Serikat Pekerja Sesalkan Aksi Komite Pengawas Pelindo Pasang Badan buat RJ Lino

Selasa, 11 Agustus 2015 – 11:17 WIB
Ilustrasi.

jpnn.com - JAKARTA - Serikat Pekerja Jakarta International Container Terminal (SP JICT) mengklaim perpanjangan JICT ke Hutchison Port Holding (HPH) Hong Kong telah melanggar UU dan merugikan Negara.

Mereka menilai perpanjangan konsesi dilakukan tanpa meminta izin Menteri Perhubungan, sebagaimana diwajibkan dalam UU Pelayaran 2008.

BACA JUGA: Gelombang PHK Mulai Menghantam

SP juga heran dan prihatin, karena sejumlah sosok yang selama ini dikenal antikorupsi seperti Erry Riyana, Lin Che Wei dan Natalie Subagio dari Komite Pengawas Pelindo, terkesan pasang badan melindungi Direktur Utama Pelindo II RJ Lino dalam kasus ini.

"Kenapa bisa mereka (Erry Riyana dkk) mengabaikan begitu saja ketentuan hukum tersebut. Sebagai Komite pengawas seharusnya mereka tidak kehilangan objektivitas dan integritas," ujar Ketua Serikat Pekerja JICT, Nova Sofyan, Selasa (11/8).

BACA JUGA: Penimbun Daging Diancam 7 Tahun Penjara, Denda Rp 100 Miliar

SP heran dengan pernyataan Erry dan kawan-kawan yang menyatakan proses perpanjangan konsesi JICT ke HPH berlangsung transparan dan melalui tender. Menurut SP, tampaknya Erry dan kawan-kawan sudah dibohongi atau memperoleh informasi salah. 
 
Nova menjelaskan, Lino menandatangani perjanjian amandemen untuk memperpanjang konsesi JICT pada HPH pada 5 Agustus 2014. Kemudian Lino atau Pelindo II memasang iklan satu halaman sebuah harian nasional pada 9 Agustus 2014, yang menyatakan bahwa perpanjangan konsesi tersebut dilakukan TANPA MELALUI TENDER.
 
SP juga merasa heran dengan pernyataan Natalie Subagjo yang menyatakan HPH membayar uang muka sebesar USD 215 juta (yang sebenarnya hanya setara dengan keuntungan JICT selama dua tahun) dan uang sewa USD 85 juta fix per tahun. Dengan mengatakan itu, Natalie tampaknya ingin menunjukkan bahwa perpajangan konsesi itu sebenarnya menguntungkan Indonesia.
 
SP heran dengan penjelasan Natalie karena faktanya HPH hanya membayar uang muka sedangkan uang sewa per tahun itu akan dibayar oleh JICT atau perusahaan. Tentu saja menjadi pertanyaan besar bahwa asset nasional sebesar JICT yang menangani volume barang 70% di Jakarta hanya dihargai USD 215 juta oleh HPH dan disepakati Pelindo II.
 
Selain itu, SP tidak sepaham dengan pernyataan Lin Che Wei yang menyatakan HPH layak mengoperasikan JICT karena sudah mengenal medan internasional. Pernyataan Lin bahwa perlu masa uji coba dan pendapatan perusahaan bisa berkurang jika operator JICT berganti merupakan kesalahan besar.
 
“Lin meremehkan kemampuan anak bangsa sendiri tanpa mempelajari kondisi sesungguhnya. SP merasa mentalitas semacam ini yang menyebabkan Indonesia selalu diekspolitasi dan dipandang sebelah mata di dunia,” tegasnya.   
 
Nova mengatakan, SP JICT tidak pernah melakukan sabotase. Yang dilakukan SP JICT adalah aksi solidaritas terhadap dua pegawai JICT yang dipecat secara semena-mena tanpa tunduk pada prosedur hukum yang benar. Begitu kedua pegawai itu dipekerjakan kembali, aksi solidaritas pun dihentikan.
 
“SP khawatir bila Komite Pengawas sampai menggunakan data yang salah dan tidak akurat secara mendasar seperti ini, Komite Pengawas memang tidak menjalankan kewajibannya dengan baik,” tambah Nova. 
 
Namun lebih dari itu, SP melihat ada upaya sengaja untuk menyebarkan kebohongan secara terencana dalam rangka mensukseskan perpanjangan konsesi JICT ke HPH.
 
“Agar persoalan ini tidak berlarut-larut dan mengorbankan banyak pihak, SP meminta Pemerintah turun tangan dengan menghentikan perpanjangan konsesi JICT, meninjau kembali pilihan-pilihan yang ada secara seksama dan segera mengambil keputusan sesuai hukum dan kepentingan rakyat seluas-luasnya sesuai prinsip Nawacita,” pungkasnya. (adk/jpnn)

BACA JUGA: Tiongkok Jamin Kereta Cepat Jakarta-Bandung Selesai 3 Tahun

BACA ARTIKEL LAINNYA... Harga Daging Melonjak, Bulog Bakal Terjun ke Pasar


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler