jpnn.com - JAKARTA - Sidang Pembunuhan Yosua: Romo Magnis Singgung Zaman Hitler, Jelas Menyasar Ferdy Sambo.
Guru besar filsafat Franz Magnis Suseno mengatakan pemberi perintah memiliki tanggung jawab besar dibandingkan si penerima perintah dalam melakukan suatu hal, khususnya dalam peristiswa tindak pidana.
BACA JUGA: Brigadir J Terkesan Menghindar, Ferdy Sambo Bilang Tak Lazim
Hal itu diungkap Romo Magnis saat dihadirkan sebagai ahli meringankan dalam sidang lanjutan perkara pembunuhan berencana terhadap Brigadir J dengan terdakwa Bharada Richard Eliezer di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (26/12).
Semula jaksa penuntut umum (JPU) menyinggung perihal seseorang melakukan kejahatan karena dalam keadaan bingung antara harus menjalankan perintah atau tidak.
BACA JUGA: Ahli Pidana Singgung Kasus Habib Rizieq di Sidang Ferdy Sambo, Apa Kaitannya ya?
JPU juga menyinggung soal relasi kuasa antara pemberi dengan penerima perintah.
Khususnya, seseorang yang berpangkat jenderal memberikan perintah pada seseorang berpangkat bharada.
BACA JUGA: Satu per Satu Jaksa Tumbang, Kompak dengan Kuasa Hukum Ferdy Sambo, Hakim Tegas
Dalam kasus itu, kata kubu JPU, ada kemungkinan si penerima perintah dalam kondisi tertekan meskipun pada akhirnya sadar dan berusaha membantu mengungkap kejahatan itu.
Lebih berat mana tanggung jawab di antara si pemberi perintah dengan yang mendapatkan perintah?
Zaman Kekuasaan Adolf Hitler di Jerman
Romo Franz Magnis mengatakan si pemberi perintah memiliki tanggung jawab besar atas suatu kejahatan.
Penulis buku Menalar Tuhan itu lantas memberikan contoh kasus yang terjadi pada zaman kediktatoran Adolf Hitler, si pemimpin Nazi, menguasai Jerman.
"Menurut saya jelas yang memberi perintah (yang punya tanggung jawab besar). Saya bukan ahli, tetapi saya ikuti di dalam pembicaraan mengenai yang terjadi di zaman Nazi di Jerman, di mana berulang kali orang melakukan (menjalankan, red) perintah-perintah karena diperintahkan," kata Romo Magnis di ruang sidang.
Menurut Romo Magnis, pada zaman Nazi banyak orang menjalankan perintah karena dalam kondisi terancam.
Selain itu, si penerima perintah bahkan mengetahui konsekuensinya bila tak mengamini perintah tersebut.
"Jadi, menurut saya jelas tanggung jawab yang memberi perintah itu jauh lebih besar, malah kata-katanya, yang diperintah itu orang kecil, bisa melakukan karena dia juga tahu akibatnya buruk kalau tidak melakukannya," ujar Romo Magnis.
Bharada E merupakan satu dari lima terdakwa pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.
Terdakwa lain dalam perkara itu ialah Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf.
Surat dakwaan dari jaksa penuntut umum menyebut Bharada E menembak Brigadir J di rumah dinas Ferdy Sambo, Kompleks Polri Duren Tiga, Jaksel, pada 8 Juli 2022.
Bharada E menembak Brigadir J karena diperintah oleh Ferdy Sambo yang pada saat itu masih aktif sebagai kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Divpropam) Polri.
Ferdy Sambo Cs didakwa dengan Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 dan 56 KUHP. Mereka terancam hukuman mati. (cr3/jpnn)
Redaktur : Soetomo Samsu
Reporter : Fransiskus Adryanto Pratama