jpnn.com - JAKARTA – Harga premium dan solar berpeluang naik awal Oktober mendatang.
Harga baru diputuskan akhir bulan ini sembari menunggu perkembangan harga minyak dunia hingga 25 September mendatang.
BACA JUGA: Program Kewirausahaan Macet!
Direktur Pemasaran Pertamina Ahmad Bambang mengungkapkan, harga premium dan solar yang dipatok tetap selama enam bulan terakhir berdampak pada keuangan Pertamina.
Terutama harga solar Rp 5.150 per liter yang dinilai tidak ekonomis lagi. ’’Solar sudah jelas rugi. Kami usulkan naik (harga, Red),’’ ujar Abe, sapaan akrabnya, kepada Jawa Pos.
BACA JUGA: Dirjen Bea Cukai Nyatakan Kesiapannya Bereskan Dwelling Time
Kerugian juga dialami saat Pertamina menjual premium di area Jawa–Madura–Bali seharga Rp 6.450 per liter. Meski merugi, Abe mengakui bahwa defisit penjualan premium tidak sebesar solar. ’’Premium naiknya mungkin hanya sedikit,’’ katanya.
Namun, meski mengaku Pertamina menderita kerugian, Abe menolak membuka data defisit Pertamina dari penjualan dua BBM paling populer tersebut.
BACA JUGA: Rambah E-commerce, RNI Gandeng Sinergi BUMN Lewat Daring
Harga premium dan solar yang berlaku saat ini ditetapkan sejak 1 April 2016. Ketika itu harga premium turun dari awalnya Rp 7.050 per liter.
Harga solar juga anjlok dari Rp 5.750 per liter. Harga minyak dunia jenis Brent pada akhir Maret mencapai USD 41–USD 42 per barel.
Saat mengumumkan kenaikan harga BBM, Menteri ESDM Sudirman Said menegaskan bahwa harga BBM baru akan ditinjau pada akhir September.
Sebab, Juni–Juli bertepatan dengan Ramadan dan Lebaran. Pada Agustus dan September, ada perayaan Idul Adha.
Berdasar peraturan presiden, harga BBM seharusnya ditinjau setiap tiga bulan atau pada akhir Juni.
Jika mengacu pergerakan harga minyak dunia jenis Brent pada periode April hingga Juni, harga BBM pada awal Juli seharusnya naik.
Alasannya, harga minyak dunia pada Juni menyentuh USD 54 per barel. Baru pada Juli dan Agustus, harganya turun lagi menjadi USD 42 per barel.
Kemarin (19/9) harga minyak dunia berkisar USD 46 per barel.
Dirjen Migas IGN Wiratmaja Puja menjelaskan, pemerintah sudah menghitung kisaran harga BBM saat ini untuk bertahan selama enam bulan.
Karena itu, dia meyakini defisit yang ditanggung Pertamina tidak banyak. ’’Kan sudah kami hitung untuk menjaga masa berlaku selama enam bulan,’’ terangnya.
Klaim kerugian Pertamina baru bisa dipastikan pada akhir tahun. Saat itu auditor keuangan negara akan mengaudit keuangan Pertamina dari distribusi BBM.
Jika ada kerugian, pemerintah bakal menggantinya dalam bentuk penyertaan modal negara (PMN) atau bentuk subsidi lain.
Bila ternyata Pertamina masih mendapatkan keuntungan dari tata niaga BBM, hasilnya akan diputuskan untuk disimpan sebagai bantalan tahun fiskal 2017 atau diambil negara.
Meski demikian, Wirat menyatakan bahwa plus-minus yang dialami Pertamina saat ini masih sesuai dengan proyeksi. ’’Untuk harga baru BBM pada awal Oktober, tunggu pantauan sampai 25 September,’’ tandas Wirat. (dim/c14/noe)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Masalah Dwelling Time Akan Dibahas Ditingkat Menteri
Redaktur : Tim Redaksi