjukkan bukti rekapan tulisan buku pengiriman, baru mengakui. Begitu juga ketika ditanya pencarian pekerja, terdakwa membantah.
Ketika ditunjukkan berita acara pemeriksaan (BAP), baru mengaku. Atas keterangan berbelit-belit inilah, majelis hakim kesal.
"Kenapa Saudara tidak mengaku dari tadi? Kenapa setelah ditunjukkan bukti-bukti ini baru mengakuinya? Anda saat ini sendiri. Anda yang menentukan soal memberatkan dan meringankan hukuman. Jadi bicara jujur. Jangan waktu ditunjukkan BAP baru mengakui. Jujur anda bicara," kata Marsudin.
Mendengar hal tersebut, Abeng yang tampak rikuh hanya bisa menganggukkan kepala. Abeng kemudian menjelaskan bahwa bukan dirinya yang mempekerjakan 4 orang pekerja, yakni Sudirman dan kawan-kawan. Dia membantah keterangan 4 orang pekerja yang dibacakan jaksa pada sidang sebelumnya yang menyatakan bahwa mereka dipekerjakan dan digaji oleh Abeng.
Dia menambahkan, terhadap ribuan ekor trenggiling di gudang tersebut, baik yang masih hidup maupun yang sudah beku, dirinya sudah mengeluarkan uang ratusan juta rupiah. "Sudah ratusan juta rupiah," jawabnya kepada hakim sambil melihat ke kanan kiri.
Sidang ini, JPU juga menghadirkan saksi ahli dari Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam (BBKSDA) Sumatera Utara, yaitu Markus Sianturi.
Dalam keterangan sidang Markus menjelaskan, berdasarkan UU Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya, trenggiling satwa dilindungi. Jadi, dipidana jika ada yang memelihara, menjual atau memperdagangkan baik hidup maupun mati.
Terkait trenggiling ini, ada dua perusahaan penangkaran, yaitu PT Heksa Putri Bahari di Pantai Cermin, Langkat, dan UD Multi Jaya Abadi di Kota Binjai. Namun izin sudah mati sejak 2012, hingga akan dipidana jika kedua perusahaan berusaha ilegal.
Dalam penggrebekan yang dilakukan tim dari Mabes Polri pada 23 April 2015 tersebut, di dalam gudang tersebut ditemukan 5 ton trenggiling beku, 95 ekor trenggiling hidup dan 77 kg sisik trenggiling.
Disampaikan juga di dalam dakwaan tersebut, bahwa barang bukti 5 ton trenggiling dan 77 kg sisik trenggiling sudah dimusnahkan pada Rabu (29/4) di di KIM IV, Medan.
Sedangkan 95 ekor trenggiling masih hidup pada saat penggrebekan kemudian berkurang 6 ekor menjadi 89 ekor. Keseluruhan 89 ekor trenggiling yang masih hidup tersebut sudah dilepas liarkan di Taman Wisata Alam Sibolangit pada hari itu juga.
Atas perbuatannya, terdakwa dijerat dengan pasal akumulatif, yakni pertama dengan sengaja menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa dilindungi trenggiling dalam keadaan hidup, mati dan juga bagian tubuh trenggiling, yakni sisik trenggiling yakni pasal 40 ayat 2 jo pasal 21 ayat 2 huruf A dan pasal 40 ayat 2 jo pasal 21 ayat 2 dan pasal 40 ayat 2 jo pasal 21 ayat 2 huruf D UU RI No 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan ekosistemnya (KSDAE) dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara.
Sidang ditunda pekan depan, dengan agenda mendengarkan tuntutan tim JPU Kejaksaan Negeri Belawan.(mongabay/ray/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Begal Nyaru jadi Polisi Ngaku Tiga Kali Beraksi
Redaktur : Tim Redaksi