jpnn.com - JAKARTA – Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) menilai kesepakatan soal harga solar antara PT Pertamina dan PT PLN menghasilkan kesepakatan yang 'lonjong'. Pasalnya, pihak Kementerian Keuangan melalui Dirjen Anggaran Kemenkeu minta harga yang disepakati agar diaudit kembali oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"Kami Serikat Pekerja Pertamina tidak mengerti kenapa dilakukan audit kembali, sementara hasil audit BPKP adalah atas permintaan pihak PLN terhadap harga Pertamina para tahun 2013 dan nyatanya justru diabaikan oleh PLN," kata Ugan Gandar, Presiden FSPPB di Jakarta, Kamis (14/8/2014).
BACA JUGA: Jika Saksi Prabowo-Hatta Dinilai Bohong, Elza: Lapor Polisi Saja!
Menurut Ugan dengan anjuran Audit kembali tersebut secara eksplisit dirjen anggaran seolah tidak percaya terhadap hasil BPKP 2013 tersebut.
"Lah kalau tidak percaya untuk apa dirjen anggaran tersebut minta harga solar Pertamina diaudit kembali oleh BPKP untuk harga tahun 2014?" katanya.
BACA JUGA: Dorong Pengusutan Pejabat Negara Fasilitasi Ucapan Selamat ke Jokowi
Menurut Ugan, sebelum BPKP melakukan audit harga Pertamina mestinya BPKP mempertanyakan kepada pihak Kemenkeu sejauh mana mereka percaya terhadap kredibilitas BPKP.
"Kalau kemudian akan menjatuhkan kredibilitas BPKP dan hasilnya tidak percaya, untuk apa melakukan audit? Toh hasilnya akan diabaikan kembali," ucapnya.
BACA JUGA: Wasekjen NU Dukung Ide Jokowi Agar Menteri Lepas dari Parpol
Bagi pekerja Pertamina, lanjutnya, pasti setuju saja harga yang ditawarkan ke PLN diaudit, hanya saja jangan sampai kemudian ada 'tangan besi' yang ikut mengarahkan BPKP yang ujung-ujungnya hasil audit akan merugikan Pertamina.
Ugan juga meminta agar semua pihak profesional dan konsekuen. Kalau hasil audit harga solar keekonomian yang ditawarkan Pertamina ternyata di bawah harga kesepakatan sekarang, maka Pertamina pun harus siap menurunkan harganya. Sebaliknya, jika hasil audit lebih tinggi dari harga yang ditawarkan, maka dirjen anggaran dan pihak PLN harus setuju terhadap kenaikan tersebut dan harus percaya.
Selain itu, Kemenkeu harus bersikap adil terhadap Pertamina dan PLN, jangan hanya harga Pertamina yang diaudit sementara PLN tidak.
"Mestinya untuk azas keadilan dirjen anggaran juga harus memerintahkan kepada BPKP untuk mengaudit PLN terkait penetapan tarif maupun terhadap penggunaan subsidi pemerintah, sehingga kesan keberpihakan Kemenkeu terhadap PLN bisa dianulir," jelasnya.
Serikat Pekerja Pertamina juga sangat menyesalkan pernyataan dirjen anggaran di media massa yang menyatakan akan mengaudit Pertamina terkait pernyataan bahwa Pertamina mengalami kerugian ketika menjual solar ke PLN. Sikap tersebut menunjukan bahwa dirjen anggaran tidak percaya terhadap Pertamina. "Ini sangat kami sesalkan," ungkapnya.
Ugan menyatakan, sejatinya tidak ada niatan sama sekali dari Pertamina untuk mempersulit masyarakat dengan menyetop pasokan solar ke PLN yang dapat mengakibatkan pemadaman listrik. "Jangan permasalah 'akibat' tetapi coba pelajari 'penyebabnya'," tutur dia.
Di samping itu masyarakat juga perlu mengetahui, sekalipun kedua perusahaan ini sama-sama BUMN, namun untuk masalah pembelian solar dan MFO adalah hubungan B to B karena atas keputusan pemerintah (disetujui DPR) PLN menggunakan non PSO (bukan subsidi) dan PLN memiliki peluang untuk membelinya bukan hanya dari Pertamina.
"Jangan lupa, penjualan solar Pertamina ke PLN ini melalui tender di beberapa suplai point Pertamina ikut tender dan menang dan ada juga yang kalah. Namun, kenyataannya pula, bahwa seringkali pemenang tender itu yakni pihak selain pertamina tidak bisa menyuplai solar ke PLN. Dan ternyata akhirnya PLN minta Pertamina yang menyuplai," papar dia. (lum)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mendagri : Pemeluk Bahai Tidak Ditulis di KTP
Redaktur : Tim Redaksi