Setiap Jumat Terbang ke Solo untuk Nonton Pergelaran Ki Purbo

Jumat, 06 Desember 2013 – 14:09 WIB
Kathryn Emerson kini dikenal sebagai penerjemah bahasa pewayangan satu-satunya di Indonesia. Foto: Sekaring Ratri/JAWA POS

Pertunjukan wayang kini tidak seramai dulu. Seni tradisional Indonesia itu justru digandrungi orang-orang asing. Bahkan, di antara mereka ada seorang ahli bahasa pewayangan yang fasih menerjemahkan isi pergelaran wayang secara real time.
 
SEKARING RATRI A., Jakarta

"Do you know what is my hobby?" tanya Kathryn Emerson kepada murid-muridnya yang masih duduk di kelas 3 SD Jakarta International School (JIS).

BACA JUGA: Gara-gara Trauma Lari di Tumpukan Orang Mati

Beberapa murid Kathryn yang berasal dari berbagai negara itu spontan menjawab, "Wayang, gamelan," ujar mereka.

Perempuan berambut pirang sebahu itu pun tertawa.
"Ya, saya hobi berat wayang dan gamelan. Saya hampir tidak punya waktu untuk yang lain, meski kadang saya juga suka membaca dan memasak," papar Kathryn saat ditemui di sela-sela waktu mengajar di JIS, Jumat (29/11).

BACA JUGA: Sukses Selesai Touring, Dapat Medali Kubis

Perempuan asal Kalamazoo, Michigan, Amerika Serikat, itu rela menghabiskan waktu semalam suntuk untuk menyaksikan pergelaran wayang. Di dunia seni pewayangan, nama Kathryn Emerson cukup dikenal. Dia kerap bekerja sama dengan mentornya, dalang kenamaan asal Solo, Ki Purbo. Mereka sering tampil bareng di sejumlah negara seperti AS, India, Jepang, Prancis, Inggris, hingga Bolivia.

Dalam pergelaran itu, Kitsie "panggilan Kathryn Emerson" bertindak sebagai penerjemah untuk penonton asing. Dia menceritakan alur cerita dan para tokoh yang terlibat dalam pertunjukan tersebut, secara real time. Biasanya, melalui layar LCD, para penonton bisa mengikuti jalannya cerita dalam bahasa Inggris. Mirip penerjemah simultan yang kerap berada di forum-forum internasional. Bedanya, yang diterjemahkan Kitsie adalah bahasa pewayangan yang sarat interpretasi.

BACA JUGA: Wajah Lain Hubungan Indonesia-Australia

Bisa dipastikan, dia sangat fasih berbahasa Jawa, baik ngoko maupun kromo. Dia juga hafal tokoh-tokoh wayang yang menjadi lakon dalam pergelaran Ki Purbo.

Tapi, di antara pergelaran yang pernah diikuti, Kitsie terkesan saat tampil di Istana Negara Jakarta atas undangan Presiden SBY pada 2009. Bersama Ki Purbo, pergelaran itu menyuguhkan lakon Sesaji Raja Surya. Dia harus menerjemahkan adegan demi adegan lakon tersebut.

"Saya merasa terhormat bisa tampil di depan Bapak Presiden SBY beserta ibu. Presiden SBY cukup paham wayang, sedangkan Ibu Ani (Yudhoyono) beberapa kali lihat layar LCD membaca terjemahan saya," kenang Kitsie bangga.

Sejak kecil Kitsie sudah mencintai seni. Awalnya fokus pada seni musik. Perempuan yang merahasiakan umurnya tersebut belajar piano klasik sejak umur lima tahun. Setiap hari dia berlatih keras berjam-jam dengan serius. Dia juga rajin mengikuti lomba musik klasik.

Saking cintanya pada musik, saat kuliah di Cornell University, New York, Kitsie mengambil jurusan piano performance. Saat S-2 dia juga mengambil program master di jurusan yang sama di Queens College. Namun, di akhir masa studi, Kitsie merasa telah "tersesat". Dia tidak yakin dengan masa depannya sebagai pianis.

"Mungkin saya bagus (main pianonya), tapi tidak sebagus para pianis di New York. Saya harus terima hidup sebagai accompanies yang hanya mengiringi lomba," ungkapnya.

Di tengah kegalauan hatinya, dia teringat ada kursus gamelan di kampus lamanya, Cornell University. Dia juga menyempatkan diri menyaksikan konser gamelan yang diadakan Kedubes RI di Amerika. Itulah konser gamelan kali pertama yang ditontonnya.

Grup gamelan Kusumo Laras yang beranggota orang-orang Amerika tampil memukau. Kitsie merasa terhibur. Bahkan, sejak itu dia mengaku jatuh cinta pada musik gamelan.

"Musiknya indah sekali. Saya penasaran karena notasinya berbeda. Saya pun langsung bergabung dengan mereka," tuturnya.

Bagai menemukan oase, Kitsie menggauli gamelan siang dan malam. Dia rajin berlatih sampai bisa. Bahkan, pada 1991 dia memutuskan pergi ke Indonesia untuk mendalami gamelan. Namun, sebelum terbang ke negeri asal musik gamelan itu, Kitsie bertemu kawannya yang orang Indonesia. Temannya tersebut meminta Kitsie untuk menjadi guide bagi grup gamelan Indonesia yang tampil di Smithsonian National Museum, New York.

"Grup gamelan itu dipimpin bapak teman saya itu. Namanya Sutino Hardokocarito. Teman saya berjanji mengajari gamelan dan bahasa Indonesia kepada saya. Saya pun setuju," tuturnya.

Grup gamelan itu beranggota para petani tua dari Wonogiri, Jawa Tengah. Hanya dua orang yang masih muda. Yakni, sinden dan penabuh kendang. Karena itu, Kitsie yang bertampang galak diminta untuk menjaga sinden dari godaan si penabuh kendang.

Tugas sampingan itu dijalankannya dengan baik. Si sinden terbebas dari gangguan dan godaan si penabuh kendang. "Lucunya, justru saya yang tergoda dan jatuh cinta. Bahkan, dia kemudian menjadi suami saya sampai sekarang," cerita Kitsie, lantas tertawa terkenang cerita konyol tersebut.

Suami Kitsie itu bernama Wakidi Dwidjomartono. Dia penabuh kendang andal asal Solo. "Kalau ingat itu, saya tersenyum sendiri. Kami sudah 20 tahun menikah," ucapnya.

Ketika akhirnya benar-benar menginjakkan kaki di Indonesia, Kitsie tidak sendiri. Wakidi terus berada di samping kekasih bulenya itu. Dia juga ikut mengusahakan beasiswa Dharmasiswa untuk Kitsie yang bermaksud mendalami gamelan di Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta. Dia belajar selama dua tahun (1992"1994).

Tapi, setamat kuliah, Kitsie sempat bingung. Uangnya habis. Dia lalu melamar menjadi guru di JIS pada 1995. "Kebetulan saya pernah punya pengalaman jadi guru di New York. Saya diterima," jelasnya.

Konsekuensinya, dia harus pindah ke Jakarta. Maka, tahun itu juga bersama suami Kitsie hijrah ke ibu kota. Mereka lalu membuka sanggar Dwidjolaras di kawasan Kemang, Jakarta Selatan. Sanggar itu mengajarkan musik gamelan kepada para anggota.

Setelah menguasai gamelan, sembari menjadi guru di JIS, Kitsie mulai mempelajari dunia pewayangan. Dia lalu mencari sosok dalang yang bisa dijadikan mentor. Ketemulah dia dengan Ki Purbo. Dia merasa sreg dengan gaya Ki Purbo mendalang.

Maka, mulai 2004 Kitsie rajin mengikuti ke mana pun Ki Purbo ndalang. Setiap Jumat atau Sabtu dia terbang ke Solo untuk melihat pergelaran wayang Ki Purbo. Kebiasaan itu berlangsung hingga kini. Dengan begitu, hobinya tersebut tidak mengganggu aktivitasnya mengajar di JIS.

Kitsie mempelajari gaya dan pengulasan cerita wayang dari Ki Purbo. Hingga kini sudah 150 lakon pertunjukan wayang Ki Purbo yang didalaminya. Selain menonton, dia menyisihkan waktu lima jam setiap hari untuk mempelajari bahasa pewayangan.

Sejak saat itu Kitsie meminta suami agar tidak lagi berkomunikasi dengan bahasa Indonesia, melainkan dengan bahasa Jawa. Cara itu sangat efektif. Kitsie dengan cepat menguasai bahasa Jawa, ngoko maupun kromo. Dia pun jadi gampang menangkap alur cerita lakon wayang yang ditampilkan.

Kitsie mengisahkan, pada 2005 seorang rekan guru di JIS tengah hamil. Dia meminta Kitsie untuk menerapkan tradisi Jawa terhadap kandungannya. Misalnya, upacara mitoni (tujuh bulanan). Dalam prosesi tersebut biasanya juga digelar pertunjukan wayang kulit. Dia kemudian mendatangkan Ki Purbo untuk tampil di Jakarta.

Pergelaran di rumah teman Kitsie itu hanya mengundang 30 orang. Banyak yang ekspatriat. Karena itu, untuk menjelaskan alur cerita dalam bahasa Inggris kepada penonton asing, dia menyiapkan layar LCD.

"Setiap 15 menit saya menuliskan jalan cerita itu di LCD. Tapi, tenggat waktu 15 menit tersebut terlalu lama. Karena itu, saya terus berupaya agar bisa menerjemahkan secara real time. Biar langsung bisa dinikmati audiens," ujar guru ekstrakurikuler gamelan di JIS tersebut.

Karena itu, setiap pulang mengajar, dia langsung menyaksikan video pertunjukan wayang mulai pukul 19.00 sampai tengah malam. Dia berlatih untuk dapat menerjemahkan dengan cepat dan akurat. Setiap ada kata atau frasa yang tidak dimengerti, dia akan mencatatnya. Daftar kata atau frasa tersebut lantas dikonsultasikan ke Ki Purbo. Cara itu dilakukan secara kontinu selama tiga tahun. Hasilnya konkret. Dia kini mampu menerjemahkan alur cerita dan penokohan wayang secara real time.

Menurut Kitsie, tidak mudah menerjemahkan pertunjukan wayang. Meski lakonnya sama, urutan kejadian serta interpretasi dalang bisa berubah-ubah. Apalagi, dalang tidak menyebutkan semua tokoh yang ditampilkan dalam pertunjukan tersebut. Mereka menganggap penonton sudah tahu tokoh-tokoh dalam lakon itu.

"Itu tantangannya. Tapi, karena memang sudah suka, semua saya jalani. Sekarang saya sudah punya proyek baru lagi yang juga terkait dengan wayang," imbuh sulung dua bersaudara tersebut.

Baru-baru ini Kitsie merilis paket pendidikan wayang yang diterbitkan Yayasan Lontar. Paket tersebut berisi enam film dokumenter dari enam pergelaran wayang Ki Purbo. Selain itu, ada enam buku yang terdiri atas dua buku wayang transkrip bahasa Jawa, dua buku wayang terjemahan bahasa Inggris dari teks Jawa, dan dua buku berisi terjemahan bahasa Indonesia dari teks Jawa.

Paket tersebut menghadirkan dua lakon terkenal, yakni Makutharama (Mahkota Rama) yang bertema kepemimpinan dan Sesaji Raja Surya (Persembahan Agung Para Raja).

"Saya mengerjakan buku yang berisi transkrip bahasa Jawa dan terjemahan bahasa Inggris," tandas dia. (*/c5/c10/ari)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Lailly Prihatiningtyas, Calon Direktur Utama BUMN Termuda


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler