jpnn.com, JAKARTA - Indonesia kehilangan Glenn Fredly Deviano Latuihamallo, musikus berdarah Maluku.
Pemilik nama lengkap Glenn Fredly Deviano Latuihamallo itu merupakan putra pasangan Hengky David Latuihamallo dan Linda Mirna Siahaya Latuihamallo.
BACA JUGA: 3 Hari Sebelum Glenn Fredly Meninggal, Dewi Sandra Bicara Kegagalan Rumah Tangga dan Kematian
Penyanyi yang wafat pada usia 44 tahun itu seakan selalu membawa kebanggaan di setiap langkah bermusiknya.
Mulai dari sisipan suara dan ketukan (beat) etnik khas Maluku di lagu "Rame-Rame", hingga mengajak musisi lain dari Indonesia Timur untuk berkarya bersama.
BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: SBY dan Jokowi, Perppu Corona Tuai Masalah, Glenn Fredly di Mata Sri Mulyani
"Dia keliling ke daerah-daerah (di Indonesia Timur) untuk kembangkan support buat anak-anak muda di sana untuk terus berkarya, memotivasi mereka," kata musikus Edo Kondologit saat dihubungi ANTARA, Kamis (9/4).
"Hal ini sebagai motivasi buat musisi di daerah yang merasa jauh dari pusat, dan merasa kreativitasnya tidak tereksplor. Glenn terus ada untuk men-support," ujar dia melanjutkan.
BACA JUGA: SE MenPAN-RB 9 April, Wajib Diketahui PNS dan PPPK
Musikus asal Sorong, Papua, yang memulai karirnya bersama Glenn pada tahun 1992 itu mengatakan, Glenn terlibat aktif untuk mendukung dan memajukan musik Indonesia, khususnya Indonesia Timur, melalui berbagai gerakan.
Glenn bergabung di sejumlah proyek yang menyerukan kemanusiaan dan musik di bagian Timur Tanah Air, mulai dari EFA (Everyone For Ambon) untuk membantu korban banjir dan longsor di Ambon, bersama musisi lainnya.
Ia menyanyikan "Harapan", lagu ciptaan JFlow bersama Barry Likumahuwa dan 22 orang musikus lainnya.
Lalu ia juga menggagas "Voice of the East" (VOTE), yang menggalang musisi, aktivis, dan pemuka agama untuk bergerak bersama memajukan Indonesia Timur.
Lebih lanjut, Edo mengatakan bahwa ia, Glenn, dan Ivan Nestorman membuat sebuah proyek grup bertajuk Trio Nusa Hitam, yang masing-masing dari mereka mewakili wilayah Indonesia Timur seperti NTT, Maluku, dan Papua.
"Kita ada grup dengan Ivan Nestorman, yaitu Trio Nusa Hitam yang mewakili NTT, Maluku, dan Papua yang mulanya untuk memotivasi anak muda dari Timur," kata Edo.
Bahkan, di sisa hidupnya pun, Glenn bersama Trio Nusa Hitam berencana untuk membuat konser virtual untuk menghibur masyarakat Indonesia yang harus mengkarantina dirinya di rumah akibat pandemi COVID-19.
Glenn juga menyuarakan rasa sayangnya kepada Maluku melalui film "Cahaya Dari Timur: Beta Maluku" (2014). Dalam film ini, ia tak hanya mengisi lagu-lagu tema, namun juga produser film.
Disutradarai Angga Dwimas Sasongko, film yang dibintangi oleh Chicco Jerikho dan Shafira Umm ini diangkat dari kisah nyata.
Film "Cahaya Dari Timur: Beta Maluku" mengambil pendekatan sosial budaya dan akurasi fakta, yang menjadi elemen penting dalam pengerjaan film ini.
Keunikan lainnya, film ini menggunakan dialog Ambon dalam keseluruhan film dan dipilihnya aktor-aktor muda berbakat asli Maluku untuk mengisi peran anak-anak yang ada.
Film tentang sepak bola ini juga mendapat penghargaan di Festival Film Indonesia 2014 sebagai Film Terbaik.
Glenn Fredly adalah musisi yang juga seorang pejuang musik dan vokal untuk isu-isu lingkungan serta pelestarian seni budaya.
Edo, yang bersama-sama merintis karir bermusiknya dengan Glenn pada tahun 1992 itu juga mengungkapkan, pelantun "Januari" itu sebagai sosok musikus yang rendah hati dengan semangat juang tinggi untuk rekan sesama seniman lainnya.
"Dia musisi pejuang. Pejuang seni, juga aktivis dan pejuang. Dia yang menggagas adanya UU Permusikan, dia berjuang agar ada Hari Musik Nasional, bagaimana dia ikut memperjuangkan Ambon menjadi City of Music," kata dia.
Musikus kelahiran Sorong, 52 tahun silam itu pun mengenang Glenn sebagai sosok yang selalu memiliki banyak ide untuk membantu orang lain.
"Idenya enggak habis-habis. Kita rencana mau jalan motivasi adik-adik buat bangkit dan tidak tertinggal. Dia musisi yang tidak memikirkan diri sendiri. Sangat kehilangan," ujar penyanyi yang turut bernyanyi bersama Glenn di lagu "Go Tell It On The Mountain" itu.
Pada perayaan 17 tahun berkarir di dunia musik, Glenn membuat konser "Cinta Beta" yang dijadikan aksi nyata untuk melestarikan seni serta budaya Indonesia bagian timur.
Glenn pun menyuarakan perdamaian di tanah Papua dalam konser "Musik Untuk Republik" tahun lalu.
Glenn rutin membuat konser Tanda Mata sebagai tanda apresiasi untuk musisi Indonesia. Tiap tahun dia fokus pada musisi legendaris yang berbeda.
Dimulai dari Ruth Sahanaya pada 2016, dilanjutkan dengan Slank, Yovie Widianto dan Koes Plus Bersaudara.
Konser musik bukan cuma tempatnya berkarya, tapi juga berbagi dengan sesama.
Sebagian hasil penjualan tiket konser Tanda Mata untuk Yovie Widianto disumbangkan untuk korban gempa dan tsunami Palu, sementara hasil konser Tanda Mata untuk Koes Plus Bersaudara didonasikan untuk korban gempa di Maluku dan asap di Riau.
"Dia adalah sosok yang rendah hati, baik, supel, dan bakatnya luar biasa. Bisa dicontoh oleh semua musisi muda di Indonesia. Indonesia sangat kehilangan. Namun karyanya abadi," tutup Edo Kondologit. (antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Soetomo