Sidang Sengketa Pilpres di MK, FAPP Sebut 13 Dosa Politik Tim Hukum Paslon 02

Kamis, 20 Juni 2019 – 06:25 WIB
Juru Bicara Forum Advokat Pengawal Pancasila (FAPP) Petrus Selestinus sekaligus selaku kuasa hukum terkait tidak langsung PHPU di MK. Foto: Ist for JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Forum Advokat Pengawal Pancasila (FAPP) mencermati dinamika persidangan Permohonan PHPU khususnya sengketa hasil Pilpres 2019 yang diajukan Paslon Nomor Urut 02 Prabowo Subanto - Sandiaga Uno di MK. FAPP mencatat sejumlah peristiwa dan langkah Tim Hukum Paslon Nomor Urut 02 sebagai model dan strategi perjuangan yang berpotensi menjadi "celaka 13" dan menjadi 13 dosa politik Tim Hukum Paslon Nomor Urut 02 untuk mendapatkan kekuasaan sebagai presiden dan Wakil Presiden dalam Pemilu 2019, melalui MK.

Demikian disampaikan Juru Bicara Forum Advokat Pengawal Pancasila (FAPP) Petrus Selestinus sekaligus selaku kuasa hukum terkait tidak langsung PHPU di MK melalui keterangan persnya, kemarin.

BACA JUGA: Momen Said Didu Dicuekin KPU dan Tim Kuasa Hukum Jokowi-Maruf Amin

Menurut Petrus, FAPP menyebutnya sebagai celaka 13 (tiga belas) yang menjadi 13 (tiga belas) "dosa politik" Tim Hukum Paslon Nomor Urut 02, karena ke-13 Dosa Politik dimaksud terungkap dalam Pemohonan PHPU.

BACA JUGA: Panglima Mutasi dan Promosi Jabatan 34 Perwira Tinggi TNI, Nih Nama - Namanya

BACA JUGA: Sidang Sengketa Pilpres di MK, Saksi Paslon 02: Saya Dituduh Sebagai Penjahat Politik

Selanjutnya, FAPP mencatat 13 dosa politik Tim Hukum Paslon 02 sebagai berikut:

1. Menciptakan ketidakpastian dalam Permohonan PHPU Paslon Nomor Urut 02, karena mengajukan dua Permohonan PHPU berbeda tertanggal 24 Mei 2019 dan Perbaikan PHPU tanggal 10 Juni 2019.

BACA JUGA: Saksi 02 Klaim Lihat Anggota KPPS Coblos 15 Surat Suara

2. Memasukkan persoalan Proses Pemilu dan Pelanggaran Pemilu Pilpres yang menjadi kewenangan konstitusional Bawaslu, KPU, Gakkumdu (Sentra Penegakan Hukum Terpadu), DKPP dan PTUN ke dalam PHPU yang hanya menjadi wewenang MK.

3. Tanpa merasa bersalah, meminta kepada MK untuk mencampuradukan wewenang, melampaui wewenang dan bertindak sewenang-wenang terhadap kekuasaan dan wewenang lembaga lain yaitu BAWASLU, KPU, GAKUMDU, DKPP, PTUN dll.

4. Merumuskan Tuntutan atau Petitum yang saling bertentangan antara Petitum yang satu dengan Petitum yang lain yang dirumuskan secara alternatif dan berlapis-lapis tetapi meminta untuk dikabulkan seluruhnya.

5. Menggunakan bukti-bukti yang tidak mendukung kebenaan dalil Permohonan PHPU Paslon Nomor Urut 02, sehingga yang terbaca dalam PHPU adalah hanya dalih-dalih bukan dalil-dalil hukum PHPU sesuai dengan standar Hukum Pembuktian yang berlaku.

6. Merumuskan narasi dan diksi dalam PHPU yang bersifat fitnah kepada Paslon Nomor Urut 01 (bahwa Jokowi-Ma'ruf Amin telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan penggelembungan dan pencurian suara), tanpa bukti-bukti yang mendukung narasi dan diksi yang bersifat fitnah tsb.

7. Tidak adanya pertanggungjawaban Paslon 02 dalam PHPU tentang klaim perolehan suara 62 persen (yang ketika dideklarasikan dilakukan dengan sujud syukur dan diliput media) kemudian turun menjadi 54 persen dan terakhir dalam PHPU hanya 52 persen suara yang diklaim.

8. Tidak adanya bukti tentang berapa jumlah pelanggaran yang dilakukan oleh KPU atau Paslon 01 atau Pemilih yang oleh Paslon 02 telah adukan ke Bawaslu/Gakkumdu/DKPP yang telah diputus atau tidak diproses sehingga dengan bukti-bukti menjadi alasan dalam Permohonan PHPU.

9. Kontradiksi antara tuntutan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di seluruh Indonesia (tanpa alasan hukum) dengan menuntut agar MK mendiskualifikasi Paslon 01 dan Pemecatan terhadap seluruh Komisioner KPU di seluruh Indonesia untuk dikabulkan seluruhnya dalam suatu putusan.

10. Upaya menjadikan MK sebagai lembaga "superbody" melalui PHPU dengan cara mencaplok seluruh wewenang Lembaga Negara yang lain, padahal upaya demikian seharusnya melalui proses Uji Materil UU atau proses Legislasi di DPR.

11. Menjadikan MK sebagai pintu terakhir penentuan Presiden dan Wakil Presiden terpilih Hasil Pemilu 2019 dengan mengabaikan prinsip Kedaulatan Rakyat dan prinsip Negara Hukum.

12. Menjadikan MK sebagai lembaga Peradilan Umum dengan fungsi yang sangat teknis untuk menangani hal-hal teknis dalam Peradilan seperti memeriksa bukti, memverifikasi bukti, melakukan Pemeriksaan Setempat dll., sementara waktu persidangan dibatasi hahya 14 hari.

13. Menampilkan aroma cita-cita perjuangan tagar #2019 Ganti Presiden# dan gerakan "People Power" yang gagal dilakukan sebelumnya dan ingin didapatkan kembali melalui Permohonan PHPU ke MK.

Menurut Petrus Selestinus, berdasarkan 13 dosa politik tersebut maka FAPP mendesak MK untuk mendiskualifikasi Permohonan PHPU Paslon Nomor Urut 02, karena Permohonan PHPU yang diajukan oleh Tim Hukum Paslon Nomor Urut 02, dilandasi iktikad tidak baik, tidak bertujuan untuk menguji kebenaran Penghitungan Suara Hasil Pilpres 2019, tetapi bertujuan untuk mengacaukan hasil pemilu 2019.

Bahkan, menurut Petrus, tim kuasa hukum Paslon 02 beriktikad mengganti Presiden Jokowi 2019 dari kemenangan yang sudah diraih secara demokratis. “Jadi tim Kuasa Hukum Paslon 02 mengacaukan prinsip kedaulatan rakyat dan prinsip negara hukum menurut UUD 1945,” tegas Petrus Selestinus.(fri/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tanggapan BW soal Haris Azhar Enggan jadi Saksi Prabowo-Sandi


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler