jpnn.com, BANJARMASIN - Kelangkaan pupuk di Kalimantan Selatan (Kalsel) membuat petani menjerit.
Kios-kios yang biasa menjual pupuk bersubsidi kini banyak kehabisan stok.
BACA JUGA: Semester 1, Pupuk Indonesia Salurkan 4,3 juta ton ke Sektor Pangan
Hal itu menimbulkan kecurigaan. Legislator menduga ada oknum yang bermain. Sebab, disparitas harga yang tinggi membuat sebagian orang memanfaatkannya untuk mengambil keuntungan.
Dugaan itu diungkapkan wakil rakyat saat rapat kerja bersama sejumlah produsen, distributor kios pupuk bersubsidi dan Dinas Tanaman Pangan Hortikultura Kalsel, Kamis (6/7).
BACA JUGA: 4 Alasan Kalsel Layak Gantikan Jakarta sebagai Ibu Kota
Pasalnya, saat reses, dewan banyak menerima laporan dari masyarakat sulitnya membeli pupuk bersubisidi, terutama pada awal musim tanam.
Sekretaris Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalsel Imam Suprastowo mengatakan penyelewengan terjadi di tingkat kelompok tani.
BACA JUGA: Kisah Pilu Mawar, Jadi âPelayanâ Ayah Kandung Sejak 2013
Modusnya adalah mengambil jatah anggotanya di kios resmi. Dengan menggunakan kartu rencana definitif kelompok, kemudian didistribusikan atau dijual kepada petani bukan anggota Poktan.
Imam mencontohkan yang terjadi di Kabupaten Tanah Laut (Tala). Tingginya disparitas harga menjadi faktor utama penyelewengan ini.
Harga pupuk urea bersubsidi per kilogram hanya Rp 1.800. Sedangkan nonsubsidi Rp 4.800 per kilogram.
Apalagi, sekarang di kabupaten tersebut banyak sekali dikembangkan tanaman jagung.
Di sana terjadi ada petani yang tidak masuk dalam poktan tapi bisa membeli di kelompok itu.
“Karena persoalan inilah banyak petani di Tala yang seharusnya mendapat pupuk bersubisidi sehingga tidak bisa mendapatkannya,” ungkapnya.
Dia berharap pemerintah segera membenahi poktan-poktan yang ada.
Selain itu, pemerintah harus melakukan pengawasan sehingga tidak lagi terulang persoalan seperti ini. Sebab, dampaknya dapat menyulitkan para petani.
“Pengawasan dan pembenahan terhadap poktan-poktan, sekarang ini sedang direncanakan adanya kartu petani. Diusulkan pencabutan pupuk bersubsidi,” ujarnya.
Salah seorang pemilik kios resmi pupuk bersubsidi di Kecamatan Tatah Makmur, Kabupaten Banjar Lutfi mengaku agak kesulitan membedakan anggota Poktan dan yang bukan.
“Karena jumlah warga di desa saya itu ada sekitar seribu lebih, jadi tidak bisa kenal semuanya. Jadi, itu yang menjadi kendalanya,” ujarnya. (gmp/by/ram/ema)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dulu Berjuang Memerdekakan Indonesia, Kini Hidupnya Sangat Merana
Redaktur : Ragil