JAKARTA – Menteri Kehutanan (Menhut) Zulkifli Hasan kembali memberikan penjelaskan terkait kasus-kasus pertanahan yang ramai diberitakan belakangan iniMenurutnya, banyak pemberitaan media yang keliru dan simpang-siur terkait kasus-kasus pertanahan, khususnya yang menyangkut Kementerian Kehutanan (Kemenhut)
BACA JUGA: Minta Diputus Bebas, Anggota DPR Menangis
Dalam kasus penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Kabupaten Bima yang diprotes warga, Kementerian Kehutanan sama sekali tidak terlibat
BACA JUGA: Eks Dirut PLN Resmi Banding
”Itu soal pertambangan, tidak ada kaitannya dengan Kementerian Kehutanan (Kemenhut)
BACA JUGA: Rosa Akui Nazar Hanya Pinjam Bendera
Memang ada sebagian lahan perusahaan yang masuk kawasan hutanJika digarap, itu harus mendapat izin KemenhutTapi sampai saat ini tidak ada permohonan izin karena wilayah yang masuk kawasan hutan belum digarap.Kemenhut juga tidak terkait dengan kasus sengketa perkebunan sawit yang menewaskan tujuh orang di Kecamatan Mesuji, Kabupaten OKI, Sumatera SelatanDi Lampung juga ada sengketa perkebunan sawit antara warga dengan PT BMSI, dan menewaskan satu orang”Dua kasus berdarah ini tidak ada kaitannya dengan Kemenhut, karena itu masalah perkebunanBukan wewenang kami,” tegas Zulkifli
Kasus yang terjadi di kawasan hutan dan terkait dengan Kemenhut adalah sengketa antara warga Lampung dengan PT Silva InhutaniWarga lampung inilah yang beberapa waktu lalu mengadu ke DPR dengan membawa-bawa video pembantaianPadahal isi di video itu terjadi di Mesuji Sumsel, bukan di Mesuji Lampung”Sengketa kawasan hutan yang melibatkan PT Silva Inhutani dengan warga Lampung tidak sampai memakan korban jiwaKasus itu juga sudah selesai, tapi masih dipermainkan kelompok tertentu,” jelas Menhut.
Zulkifli menjelaskan, PT Silva Inhutani mendapat SK (Surat Keputusan) Pengelolaan Hutan seluas 33.000 hektare (ha) dari Kemenhut pada 1991Enam tahun kemudian ditambah menjadi 43.000 ha karena aturan HPH (Hak Penguasahaan Hutan)Nah, tambahan yang 10.000 ha inilah yang diklaim sebagai hak ulayat (adat) warga”Pada 2002, Kemenhut mencabut SK kawasan hutan seluas 10.000 ha itu untuk diberikan kepada warga adat,” jelas Menhut.
Tapi kemudian PT Inhutani menggugat ke pengadilan dan menangMahkamah Agung (MA) memerintahkan agar SK yang 10.000 ha tersebut dikembalikan ke perusahaanDemi menaati hukum, perintah itu dilaksanakan pada 2004Tapi masyarakat tidak menyerah begitu sajaMereka pun menggugat ke pengadilan, tapi kalah dari tingkat pengadilan pertama hingga kasasiBerdasarkan salinan kasasi pada 2011, pengadilan memutuskan itu kawasan hutan, tetapi bukan hak ulayat.
Namun kemudian Kemenhut dan Pemerintah Provinsi Lampung membentuk tim guna mencari jalan keluar bersamaAkhirnya dicapai kesepakatan bahwa Desa Talang Gunung tidak termasuk kawasan yang dikelola perusahaanIni milik warga karena mereka sudah tinggal di sana sejak zaman Belanda”Ini sudah selesaiTapi namanya orang banyak, datang lagi warga dari Lampung Selatan, Tengah, dan TimurKami bilang, kalau betul memiliki hak ulayat dan bisa menunjukkan bukti sebagai penduduk asli, kami beriKalau tidak, ya tidak bisa,” jelas Menhut.
Sengketa lain di kawasan hutan adalah antara warga Pulau Padang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau dengan PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP)Beberapa bulan lalu sudah tercapai kesepakatan antara perusahaan dengan warga 13 desaMasing-masing kepala keluarga mendapat lahan beberapa hektareTapi belakangan tiga desa menyatakan mundur dari kesepakatan tersebut
”Kami sudah bentuk tim dari unsur masyarakat, pemerintah daerah, dan Kemenhut untuk mencari solusi masalah iniPerusahaan juga tidak keberatan memberikan lahan bagi warga asli daerah yang memiliki hak ulayatSaya minta minggu keempat Januari 2012 sudah ada kesimpulan atau keputusan,” pungkas Zulkifli(dri)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pengacara Nazar Kantongi Flashdisk Aliran Hambalang
Redaktur : Tim Redaksi