jpnn.com - JAKARTA – Sikap Komisi Pemilihan Umum (KPU) memertahankan aturan tidak mengakui calon kepala daerah dari Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) jika belum ada putusan berkekuatan hukum tetap terkait dualisme kepengurusan atau belum ada islah, dinilai sudah tepat.
Aturan yang dituangkan dalam Peraturan KPU tentang Pencalonan Kepala Daerah tersebut juga dinilai telah sesuai Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015, tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota.
BACA JUGA: Kemenlu Pusing dengan Pengakuan Cicih
“KPU sudah benar, bukan hanya memertahankan undang-undang, tapi juga menjaga kemandirian. Ini penting ya, KPU ini sedang menjaga kemandirian agar memberi contoh ke banyak pihak. Bahwa dalam proses pelaksanaan UU Pemilu itu dan melaksanakan proses pilkada, harus tidak mendapatkan intervensi siapapun,” ujar Koordinator Jaringan Pendidikan Pemilih Untuk Rakyat (JPPR), Masykurudin Hafidz, di Jakarta.
Ditekankan, sebagai penyelenggara, KPU harus benar-benar mandiri. Apalagi aturan yang disusun dalam pedoman pelaksanaan pilkada, telah sesuai dengan UU yang pada dasarnya dibuat oleh DPR.
BACA JUGA: Bareskrim Dalami Siapa Pemberi Perintah Pamen yang Diduga Terima Suap
Masykurudin menilai, anggota DPR sedang memermainkan hukum, jika sampai merevisi UU Nomor 8 Tahun 2015 hanya karena dalam PKPU diatur syarat parpol yang berkonflik baru dapat mengajukan pasangan calon jika telah mengantongi putusan hukum berkekuatan tetap.
“Itu sebenarnya justru anggota DPR sedang memermainkan hukum, jadi alat mainan untuk mengejar kekuasaan dalam konteks mereka mengikuti pencalonan. Masyarakat bisa menilai dalam membuat undang-undang DPR selama ini bukan untuk kepentingan publik, tapi kepentingan kelompok,” ujarnya.
BACA JUGA: Sambangi Tipikor, Pendukung Fuad Amin: Ini Bukan Disuruh
Saat ditanya sejauh mana kemungkinan revisi dapat dilaksanakan mengingat pemungutan suara pilkada sudah harus digelar 9 Desember mendatang, Masykurudin mengatakan dapat saja terlaksana. Namun tidak akan maksimal. Alasannya, dari segi waktu sudah sangat mepet. Karena itu kalau dipaksakan, dikhawatirkan dapat memerburuk proses legislasi di antara anggota DPR sendiri.
“Tahun ini saja mereka enggak berhasil memenuhi target. Jadi ngapain mengurus undang-undang yang sudah ada. Mending mencanangkan yang baru. Itu kan target utama, tidak eloklah mereka membahas UU yang baru selesai dan meninggalkan undang-undang yang telah dicanangkan dari awal,” katanya.
Sebelumnya, Ketua KPU Husni Kamil Manik menyatakan PKPU soal pencalonan kepala daerah tidak akan berubah. Penyelenggara pemilu tetap menginginkan partai politik yang mengikuti Pilkada tidak sedang dalam sengketa kepengurusan. Aturan tersebut telah diputuskan dalam rapat pleno KPU. Bahwa kepengurusan parpol yang berhak mengajukan calon kepala daerah ialah yang terdaftar dalam surat keputusan (SK) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenhukham).
Jika kemudian ada partai yang bersengketa kepengurusan, maka yang diakomodasi berdasarkan putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap. Jika belum ada putusan pengadilan maka parpol harus menyatakan islah.
Saat ditanya bagaimana sekiranya belum ada putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap dan parpol tidak islah, Husni mengatakan hal tersebut tidak ada diatur dalam PKPU tentang Pencalonan Kepala Daerah. (gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Fuad Amin Jalani Sidang Perdana di Tipikor
Redaktur : Tim Redaksi