Siapa yang Senang dengan Kebijakan Relaksasi Transportasi di Masa PSBB?

Kamis, 07 Mei 2020 – 21:33 WIB
Sejumlah pemudik berusah mengelabui petugas. Foto: Antara

jpnn.com, JAKARTA - Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI Syahrul Aidi Maazad meminta pemerintah tidak membuat masyarakat bingung soal larangan mudik.

Di satu sisi Presiden Jokowi menyampaikan untuk melarang semua mudik. Namun, kata Syahrul, di sisi lain ada kebijakan-kebijakan pelonggaran atau relaksasi yang diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan.

BACA JUGA: Bu Ade Yasin Kesal Sama Peraturan Pak Budi Karya Sumadi

"Kasihan petugas di lapangan. Mereka itu dalam menerapkan aturan bingung, masyarakat juga bingung. Nanti hilang kepercayaan pada pemerintah. Karena banyak terjadi cekcok di lapangan? Ini harus dihindari," ujar Syahrul kepada Antara, Kamis (7/5).

Anggota Komisi V DPR RI itu mengatakan dalam rapat kerja virtual bersama Menteri Perhubungan dan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Rabu (6/5), Fraksi PKS sudah menyampaikan kritik terhadap rencana relaksasi tersebut.

BACA JUGA: Jony dan Andri Kecele, Sebut Kebijakan Kemenhub Tidak Jelas

"Kawan-kawan Komisi V banyak menerima. Kendati demikian, tetap melakukan pengawasan. Kami dari PKS menolak relaksasi," ujar Syahrul.

Ia mengatakan bahwa PKS menyetujui adanya kelonggaran bagi perjalanan kargo dan pejabat negara. Namun, tidak untuk kepentingan bisnis.

BACA JUGA: Menhub Izinkan Transportasi Beroperasi, Hotman Paris Ngebet Dansa di Bali

Menurut dia, memang ada beberapa item yang tidak boleh berhenti di saat kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) diterapkan. Syahrul mencontohkan pekerjaan petugas kelistrikan.

"Petugas listrik yang bekerja 'kan harus dimobilisasi juga transportasi mereka," ujar Syahrul.

Namun, PKS mempertanyakan mengapa pemerintah melakukan relaksasi tranportasi bagi kepentingan bisnis?

Syahrul mencurigai kebijakan tersebut untuk mengakomodasi atau membuat senang kepentingan pihak tertentu.

"Kami mencurigai ada kepentingan orang yang terganggu bisnisnya yang ingin diakomodasi," kata Syahrul.

Menurut dia, angka kasus COVID-19 di Indonesia belum menunjukkan penurunan. Sifatnya masih flat, di sejumlah daerah justru ada yang meningkat.

"Kalau ini nanti dilakukan relaksasi, lalu ada peningkatan jumlah korban terinfeksi, Pemerintah mengeluarkan banyak dana lagi 'kan? Kami berharap pemerintah satu suaralah, jangan membuat kebijakan membingungkan," kata Syahrul. (antara/jpnn)


Redaktur & Reporter : Adek

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler