Seperti Ini Kehidupan WNI yang Tinggal di Perbatasan

Senin, 01 Agustus 2016 – 08:35 WIB
Ilustrasi. Foto: Radar Tarakan

jpnn.com - PONTIANAK – Masyarakat yang tinggal di perbatasan Indonesia-Malaysia masih mendapat perlakuan khusus. Mereka diizinkan belanja kebutuhan hidup dari Malaysia setiap bulan.

“Kami masyarakat perbatasan diperbolehkan belanja ke Malaysia. Satu bulan, jatahnya RM 600 ringgit. Belanja untuk kebutuhan warung,” sebut Idita, salah satu warga perbatasan, Minggu (31/7).

BACA JUGA: Tiga Kali Longsor, Enam Rumah Kena Hantam

Ketentuan perlakuan khusus bagi warga perbatasan berbelanja sebesar Rm 600 ringgit tiap bulannya itu, mengacu pada perjanjian kedua negara yang diatur dalam Border Trade Agreement (BTA) pada 1970.

Hingga saat ini, untuk mencukupi kebutuhan masyarakat, aturan itu masih diperbolehkan. “Ndak semuanya beli di Malaysia. Ada juga dari Sambas belinya,” sebut Dita.

BACA JUGA: Penuh Perjuangan..Akhirnya, Mimika Punya Helikopter, Harganya?

Jarak dari warung Idita melewati PPLB Aruk ke Jabatan Imigresen Malaysia, Biawak, Lundu, Sarawak tidak lebih dari satu kilo meter. Menggunakan kendaraan bermotor, kurang dari sepuluh menit.

Syaratnya, sudah diizinkan oleh tiga petugas Post Pengamanan Lintas Batas (PPLB) yang terdiri dari Imigrasi, Bea Cukai dan penjagaan TNI. Jika ditempuh dengan berjalan kaki, tidak lebih dari 30 menit.

BACA JUGA: Gadis Lugu yang Diperkosa 25 Pria Itu Alami Infeksi

Sementara jika ingin berbelanja di Sambas, masyarkat harus menempuh 80 kilo meter dengan kondisi jalan bervariasi. Sebagian diaspal, selebihnya hanyalah pengerasan.

Jika kondisi kemarau, jalanan menebar debu. Apabila musim hujan, becek dan berlubang. Belum semua jalan diaspal licin. Ada juga beberapa kilo meter yang masih tanah kuning.

Sejak PPLB Aruk-Biawak diresmikan, awal Januari 2011 silam, pemerintah berupaya mengenjot pembangunan kawasan perbatasan, seperti infrastruktur guna menyongsong geliat ekonomi.

Terkendala jarak dan transportasi, masyarkat di Aruk lebih jamak membeli produk malaysia. selain jarak yang relatif dekat, alasan ekonomis juga tentunya. “Agak murah juga di Malaysia. Tapi ndak semuanya,” kata Mak Long, pemilik rumah makan di kawasan perbatasan.

Adapun komoditas yang kerap dibeli sejumlah warga di perbatasan mulai dari gula, minyak goreng, gas, gula bahkan sejumlah barang bangunan juga dibeli dari Biawak.

Aktivitas jual beli antarnegara, rutin dilakukan di sana. Masyarakat juga menjual hasil kebun, seperti sahang ke Malaysia. Kebutuhan yang didapat dari Malaysia, selain untuk dikonsumsi pribadi,  juga untuk diperjual belikan kembali.

Akan tetapi, ada aturan berlaku bagi para pedagang yang menjual produk Malaysia. Apabila barang dagangan itu keluar dari Kecamatan Sanjingan Besar, maka dikategorikan penyelundupan.

“Barang dari Malaysia, khusus berlaku di Sanjingan, tidak boleh keluar. Kalau sudah keluar, dikategorikan penyelundupan,” kata Kapten Inf Aprial, Komandan Kompi A Yonif 144/ Jaya Yuda satuan Kodam II Sriwijaya yang bertugas di PPLB Aruk Sambas dan Biawak Malaysia. (gus/jos/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Nahas, Pasutri dan Putrinya Tewas Terlindas Bus


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler