jpnn.com, SURABAYA - Wakil Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) M Mufti Mubarok menyodorkan solusi penyelesaian sengketa “surat ijo" di Surabaya.
Istilah “surat ijo” terkait dengan aset pemerintah kota yang dialihfungsikan menjadi lahan bangunan, rumah warga, atau lahan usaha lainnya. Penggunanya harus membayar retribusi kepada pemerintah daerah.
BACA JUGA: 450 Personel Gabungan Mengepung Jalan Kunti Surabaya, 1 DPO Kaget, Lihat Wajahnya
Dalam Webinar Indonesia Consumer Club bertopik “Negara Harus Hadir, Penyelesaian Surat Ijo”, Rabu, Mufti Mubarok mengusulkan empat langkah sebagai solusi masalah tersebut.
Pertama, perubahan Perda Kota Surabaya Nomor 16 Tahun 2014 tentang Pelepasan Tanah Aset Pemerintah Kota Surabaya.
BACA JUGA: Amuk Massa di Jalan Pucang Anom Surabaya, Darah di Mobil Ayla Masih Misteri
“Perda soal pelepasan tanah aset ini sebenarnya sudah ada, tetapi sangat memberatkan warga,” kata Mufti Mubarok.
Warga penghuni tanah "surat ijo” keberatan dengan ketentuan Pasal 8 ayat (2) huruf b Perda Nomor 16 Tahun 2014 yang menyebut, “Pemohon diwajibkan untuk membayar uang kompensasi yang jumlah dan cara pembayarannya sesuai dengan yang ditetapkan.”
BACA JUGA: 4 Temuan Kejanggalan Seleksi PPPK Guru 2021, Mungkin Anda Ikut Berdecak
Dalam penjelasan perda disebutkan pembayaran kompensasi disesuaikan dengan nilai jual objek pajak atau harga umum setempat.
Karena banyak warga yang keberatan, BPKN mengusulkan agar Perda Kota Surabaya Nomor 16 Tahun 2014 direvisi. Sebaiknya warga tidak diwajibkan membayar kompensasi.
Kedua, diperlukan pula perubahan Perda Kota Surabaya Nomor 3 Tahun 2016 tentang Izin Pemakaian Tanah. Ketentuan mengenai kewajiban para penghuni “tanah surat ijo” membayar retribusi, harus dihapus.
Ketiga, dibutuhkan keterlibatan dan koordinasi antara Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, Pemerintah Provinsi Jawa Timur, dan Pemerintah Kota Surabaya.
“Saya kira yang paling penting adalah koordinasi antara kementerian terkait,” ucap Mufti Mubarok.
Keempat, kata Mubarok, dibutuhkan Instruksi Presiden sebagai payung hukum koordinasi lintas kementerian dan lembaga serta pemerintah provinsi dan kota.
Menurut Mufti Mubarok, empat Langkah tersebut mutlak dilakukan untuk mengakhiri sengketa “surat ijo Surabaya”. (antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Soetomo