jpnn.com, JAKARTA - Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan dan Minuman (FSP RTMM SPSI) Sudarto mengatakan, industri rokok kretek menurun hingga 50 persen dalam tempo sembilan tahun.
Dia menambahkan, sekitar 56 ribu pekerja rokok terpaksa menganggur.
BACA JUGA: Ketua FSP RTMM Minta Pemerintah Perhatikan Nasib Pelinting
Menurut Sudarto, hal itu terjadi karena industri rokok kretek tangan tutup atau produksi berkurang.
”Rata-rata pekerja perempuan dengan pendidikan rendah. Tidak mungkin bisa bersaing kalau ada kesempatan kerja,” kata Sudarto, Rabu (25/7).
BACA JUGA: Ketua APTI: Tembakau Indonesia Dalam Tekanan Bisnis Asing
Karena itu, pihaknya meminta pemerintah menerapkan pengenaan cukai berbeda terhadap rokok kretek tangan.
Dengan demikian, industri padat karya tetap bersaing di tengah gempuran kretek atau rokok putih berbasis mesin.
BACA JUGA: Perusahaan Rokok Sering Jadi Sasaran Tembak
”Kami ingin ada regulasi menjamin kelangsungan industri. Cukai harus lebih rendah dibanding rokok produksi mesin,” tutur Sudarto.
Sementara itu, Head of Fiscal Affairs & Communications PT HM Sampoerna (HMSP) Elvira Lianita mengatakan, pihaknya berharap pemerintah mempertimbangkan lagi kebijakan menaikkan cukai rokok.
“Sebab, saat ini industri rokok nasional tengah mengalami koreksi cukup signifikan dari tahun ke tahun sejak 2016. Penurunan itu 1–2 persen dan salah satunya akibat cukai,” tutur Elvira.
Sebagaimana diketahui, pemerintah menaikkan tarif cukai hasil tembakau menjadi 10,04 persen mulai 1 Januari 2018.
”Yang kami khawatirkan, dengan semakin mahalnya harga rokok akibat cukai tinggi, masyarakat lebih memilih rokok murah atau rokok yang tidak membayar cukai alias rokok ilegal,” terang Elvira. (dai)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Somasi ke Produsen Rokok Dinilai Tidak Tepat
Redaktur & Reporter : Ragil