Lebih dari 100 negara, termasuk Australia dan Amerika Serikat, ingin agar hak paten vaksin COVID-19 dihapus, sehingga negara-negara yang lebih miskin bisa dengan mudah mendapatkan vaksin generik.
Tingkat vaksinasi di Australia saat ini sudah naik dibandingkan beberapa bulan lalu, namun di saat yang sama banyak negara miskin bahkan belum memulai vaksin COVID-19.
BACA JUGA: Bea Cukai Tarakan Lepas Ekspor Perdana 25 Ton Ikan Bandeng Beku ke China
Contohnya saja belasan negara di Afrika dan Timur Tengah, bahkan negara tetangga terdekat seperti Papua Nugini baru, yang baru melakukan vaksinasi terhadap 1-2 persen penduduk mereka.
Dalam mendukung ketersediaan vaksin generik yang lebih murah, Australia mendukung usulan negara-negara anggota Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) agar paten untuk vaksin, pengobatan dan tes COVID-19 dihapus.
BACA JUGA: Kabar Gembira Buat Mahasiswa Luar Daerah di Yogyakarta
Diharapkan negara-negara yang lebih miskin akan bisa melakukan vaksinasi lebih cepat, dengan tujuan mengurangi kemungkinan munculnya varian COVID baru.
Namun berbagai perusahaan obat-obatan yang sudah memproduksi vaksin tersebut menentang dan mengatakan negara-negara miskin tersebut sudah mendapatkan vaksin yang lebih murah.
BACA JUGA: Hasil Penelitian tentang Vaksin Pfizer: Sedikit Mengecewakan, Banyak yang Melegakan
Apa yang dimaksudkan penghapusan paten?Kita mungkin sudah mengenal sebutan obat-obatan generik, yang biasanya lebih murah dibandingkan obat yang sama.
Kandungan obat generik sebenarnya sama dengan obat lainnya.
Obat generik bisa dipasarkan karena paten atau hak eksklusif atas obat tersebut sudah habis masa berlakunya.
Hak paten adalah hak yang dimiliki perusahaan pembuatnya untuk melindungi mereka, karena perusahaan tersebut sudah mengeluarkan dana besar untuk melakukan pembuatan dan uji coba sebelum bisa dipasarkan.
Hal demikian juga berlaku untuk vaksin.
Saat ini aturan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) adalah hak paten monopoli selama 20 tahun bagi vaksin dan obat-obatan baru, sebelum kemudian versi generik yang lebih murah bisa diproduksi.
Namun tahun lalu, India dan Afrika Selatan dengan dukungan dari lebih 60 negara anggota WTO mengusulkan agar hak paten dihapuskan sementara, karena untuk bisa menangani COVID-19 dengan segera. Bagaimana pendapat pendukung dan penentang penghapusan paten?
Negara pendukung penghapusan paten mengatakan negara-negara yang lebih miskin akan bisa memproduksi vaksin sendiri yang lebih murah.
Di negeri seperti Kenya, Suriah, Sierra Leone, Sudan dan Haiti, tingkat vaksinasi sekarang belum mencapai5 persen di masing-masing negara tersebut.
Lembaga hak asasi Amnesty International mengatakan penghapusan paten akan membuat negara-negara bisa meningkatkan dan melakukan diversifikasi seluruh produk COVID-19 termasuk vaksin.
Kim Mulholland dari Lembaga Institut Penelitian Anak-anak Murdoch di Australia mengatakan dana pengembangan teknologi vaksin COVID-19 berasal dari masyarakat, karenanya vaksin adalah milik semua orang.
"Ini adalah kombinasi usaha dari sektor publik dan sektor swasta dan oleh komunitas global yang luas," kata Profesor Kim.
"Jadi saya melihat vaksin ini adalah aset milik komunitas yang dibutuhkan dalam situasi darurat global saat ini."
Tapi pandangan dari perusahaan farmasi sangatlah berbeda.
Asosiasi perusahaan farmasi di Australia, yakni Medicines Australia, mengatakan penghapusan hak paten vaksin COVID malah akan memperlemah usaha vaksinasi yang dilakukan sekarang.
CEO Medicines Australia, Elizabeth de Somer, mengatakan kepada ABC bahwa hak paten melindungi investasi yang sudah dihabiskan oleh perusahaan farmasi untuk menemukan obat-obatan baru.
Menurutnya tanpa adanya perlindungan paten maka perusahaan akan cenderung tidak mau menghasilkan produk baru.
"Diperlukan investasi besar dalam usaha menemukan sesuatu yang akhirnya bisa berguna bagi kita semua," kata Elizabeth.
Menurutnya juga yang menjadi penghalang mempercepat vaksinasi di dunia bukanlah masalah paten, melainkan keterbatasan infrastruktur kesehatan dan kapasitas di masing-masing negara.
"Menghapus hak paten ini tidak serta merta meningkatkan ketrampilan dan material untuk bisa melakukan produksi vaksin," katanya.
"Yang ada hanyalah memberikan resepnya saja." Mengapa Australia mendukung penghapusan paten?
Setelah sebelumnya tidak menyatakan mendukung sepenuhnya penghapusan paten, Australia sekarang secara terbuka mendukung usaha tersebut.
Bulan lalu Menteri Perdagangan Australia, Dan Tehan mengatakan Australia sekarang bekerja sama dengan negara-negara lain guna memastikan adanya konsensus soal ini.
"Yang kami coba lakukan sekarang adalah membangun konsensus di tingkat WTO, sehingga negara-negara akan mendapatkan akses vaksin yang banyak, dan kami bekerja sama dengan negara lain untuk mencapai hasil tersebut," katanya.
Usaha global ini juga mendapat dukungan dari salah satu negara penting, yaitu Amerika Serikat.
Amerika Serikat adalah negara pusat beberapa perusahaan farmasi terbesar di dunia.
Setelah pada awalnya ragu-ragu bulan Mei lalu, Presiden Joe Biden mendukung penghapusan paten, namun hanya untuk vaksin COVID-19, tidak termasuk obat-obatan dan tes. Mengapa penting dilakukan?
Mereka yang mendukung penghapusan paten tidak saja memperhatikan unsur kemanusiaan saja.
Professor Kim mengatakan ada alasan lain mengapa Australia mendukung agar dunia segera mencapai tingkat vaksinasi tinggi.
"Kita sudah mengalami varian Alpha, Beta, Gamma, Delta dan masih ada beberapa varian lain yang ada," katanya.
"Sekarang dari mana asal berbagai varian tersebut? Mereka berasal dari tempat-tempat di mana virus itu bisa menyebar dengan mudah.
"Jadi bisa dikatakan demi kepentingan kita juga, maka semua orang mendapatkan vaksinasi."
Patricia Ranald, peneliti di University of Sydney mengatakan dukungan Australia mengenai penghapusan paten ini juga penting dari segi hubungan internasional.
"Ini sangat penting dalam soal hubungan kita dengan negara-negara tetangga terdekat," katanya.
"Bila kita lihat seluruh negara di Asia Pasifik, semuanya mendukung penghapusan paten."
"Ini penting dalam perdebatan internasional bahwa Australia secara terbuka mendukung penghapusan." Apa yang akan terjadi selanjutnya?
Saat ini lebih dari 100 negara mendukung penghapusan paten terkait vaksin COVID, namun menurut aturan WTO seluruh 164 anggota harus mencapai konsensus sebelum penghapusan paten bisa dilakukan.
Beberapa negara masih tidak yakin perlunya penghapusan, khususnya dari negara anggota Uni Eropa yang kuat seperti Jerman.
Mereka mengatakan hambatan terbesar dalam soal produksi bukanlah pada hak cipta, namun bagaimana agar bisa membuat lebih banyak vaksin dan memastikan berkualitas tinggi.
Dr Ranald dari University of Sydney yakin jika persetujuan mengenai penghapusan paten akan tercapai.
"Ini adalah tantangan besar yang dihadapi Organisasi Perdagangan Dunia dan bagi sistem perdagangan dunia," katanya.
"Bila mereka tidak bisa memberikan tanggapan terhadap kebutuhan mayoritas penduduk dunia, yang mengatakan 'kami memerlukan penghapusan paten untuk menyelamatkan jutaan nyawa manusia' ini akan menjadi kegagalan besar bagi WTO."
Dan tanpa penghapusan paten tersebut, Dr Ranald mengatakan akan diperlukan waktu bertahun-tahun bagi negara berkembang untuk mencapai tingkat vaksinasi tinggi.
Artikel ini diproduksi oleh Sastra Wijaya dari ABC News
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tingkat Vaksinasi Dosis Pertama di Australia Sudah Capai 80 Persen