jpnn.com, JAKARTA - Majelis Ulama Indonesia (MUI) memberikan pandangan terhadap besaran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) tahun 1445 H/2024 M.
Sesuai kesepakatan pemerintah dan Komisi VIII DPR RI biaya haji reguler sebesar Rp 93,410.286.
BACA JUGA: MUI Usulkan 3 Calon PJ Gubri ke DPRD Riau, Ini Daftarnya
Menurut Wakil Ketua Wantim MUI Zainut Tauhid Sa'adi angka tersebut sudah cukup proporsional, artinya Bipih atau beban biaya yang harus ditanggung oleh jemaah haji dengan subsidi dari nilai manfaat cukup berimbang.
Dari jumlah tersebut, besaran Bipih sebesar Rp 56.046.172 (60%) dan nilai manfaat sebesar Rp 37.364.114 (40%).
BACA JUGA: BPKH Siapkan Distribusi Pemanfaatan Daging Dam Jemaah Haji untuk Umat
"Menurut pandangan kami, skema BPIH harus memperhatikan dua aspek, yaitu keadilan dan keberlanjutan," kata Zainut dalam pesan singkatnya kepada JPNN.com, Jumat (1/12).
Komposisi Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) yang ditanggung jemaah dan penggunaan nilai manfaat harus dihitung secara proporsional dan berkeadilan.
BACA JUGA: Arab Saudi Beri Kesempatan Jemaah Haji Indonesia Pulang Lebih Dahulu, Ini MekanismenyaÂ
Hal ini dimaksudkan untuk menjaga agar nilai manfaat yang menjadi hak seluruh jemaah haji Indonesia, termasuk yang masih mengantri keberangkatan, tidak tergerus habis.
"Kita semua mesti tahu bahwa nilai manfaat itu bukan hanya milik jemaah yang tahun ini berangkat, tetapi hak seluruh jemaah yang telah membayar setoran awal dan mereka masih menunggu antrian berangkat hingga 40 tahun," tuturnya.
Sebagaimana diketahui pemanfaatan dana nilai manfaat sejak 2010 sampai dengan 2022 terus mengalami peningkatan.
Penggunaan nilai manfaat pernah mencapai angka hingga 59% pada 2022 gara-gara Arab Saudi menaikkan layanan biaya masyair secara signifikan jelang dimulainya operasional haji tahun 2022/1443 H di saat jemaah haji sudah melakukan pelunasan Bipih.
MUI berpendapat kondisi seperti ini sudah tidak normal.
"Kami mendorong agar nilai manfaat digunakan secara berkeadilan guna menjaga keberlanjutan, apalagi, kami menilai kinerja BPKH belum menunjukkan hasil yang optimal sehingga belum bisa menghasilkan nilai manfaat yang ideal," terang Zainut.
Lebih lanjut dikatakan jika pengelolaan BPKH tidak kunjung optimal serta komposisi Bipih dan nilai manfaat masih tidak proporsional, maka nilai manfaat akan terus tergerus dan tidak menutup kemungkinan akan habis pada tahun 2027.
Sehingga jemaah haji tahun 2028 harus membayar full 100%, padahal mereka juga berhak atas nilai manfaat dari simpanan setoran awalnya yang sudah lebih 10 tahun.
Dengan naiknya jumlah Bipih yang harus dibayar oleh jemaah haji, MUI meminta kepada Kemenag untuk lebih meningkatkan pelayanan dan perlindungannya kepada jemaah haji Indonesia.
*Ini agar mereka bisa melaksanakan ibadah haji dengan aman, nyaman dan menjadi haji yang mabrur," pungkas Zainut Tauhid Sa'adi. (esy/jpnn)
Redaktur : Djainab Natalia Saroh
Reporter : Mesyia Muhammad