jpnn.com, SURABAYA - Beberapa waktu lalu balita merokok di daerah Jawa Barat viral di media sosial. Itu membuat Tobacco Control Support Center (TCSC) yang menjadi bagian Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Jatim bereaksi.
Mereka menuntut peraturan memperketat akses rokok.
BACA JUGA: Merokok Bisa Bikin Warga jadi Miskin, nih Datanya
''Fenomena ini bukan yang pertama kali terjadi di Indonesia. Seharusnya bisa dicegah agar tidak terulang,'' ujar Ketua TCSC IAKMI Santi Martini di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga.
Jika dilihat dari aturan, anak-anak usia di bawah 18 tahun seharusnya tidak bisa mengakses rokok.
BACA JUGA: 30 Persen Anak Indonesia Merokok Sebelum Usia 10 Tahun
Tetapi, ironisnya, mereka mendapat rokok bukan dari membeli. Tetapi, terkadang justru diberikan orang-orang di sekitarnya.
Santi mengatakan, fakta di lapangan menunjukkan banyak orang yang belum paham dan sadar mengenai efek berbahaya rokok.
BACA JUGA: Raperda Kawasan Tanpa Rokok Dibahas Lagi
Selain bisa mengganggu kesehatan, nikotin di dalamnya bisa menimbulkan kecanduan.
Sebenarnya, Pemkot Surabaya sudah mengaturnya melalui Perda Kota Surabaya No 5 Tahun 2008 tentang Kawasan tanpa Rokok (KTR) dan Kawasan Terbatas Merokok (KTM).
Namun, perda itu dinilai sudah tidak sesuai dengan UU No 39 tentang Kesehatan dan PP No 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.
''Di Perda 5/2008, baru ada lima lokasi yang ditetapkan sebagai KTR. Padahal, menurut UU 36/2009 dan PP 109/2012 ada tujuh jenis sarana yang masuk,'' tutur Santi.
Dua sarana yang dimaksud adalah tempat kerja serta tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan sebagai KTR.
Berdasar PP 109/2012, KTR merupakan area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok maupun kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan, dan mempromosikan produk tembakau.
''Penyebab adanya balita merokok ini kan karena ada paparan di lingkungan. Entah itu keluarganya yang merokok ataupun melalui iklan yang mudah dijumpai,'' ujar Hario Megatsari, anggota Perhimpunan Promosi Kesehatan Masyarakat Indonesia (PPKMI).
Berdasar riset tim TCSC IAKMI Jatim pada akhir 2017, dari 261 jalan di Kota Surabaya, ada 33,33 persen jalan yang menampilkan iklan rokok. Paling banyak berada di Surabaya Selatan dan Timur.
Hasil riset juga menunjukkan bahwa sebagian besar fasilitas umum maupun tempat kerja yang menyediakan tempat khusus merokok belum sesuai dengan perda. (dwi/c19/dio/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bamsoet Desak Pemerintah Gencarkan Upaya Cegah Perokok Belia
Redaktur & Reporter : Natalia