jpnn.com - SAMARINDA - Kasus narkoba tak pandang usia dan latar belakang profesi. Seorang arsitek bergelar insinyur yang sudah berusia 55 tahun, Soeyamto, menjadi kurir sabu-sabu. Namun aksinya tak berjalan lama.
Dia berhasil ditangkap anggota Satreskoba Polresta Samarinda. Soeyamto diketahui seorang insinyur dari identitas di KTP-nya yang tertulis title Ir saat diperiksa polisi.
BACA JUGA: Demi Selingkuhan, Suami Tega Aniaya Istri
Soeyamto dibekuk Senin (10/3), sekira pukul 14.00 Wita di Jalan Pangeran Antasari, Kelurahan Air Putih, Kecamatan Samarinda Ulu.
Kabarnya Soeyamto baru sekali melakukan pekerjaan terlarang ini. Namun demikian, polisi tak percaya dengan keterangan yang diberikan kakek bercucu empat tersebut. Dari tangan Soeyamto petugas mengamankan satu poket sabu-sabu seberat 44,39 gram dan sebuah handphone.
BACA JUGA: Ngaku Guru Dancer, Warga Korea Perkosa CVA
Sebelum menangkap Soeyamto, petugas mendapatkan informasi tiga hari sebelum penggerebekan. Laporan tersebut menyatakan bahwa transaksi akan dilakukan di Jalan P Antasari, Gang 8.
“Kami langsung melakukan investigasi agar penyamaran menjadi mudah,” ucap Kasat Reskoba Polresta Samarinda Kompol Bambang Budiyanto, kemarin.
BACA JUGA: Lagi, Sindikat Bisnis Video Porno Anak Dibongkar
Sesudah melakukan penyelidikan, polisi kemudian memakai teknik undercover buyer. Taktik ini ampuh untuk menjebak penjahat obat-obatan terlarang. “Cara tersebut tergolong konvensional tapi tetap eksis menangkap pelaku kriminal,” ujar Bambang.
Tiba waktu penangkapan, tim Satreskoba Polresta Samarinda sudah bersiap di posisi masing-masing. Ada dua tim yang diturunkan, terdiri dari tiga orang. “Saya ikut di tim pertama,” sebutnya.
Nah, yang bertugas melakukan pembelian adalah tim kedua. “Satu orang beli, dua lainnya berjaga di luar gang bersama kami (tim pertama),” ujar Bambang.
Sekira pukul 13.50 Wita, Soeyamto datang berjalan kaki. “Kami curiga, dia diantar oleh bosnya 30 meter sebelum masuk Gang 8,” tuturnya.
Walau demikian, polisi lebih fokus dengan penangkapan Soeyamto. Penyamaran yang dilakukan oleh Satreskoba juga tak sembarangan, mereka terbilang tak kelihatan. Soeyamto kala itu tak menyadari keberadaan polisi.
“Kami menghubungi dia (tersangka). Sementara petugas yang menyamar sebagai pembeli di dalam gang,” sebutnya.
Ketika Soeyamto bertemu dengan polisi yang sedang menyamar, dia bersikap biasa. Karena kurang pengalaman atau sengaja. Sebab biasanya, kurir memiliki tingkat waspada tinggi. Polisi menyebut mereka sebagai anti-polisi. “Kalau kurir sudah ditangkap, jaringan akan terbuka,” kata Bambang.
Penangkapan pun berlangsung dalam hitungan menit, Soeyamto tak kuasa melawan cengkeraman polisi. Dia pun digiring menuju mobil yang menunggu di luar gang.
Polisi terus melakukan penyelidikan kasus Soeyamto. Petugas meyakini dia tak bekerja sendiri, melainkan jaringan. Selain mengaku baru sekali mengantarkan barang haram tersebut, Soeyamto mengaku mengenal bosnya dari warung kopi pada Oktober tahun lalu.
Karena sering berkomunikasi, akhirnya dia dekat dengan pria berinisial GG yang merupakan target polisi selanjutnya.
“Saya sering diberi proyek arsitek atau borongan sama dia,” aku Soeyamto kepada petugas.
Dia mengatakan, selain mendapatkan proyek arsitek, dia juga mendapatkan rupiah dari GG sebagai imbalan mengantarkan sabu-sabu.
“Dapat Rp 2 juta sekali antar,” akunya lagi pada petugas. Dia juga mengaku sedang butuh uang sebab belakangan tawaran proyek arsitek sedang sepi. (*/ypl/far/k7)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pembunuh Ade Sara Dijebloskan ke Sel
Redaktur : Tim Redaksi