Seret LSM Asing ke Dalam Polemik TWK, Eks Pegawai KPK Dijuluki Komprador

Kamis, 08 Juli 2021 – 19:39 WIB
Direktur Eksekutif SDR Hari Purwanto. Foto: dok pribadi for JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto menduga Transparency International tidak memahami kaidah-kaidah hukum internasional.

Hal tersebut disampaikannya berkaitan dengan surat dari lembaga swadaya masyarakat (LSM) asing itu kepada Presiden RI Joko Widodo terkait polemik pemberhentian pegawai KPK yang gagal tes wawasan kebangsaan (TWK).

BACA JUGA: Analisis Para Profesor soal Alasan Novel Baswedan Cs Tak Lulus TWK, Bukan Konspirasi

Hari mengaku heran lantaran TI membanding-bandingkan payung hukum Nomor 30 tahun 2020 dengan Undang-undang (UU) Nomor 19 tahun 2019.

“Kalau begitu artinya LSM Jerman yang bekerjasama dengan LSM yang berada di Indonesia saling diuntungkan (simbiosis mutualisme) dengan keberadaan UU Nomor 30 tahun 2002 dibandingkan dengan UU Nomor 19 tahun 2019,” ujar Hari berdasarkan keterangannya, Kamis (8/7).

BACA JUGA: Penyelenggara TWK KPK itu BKN, Komnas HAM Kenapa Malah Memanggil BIN ya?

Hari menilai, langkah para pegawai KPK yang gagal TWK sangat memalukan. Pasalnya, mereka telah menyeret pihak asing dalam permasalahan dalam negeri, yang sebenarnya mereka buat sendiri.

“Perbuatan 75 eks pegawai KPK memalukan bangsa dan pemerintah Indonesia sampai meminta bantuan LSM asing, dan bisa dikategorikan sebagai komprador (penjual bangsa dan rakyat). Saya meminjam kalimat yang ditujukan bagi 75 eks pegawai KPK yakni, Jangan Ada Dusta di Hadapan Pancasila dan Merah Putih,” katanya.

BACA JUGA: Terungkap, Inilah Instrumen TWK yang Dipakai BKN untuk Pegawai KPK

Dia mengatakan, setiap negara memiliki kekuasaan yang merdeka dan memiliki ketentuan hukum yang berlaku di dalam yurisdiksi Negara.

Indonesia adalah negara hukum dan tunduk pada segala peraturan Perundang-undangan NKRI.

“Pemerintah Indonesia juga memiliki empat pilar kebangsaan yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika. Karena itu negara-negara luar dan lembaga asing harus menghormati hukum yang berlaku di Indonesia," jelas Hari.

"Rakyat Indonesia tunduk pada hukum dan perundang-undangan Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Pemerintah,” tegasnya. (dil/jpnn)


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler