jpnn.com - JAKARTA - Sengketa Pemilu 2024 dilaporkan banyak terjadi di Papua Tengah. Dari total 277 Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) 2024 yang masuk ke Mahkamah Konstitusi, hampir sepuluh persen datang dari Provinsi Papua Tengah.
Papua Tengah merupakan provinsi baru hasil pemekaran bersama dua provinsi lain dari Provinsi Papua pada 2022. Yakni Papua Pegunungan dan Papua Selatan.
BACA JUGA: Perang Bintang Tim Hukum pada Sidang Perkara PHPU di MK
Papua Tengah dimekarkan menjadi provinsi berdasarkan Undang-Undang Nomor 15/2022 Tentang Pembentukan Provinsi Papua Tengah, dengan ibu kota Nabire.
Data dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menyebut ada 21 PHPU di Papua Tengah yang didaftarkan ke MK.
BACA JUGA: Pidato Anies di Sidang Perdana Sengketa Pilpres 2024: Singgung Keterlibatan Paman Gibran
Untuk diketahui, hanya dua daerah di Papua Tengah yang melaksanakan pemilu secara langsung.
Selebihnya, sekitar enam daerah masih menggunakan sistem noken. Yakni, Kabupaten Puncak Jaya, Puncak, Paniai, Intan Jaya, Deiyai dan Dogiyai.
BACA JUGA: Suara Golkar Moncer, Startegi Airlangga di Pemilu 2024 Tuai Pujian
Tak hanya itu, saat pelaksanaan Pemilu 2024 terjadi kekerasan horizontal di mana terjadi saling serang dengan panah dan senjata tajam lainnya demi perebutan suara kelompok masyarakat tertentu.
Banyak warga tidak setuju pemilu menggunakan sistem noken.
"Munculnya berbagai masalah dalam pelaksanaan pemilu bisa diakibatkan kekurang-profesionalan dari penyelenggaranya, yakni, KPU dan Bawaslu," ujar peneliti Perludem Ihsan Maulana di Jakarta, Selasa (26/3).
Ihsan menilai KPU seharusnya melakukan supervisi secara langsung terhadap para penyelenggara di provinsi yang baru.
"Jangan dibiarkan 'main' sendiri, apalagi faktanya bukan hanya banyak sengketa, tetapi terjadi pertikaian hingga mengakibatkan jatuh korban," katanya.
Ihsan juga mengatakan tingginya sengketa pemilu di Papua Tengah menjadi sinyal perlunya dilakukan perubahan dari sistem yang lama, noken ke pelibatan partisipasi publik secara aktif.
"Warga di sana harus diedukasi guna memberikan suara secara langsung sebagai bagian dari haknya sebagai warga negara. Tidak lagi diwakilkan kepada kepala suku atau yang lain," ucapnya.
Ihsan khawatir jika tak dibenahi kondisi yang sama akan berulang di Papua Tengah dan bisa menjadi ajang balas dendam.
Sementara itu Anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini menilai sistem noken perlu dibenahi untuk kepentingan jangka panjang.
Menurutnya hal ini penting sehingga setiap keunikan dalam metode pemilihan noken dapat diakomodir secara legal dan dengan standar yang baik.
"Hak-hak politik setiap warga negara harus dapat dijamin dan dilindungi dalam ketentuan noken," ucapnya.
Titi juga mendukung pembenahan sumber daya manusia (SDM) sebagai pelaksana Pemilu.
"Perekrutan dilakukan secara profesional melalui seleksi yang ketat. Bukan karena kedekatan atau nepostime. Kalau belum memungkinkan penduduk lokal maka KPU provinsi induk maupun KPU RI harus memberikan supervisi secara langsung," katanya.
Titi lebih lanjut mengatakan belajar dari kejadian-kejadian terdahulu, seharusnya dilakukan upaya preventif dari perspektif penyelenggara pemilu dan perspektif kepolisian.
Secara umum dari lima provinsi di Pulau Cendrawasih, tiga provinsi di antaranya masuk sepuluh besar provinsi di Indonesia yang paling banyak melaporkan sengketa Pemilu 2024 ke MK.
Selain Papua Tengah, ada juga Papua dengan 15 sengketa dan Papua Pegunungan (11 kasus).
Sementara di luar Papua yakni Aceh, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Timur, Maluku Utara, dan Maluku. (gir/jpnn)
Yuk, Simak Juga Video ini!
BACA ARTIKEL LAINNYA... Suara Golkar Melonjak, Airlangga Ketum Parpol Terbaik
Redaktur & Reporter : Kennorton Girsang