Siapkan Mekanisme Batas Atas dan Bawah

Minggu, 28 Desember 2014 – 05:05 WIB
Petugas SPBU. Foto: dok.JPNN

JAKARTA – Tim Reformasi Tata Kelola Migas (RTKM) menyiapkan berbagai proteksi agar rekomendasi mengenai penghapusan bahan bakar minyak (BBM) RON 88 atau Premium tidak mudah dipatahkan. Termasuk, saat rekomendasi itu dituding hanya cocok saat harga minyak dunia terjun bebas seperti saat ini.
         
Saat menghadiri diskusi berjudul Selamat Tinggal Premium di Jakarta Pusat, dia menegaskan rekomendasi yang diberikan sudah memikirkan potensi naiknya harga BBM kembali. Dalam paket rekomendasi, disebutnya sudah ada mekanisme batas atas dan batas bawah. ’’Subsidi tetap ada, tetapi bisa berubah besarannya,’’ ujarnya.
         
Maksudnya, nanti akan ada evaluasi besaran subsidi ketika rekomendasi sudah berjalan. Ada batas atas dan batas bawah harga minyak dunia yang disepakati oleh pemerintah. Misalnya, pada awal rekomendasi dijalankan, RON 92 atau Pertamax diberikan subsidi Rp 500.
         
Ternyata dalam enam bulan kemudian harga minyak yang awalnya USD 60 per barel naik menjadi USD 80 per barel. Kalau pemerintah menganggap Rp 500 masih tepat, besaran subsidi yang diberikan bisa diteruskan. Tetapi tidak demikian ketika sudah menyentuh level USD 90 per barel.
         
’’Kalau terus naik (harga minyak mentah, red), ditambah lagi (subsidinya),’’ imbuhnya. Menurutnya, tidak masalah kalau ada perubahan besaran rupiah dalam subsidi dalam setahun. Asalkan, pemerintah tetap konsisten menggunakan mekanisme subsidi tetap saat rekomendasi dijalankan.
         
Saat ditanya berapa harga atas dan bawah versi Tim RTKM, Faisal mengatakan itu bukan tugasnya. Jadi, dia tidak bisa menjawab angka idealnya. ’’Pada dasarnya, pemberian subsidi tetap ada. Diberikan ke pengganti Premium. Entah nanti nama produknya Bensin Rakyat atau apa. Sama saja,’’ tuturnya.
         
Dia menegaskan, rekomendasi keluar bukan karena harga minyak dunia turun. Itu hanya menjadi momentum saja. Yang terpenting, dalam pembentukan bensin itu tidak ada transparansi. Indonesia sebagai satu-satunya negara yang menggunakan RON 88 menjadikan prosesnya mudah disusupi mafia Migas.
         
Kemungkinan rebound harga minyak dunia pada tahun depan memang belum ada yang bisa memastikan. Tetapi, Chris Faulkner, CEO Breitling Energy mengatakan pada 2015 harga minyak dunia bisa naik setidaknya sampai USD 70 per barel pada kuartal kedua.
         
Penyebabnya, Saudi Arabia yang selama ini bersikukuh bahwa OPEC tetap memproduksi minyak 30 juta barel per hari, tidak peduli berapapun harganya mulai melunak. Ketika mereka mulai menurunkan produksi itulah, harga minyak perlahan merangkak naik. Faulkner menyebut ada titik dimana mereka akan menyerah.

’’Panic button ketika harga menyentuh USD 40 per barel,’’ katanya seperti dikutip dari CNBC. Untuk harga minyak sendiri, saat ini diperdagangkan di kisaran USD 61 per barel untuk jenis Brent.

BACA JUGA: Diduga Ada Kartel yang Bermain

Dalam diskusi itu, Sofyano Zakaria, Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik sempat menyinggung keputusan rekomendasi penghapusan Premium. Dia merasa janggal karena selama ini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) saat melakukan audit tidak pernah menemukan masalah. Tetapi, tiba-tiba saat tim dibentuk, muncul temuan itu.

Faisal selaku ketua memastikan timnya bergerap tanpa ditunggangi kepentingan apapun. Dia lantas membalik tudingan itu dengan menyebut sebenarnya sudah ada kajian dari universitas. Namun, tidak bisa ditindaklanjuti pemerintah karena harga minyak mentah mahal.

BACA JUGA: 2015, Sulut Diprediksi Masih di Atas Nasional

’’Soal enggak ditemukan BPK, memang enggak ada kerugian negara secara langsung. Kalau bisa langsung ketemu, bukan mafia namanya,’’ terang pakar asal Bandung itu.

Lantaran banyak yang mengira rekomendasi itu diambil dengan buru-buru, Faisal lantas menjelaskan apa yang terjadi sebelum pengambilan keputusan. Saat tim sudah merumuskan rekomendasi, mereka tidak serta merta menyerahkan ke Menteri ESDM Sudirman Said. Tetapi, menggelar pertemuan dengan Pertamina terlebih dahulu.

BACA JUGA: 2015, Pelindo III Bangun Fasilitas Curah Kering di Teluk Lamong

Perwakilan Pertamina mengatakan rekomendasi itu bisa dijalankan. Malah, perusahaan pelat merah itu mengaku bisa menjalankan rekomendasi dalam dua bulan saja. Atas berbagai pertimbangan, tim tidak menjadikan pernyataan Pertamina sebagai dasar waktu transisi. Ada ’’bonus’’ waktu menjadi lima bulan.

’’Ada salah paham di masyarakat kalau kilang yang bisa digunakan untuk menghasilkan RON 92 hanya Balongan. Dari pertemuan, kilang Pertamina semuanya bisa menghasilkan Pertamax Off,’’ urainya.

Pria kelahiran 1959 itu lantas menjelaskan, Pertamax Off setara dengan RON 92 tetapi memiliki kadar aromatic tinggi. Perlu Methyl Tertiary Butyl Ether (MTBE) pada proses produksi untuk mengurangi kadar itu. MTBE sendiri harganya 70 persen dari harga HOMC (High Octan Mogas Component).

Tim makin yakin penghilangan Premium bisa sukses karena Pertamina punya saham di Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) Tuban. Dari kilang itu, bisa menghasilkan 46 ribu barel produk RON 92 per hari. ’’Sandiaga Uno juga punya kilang di Bojonegoro, bisa dipakai. Tapi, selama ini susah produksi karena di sebelahnya ada produsen crude,’’ ungkapnya.
         
Bersatunya kilang-kilang itu, dia menyebut produksi Pertamax yang saat ini dikisaran 197 ribu barel bisa digenjot menjadi 5,3 juta barel per bulan. Lantaran Pertamina sudah siap, seharusnya tidak ada masalah lagi. Dia meminta jangan lagi ada yang menyandera Pertamina dengan tudingan tidak mampu menjalankan rekomendasi.

’’Yang kami lakukan Insya Allah terbaik untuk masyarakat. Soal ada yang dirugikan, ini bukan surga, pasti ada yang dirugikan.  Tapi kalau yang dirugikan mafia, bodoh amat,’’ tegasnya.

Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina Ahmad Bambang saat dihubungi membenarkan pihaknya siap menjalankan rekomendasi itu. Namun, tidak bisa langsung karena butuh waktu untuk menyiapkan kilang. ’’Pertamina harus mengolah lagi naphta agar menjadi RON 92. Itu disiapkan melalui proses kilang TPPI Tuban,’’ terangnya.

Ibrahim Hasyim, anggota Komite BPH Migas ditempat yang sama mengaku tidak bisa memberikan komentar apa-apa karena Pertamina sudah menyatakan sanggup. ’’Bagaimana lagi, kalau pengadaannya sanggup, semua siap, bagus. Masyarakat bisa dapat minyak yang kualitasnya lebih bagus,’’ ucapnya.

Dia hanya menitipkan soal supply chain kepada Faisal Basri untuk dikaji betul. Sebab, kalau stok kosong dalam satu jam saja, resiko sosial politiknya tinggi. Termasuk soal kondisi Indonesia yang merupakan negara kepulauan, distribusinya bisa sangat rumit.

Meski demikian, BPH Migas siap mengeluarkan aturan baru soal distribusi ketika pemerintah mengetok palu tanda setuju dengan rekomendasi tim. Pertamina, sarannya, terus membangun komunikasi dengan pemerintah. Mereka tidak boleh malu-malu untuk meminta bantuan.

’’Pemerintah perlu mengambil berbagai peran. Seperti soal kilang yang sudah tua dan tinggal menunggu rubuh saja itu,’’ tandasnya. Selain itu, soal sosialisasi karena penghilangan Premium adalah perubahan besar. Volume BBM nasional 90 persen diganti dan rentan muncul resistensi.

’’Momentum harga minya dunia yang turun memang harus dimanfaatkan. Kapan naik, yang saya pahami itu tergantung pertarungan OPEC dan Amerika (shale gas). Sekarang mereka mau damai, dan disini akan muncul titik keseimbangan baru,’’ katanya.
 
Hiswana Migas Minta Perlindungan
 
Seperti yang diberitakan Jawa Pos sebelumnya, M. Ismet Ketua II DPP Himpunan Swasta Nasional Minyak dan Gas (Hiswana Migas) kembali membawa isu untungnya SPBU asing saat rekomendasi dijalankan dalam diskusi.

Dia mengatakan, SPBU Pertamina tidak sanggup kalau head to head langsung dengan SPBU asing seperti Shell, Total, maupun Petronas.

’’Kompetitor saat kami masih mendistribusikan RON 88 seperti mati suri. Tapi, setelah muncul rekomendasi penghapusan itu, mereka mulai menggeliat. Momen seperti ini yang mereka tunggu. Terus terang, kemampuan kita di bawah, berikan perlindungan kepada kami,’’ jelasnya.

Dia juga mengingatkan kepada pemerintah kalau nanti menetapkan subsidi tetap, margin harus dihitung ulang. Saat ini, margin tiap liter yang keluar dari nozzle SPBU adalah Rp 210 per liter. Ketika harga Premium naik, angka itu disebutnya tidak berubah. Padahal biaya operasiona naik termasuk pajak yang dibayarkan.

Dia ingat betul, dulu Pertamina menuntut pengusaha untuk memperbaiki tampilan SPBU. Sebab, sempat ada stigma bahwa SPBU yang asal bangun. ’’Kita turuti supaya enggak asal jadi. ’’Baju’’ bagus bukan berarti kami untung besar. Sekarang bagus, mewah, tapi tetap berdarah-darah,’’ ungkapnya. (dim)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Subsidi Tetap BBM Rumitkan Pengusaha dan Masyarakat


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler