”Saya melihat kok masih ada kekerasan terhadap wartawan
BACA JUGA: Wiranto Cari Dukungan dari Perempuan
Banyak orang beranggapan, habis rezim hapus pula kekerasan, hanya saja kekerasan yang terjadi sekarang bentuknya berubah menjadi intimidasiDia khawatir, insiden-insiden kekerasan terhadap media massa masih terus berlangsung
BACA JUGA: Luhut Panjaitan Ikut Diperiksa DPR
”Kita perhatikan, wartawan dalam menjalankan tugas kejurnalistikannya masih sering berhadapan dengan preman, demonstran, separatismePersoalan lain, lanjut Hill, hubungan 'terlarang' antara partai politik (parpol) dan media di Indonesia terkadang tidak berdampak positif
BACA JUGA: TB Silalahi Diperiksa Komisi III DPR
”Memang di Indonesia proses demokrasi sudah bergulir, sehingga kemerdekaan pers mulai dirasakanTapi saya lihat di Indonesia tidak sedikit pula parpol punya koran dan punya jaringan mediaDalam dunia liberal, parpol punya media boleh saja, tapi nanti media yang terlalu sektarian tidak akan didukung dan tidak dipercaya oleh masyarakatSebaliknya, pengaruh parpol terhadap media patut ditakuti atau dikhawatirkanSebenarnya, media milik parpol tidak terlalu berbahaya karena sudah jelas misinya, yang paling dikhawatirkan malah media yang bukan resmi milik parpol tapi bisa 'diperalat' parpol,” tukasnya.Menurut Hill, terpenting ialah konsentrasi kepemilikan media“Media di Australia hampir dimiliki oleh dua atau tiga kelompokSeorang menguasai separuh dari mediaDi Indonesia situasinya jauh lebih baikBerarti orang Indonesia boleh memilih puluhan atau ratusan media, tanpa dikuasai atau dipengaruhi oleh satu atau dua orangKonglemerat media, kepemilikan lintas mediaOrang di Australia protes; karena di radio, televisi, dan koran beritanya 'itu-itu saja'.”
Hal lain yang terjadi, lanjut dia, tentang institusi hukum dan peranan judicial“Apa peranan pengadilan dalam mengatasi atau menangani konflik antara masyarakat dengan media; misal soal pencemaran nama baikMemang tampaknya ada beberapa langkah maju, tapi saya merasa belum yakin bahwa instansi atau sistem pengadilan di Indonesia; seperti pengacara, hakim, dan jaksa betul-betul mengerti apa itu media atau pers dan undang-undang persNah, disini diperlukan peran Dewan Pers agar sosialisasi kepada jaksa, hakim, dan pengacara bisa lebih digalakkan,” sarannya.
Menurut Hill, persoalan yang tak bisa ditawar-tawar ialah profesionalisme media”Sebagai seroang karyawan atau wartawan dalam industri media, apa pentingnya harga diri sebagai seorang profesionalInformasi apa yang diperlukan, supaya setiap orang yang berkecimpung di media dapat melakukan tugasnya secara profesional, dengan tidak menyelewengkan tugasUpaya untuk membina, pelatihan supaya setiap orang yang ingin bekerja di media, penting diingatkan dengan kode etik dan larangan terhadap tindakan yang tidak sejalan dengan profesi.”
Terakhir, kata Hill, salah satu aspek dari perkembangan media di Indonesia yang paling menarik ialah hubungan simbiosis dan keseimbangan“Hubungan timbal balik antara media nasional dan lokal ini pentingSaya perhatikan perkembangan media di tingkat provinsi di Indonesia jauh lebih baik daripada perkembangan pers di AustraliaDi daerah itu, saya mengamati perkembangan media sangat mengesankan; betapa giat, rajin, upaya pekerja media di tingkat lokal untuk menghidupkan dan memberi isi tentang harapan di media masing-masing,” pungkasnya.(gus/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Faktor Bandara Perkecil Resiko Kerusakan Lion Air
Redaktur : Tim Redaksi