jpnn.com, JAKARTA - PT Pertamina (Persero) sukses mengembangkan berbagai inovasi bisnis untuk dekarbonisasi, atau penurunan emisi karbon dan efek Gas Rumah Kaca (GRK).
Hingga akhir 2022, total penurunan emisi mencapai 7,9 juta ton CO2e atau setara 31,06% dibandingkan dengan baseline emisi tahun 2010.
BACA JUGA: Kinerja 2022 Pertamina, Keunggulan Operasional Dibarengi Pemanfaatan TKDN Hingga 60 Persen
Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati mengatakan Pertamina harus mampu mengatasi global energy transition dan berbagai tuntutan untuk perubahan dengan menyusun roadmap.
Hal itu dia lakukan agar perusahaan dapat tumbuh berkelanjutan (sustainable growth).
BACA JUGA: Kisah Sukses UMKM Binaan Pertamina: Dari Bengkel Rumahan, Merambah ke Jual Beli Kendaraan
“Karena Indonesia masih menggunakan energi fosil, maka seluruh lini bisnis Pertamina bersama-sama menurunkan emisi karbon. 31% ini angka yang tidak kecil dan effort dari semua pihak,” ungkap Nicke, dalam Media Briefing Pertamina di Jakarta, Selasa (6/6).
Menurut Nicke, tahun sebelumnya target pemerintah 29% dan Pertamina telah melampaui target tersebut.
Pengurangan emisi, sebagaimana tertuang pada Nationally Determined Contribution (NDC) Pemerintah, merupakan bentuk komitmen Perseroan untuk berkontribusi dalam target perubahan iklim dan transisi energi dalam mencapai target Net Zero Emission.
BACA JUGA: Berhasil Bangkit di Tengah Kondisi Sulit, Pertamina Bisa Manfaatkan Momen RUPS
Kebijakan yang berlaku di Pertamina Group ini dilakukan melalui implementasi dekarbonisasi, akselerasi green business dan green operation, serta pengembangan kapabilitas sumber daya manusia dan organisasi.
Selain itu, penggunaan teknologi hijau dan inovasi digital, pengembangan bisnis pasar karbon dan inovasi model bisnis.
Inisiasi green business dilakukan di berbagai lini usaha Pertamina untuk mewujudkan program transisi energi dan dekarbonisasi.
Salah satunya di sektor hulu, melalui pemanfaatan, penyimpanan dan penangkapan karbon (Carbon Capture, Utilization and Storage / CCUS) dan melakukan injeksi perdana CO2 di Lapangan Pertamina EP Jatibarang Field.
Di sektor pengolahan, inovasi dalam rangka memproduksi biofuel terus berlanjut dan telah terbukti dengan beroperasinya Kilang Hijau (Green Refinery) Cilacap Phase 1 yang mampu menghasilkan Green Diesel sebesar 3.000 barel per hari (bpd).
Pengenalan produk Green Diesel ini telah diawali dengan ekspor perdana Hydrotreated Vegetable Oil (HVO) ke Eropa dan lifting perdana untuk kebutuhan domestik.
Langkah Perseroan menggiatkan transisi energi juga mengambil peran besar dalam penurunan emisi ke depan.
Melalui PT Pertamina Power Indonesia (PPI) selaku subholding Power, New and Renewable Energy, Pertamina mengembangkan energi panas bumi (geothermal), hidrogen, baterai kendaraan listrik, dan Energy Storage System (ESS), serta upaya penambahan kapasitas energi baru terbarukan lainnya.
Dengan berbagai upaya dekarbonisasi tersebut, Pertamina mampu meningkatkan rating ESG (Environment, Social & Governance) Pertamina dari Sustainalytics, pada 2022 menjadi 22,1 dari sebelumnya 28,1 (rating rendah lebih baik).
Dengan rating tersebut, Pertamina berada di urutan ke-2 dunia dalam sub sektor industri oil and gas terintegrasi.
Pertamina sebagai perusahaan pemimpin di bidang transisi energi, berkomitmen dalam mendukung target Net Zero Emission 2060 dengan terus mendorong program-program yang berdampak langsung pada capaian Sustainable Development Goals (SDGs).
Seluruh upaya tersebut sejalan dengan penerapan Environmental, Social & Governance (ESG) di seluruh lini bisnis dan operasi Pertamina. (jpnn)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
BACA ARTIKEL LAINNYA... Daftar Harga BBM Pertamina Terbaru, Ada yang Turun, Jadi Sebegini
Redaktur : Dedi Sofian
Reporter : Dedi Sofian, Dedi Sofian