jpnn.com, SURABAYA - Peraturan daerah (perda) tentang kawasan tanpa rokok (KTR) di Surabaya kembali dibahas. Wujud raperda yang dikirimkan kembali ke dewan tidak jauh berbeda dengan draf dua tahun lalu.
Ada tujuh tempat yang harus bebas rokok. Dalam aturan itu, ada juga denda Rp 250 ribu bagi perokok yang nekat melanggar.
BACA JUGA: Menteri Yohana: 34,71% Anak Isap 70 Batang Rokok per Minggu
Dua tahun lalu sebagian besar anggota pansus menghendaki raperda itu dikembalikan. Pemkot pun kembali ke aturan lama, yakni Perda 5/2008 tentang KTR.
Dalam perda tersebut, hanya ada lima KTR. Yakni, sarana kesehatan, tempat belajar-mengajar, arena kegiatan anak, tempat ibadah, dan angkutan umum.
BACA JUGA: Sosialisasi Bahaya Rokok dengan Badut
Mantan Anggota Pansus Perda KTR Reni Astuti menerangkan bahwa usul baru tersebut sudah masuk program pembentukan perda (properda).
Artinya, dewan dan pemkot sudah sepakat untuk membahasnya lagi. ''Harapan saya sih harus ada sesuatu yang baru dalam pembahasannya nanti,'' kata politikus PKS tersebut.
BACA JUGA: Jangan Beri Akses Rokok pada Anak dan Remaja!
Reni mengatakan, Surabaya memang perlu punya perda KTR yang baru. Hal itu semakin menegaskan bahwa Surabaya menjadi kota sehat. Karena itu, dia mendukung perda tersebut kembali dibahas.
Polemik pembahasan rawan terulang. Baik dari warga maupun anggota dewan itu sendiri. Sebab, beberapa anggota dewan merupakan perokok aktif.
Mereka ikut terlibat dalam pembahasan perda tersebut. Namun, Reni menegaskan bahwa perda itu tidak melarang untuk merokok.
''Cuma ada batasan tempat-tempat yang harus steril. Misalnya, di masjid, rumah sakit, atau sekolah,'' jelasnya.
Dalam perda lama juga ada kawasan terbatas merokok (KTM). Kawasan tersebut tidak dilarang total. Ada ruangan khusus untuk merokok.
Namun, KTM tidak lagi dibahas dalam raperda yang baru. Dengan begitu, pembahasannya tidak akan serumit perda sebelumnya.
Reni menggarisbawahi agar pembahasan kembali perda tersebut juga diikuti penegakan aturannya. Karena itu, dewan bakal meminta data penegakan Perda Nomor 5 Tahun 2008 tentang KTR.
Salah satunya penegakan KTR di angkutan umum. Saat ini aturan itu tidak ditegakkan. Warga masih bebas merokok di angkutan kota maupun bus.
''Jangan sampai setelah aturan ini selesai malah jadi perda ompong,'' lanjutnya.
Di internal dewan sendiri, pengusulan perda KTR masih menuai pro dan kontra. Banyak yang menganggap perda tersebut bakal kembali ditolak.
Apalagi, ada aturan bahwa tempat kerja harus bebas dari rokok. Padahal, di ruang komisi atau fraksi yang termasuk ruang kerja dewan sering didapati anggota yang merokok.
Karena itu, di ruang komisi dan fraksi selalu ada asbak hingga mesin penyedot asap. Kecuali komisi D yang didominasi anggota dewan perempuan.
Wakil Wali Kota Whisnu Sakti Buana menerangkan bahwa pemkot mengusulkan kembali perda tersebut karena sudah menjadi instruksi dari undang-undang.
Menurut dia, esensi dalam perda yang baru juga sangat penting untuk diatur. ''Kayak di sekolah dan rumah sakit jelas harus diatur,'' jelasnya. (sal/c15/git/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Merokok Bisa Bikin Warga jadi Miskin, nih Datanya
Redaktur & Reporter : Natalia