Simak! Kasus-kasus Penistaan Agama dan Penyelesaiannya

Senin, 07 November 2016 – 06:59 WIB
Peserta Aksi Bela Islam II, 4 November 2016 di Jakarta. Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com - GUBERNUR nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dituding menistakan agama. Kasus penistaan agama sudah sering terjadi di tengah kemajemukan agama di Indonesia.

--------------------------------

BACA JUGA: Dua Aktor Penting di Balik Pasukan Asmaul Husna

SETIAP terjadi kasus penistaan agama, tidak pernah luput dari perhatian Kementerian Agama (Kemenag).

Tim peneliti dari Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kemenag turun ke lapangan untuk meneliti.

BACA JUGA: Pahlawan Nasional Tahun Ini Tambah Satu Lagi

Tujuannya bukan ikut mencampuri penanganan pidana, tetapi melakukan kajian mendalam.

Kepala Balitbang Kemenag Abdul Rahman Mas’ud menuturkan selama ini menjalankan riset kualitatif terhadap kasus-kasus penistaan agama.

BACA JUGA: Presiden Jokowi: Tidak Perlu Ada yang Dikhawatirkan

’’Jadi kalau bilang ada berapa angka kasus penistaan agama, belum ada rekapnya,’’ jelasnya. Tetapi untuk kajian kasus satu per satu, mereka memiliki hasil penelitian yang mendalam.

Banyak sekali kasus penistaan agama yang mereka teliti. Paling baru adalah kasus penistaan agama kelompok Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar).

Kemudian juga penistaan agama ’’berbaju’’ Syiah di Madura yang dimotori Tajul Muluk di Sampang, Madura.

’’Kami mengkaji setiap kasus penistaan agama itu berbasis Undang-Undang PNPS (Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama, red),’’ katanya.

Selain itu saat ini sedang dibahas rancangan undang-undang (RUU) tentang Perlindungan Umat Beragama (RUU PUB).

Abdul Rahman menuturkan tujuan utama RUU PUB itu melindungi umat beragama dari potensi penodaan agama (defamation of religion).

Dia menjelaskan Indonesia sebagai negara beragama, berbeda dengan negara-negara di Barat.

Menurutnya di Barat sudah banyak negara yang tidak lagi menggunakan aturan hukum untuk urusan keberagamaan. ’’Di Indonesia tidak bisa seperti itu,’’ tegasnya.

Dia menjelaskan setiap ada kasus penistaan agama, harus diproses hukum. Perkara hasilnya nanti seperti apa, yang penting ada proses penindakan hukum dahulu.

Sebab ada hukum yang mengatur soal penistaan agama. Dia menjelaskan pemerintah bisa disalahkan jika membiarkan penistaan agama.

Abdul Rahmad menuturkan dalam sejarah kasus penistaan agama di Indonesia, penyelesaiannya ada tiga macam.

Yakni hukuman pidana berupa kurungan penjara, mediasi, dan penyelesaian ketiga adalah dikeluarkannya surat keputusan bersama (SKB) Menteri Agama dan kementerian/lembaga terkait lainnya.

Peneliti Puslitbang Kehidupan Keagamaan Balitbang Kemenag Abdul Jamil Wahab menjelaskan lebih detail soal kasus-kasus penistaan agama.

Lebih dulu Jamil menceritakan kasus-kasus penistaan agama yang berujung pada putusan pengadilan atau pidana.

Yaitu pada kasus Tajul Muluk di Sampang (2012) dan Ahmad Musadeq dengan Qiyadah Islamiyah (2007).

Jamil menjelaskan pada kasus Tajul Muluk telah terjadi penistaan agama yang bisa dibuktikan.

Dia menegaskan bukan karena tuduhan Syiah-nya, tetapi pada ajarannya yang menyimpang dari kaidah Islam.

’’Kalau soal Syiah, di sejumlah daerah banyak orang Syiah yang menikah dengan orang Islam bukan Syiah. Tidak masalah,’’ paparnya.

Dari sejumlah penelusuran, banyak sekali ajaran Tajul Muluk yang menyimpang dari ajaran Islam. Diantaranya adalah salat hanya tiga waktu dalam sehari.

Selain itu juga banyak penyimpangan dalam rukun iman dan rukun Islam. Kemudian juga penyimpangan-penyimpangan lainnya.

Selanjutnya pada kasus Ahmad Musadeq dia jelas-jelas terbukti mengaku sebagai nabi.

Ujungnya dia dipenjara karena terbukti telah menistakan agama dan memiliki jamaah yang cukup banyak di kawasan Depok.

Setelah bebas dari penjara atas vonis penistaan agama ini, Musadeq kambuh lagi dengan membuat Gafatar.

Selain kasus penistaan yang berujung pidana, Jamil menjelaskan ada yang berakhir mediasi.

’’Bisa dimediasi karena pelakunya bisa mengklarifikasi dan menyatakan kembali ke jalan yang benar,’’ jelasnya.

Klarifikasi dan pengakuan kembali ke jalan yang benar itu, harus mendapatkan respon dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) pusat maupun daerah.

Kasus penistaan agama yang berakhir mediasi seperti yang dialami oleh Gus Jari warga Jombang, Jawa Timur.

Dia dikabarnya menyebarkan paham bahwa dialah nabi akhir zaman. Tetapi setelah didatangi oleh perwakilan MUI, Jari mengatakan tobat dan tidak bermaksud mengklaim dirinya sebagai nabi akhir zaman.

Kasus salat dua bahasa yang dipelopori Yusman Roy di Malang, Jawa Timur, juga sempat membuat heboh.

Tetapi kasus ini berujung mediasi setelah perwakilan MUI bertemu langsung dengan Roy.

Kemudian Roy bersedia mediasi dan mengatakan kembali ke jalan Islam yang benar.

Disinggung terkait tudingan penistaan agama yang dilakukan oleh Ahok, Jamil mengatakan bukan kapasitas Kemenag untuk memutuskannya.

Dia menjelaskan masyarakat sebaiknya menunggu proses hukum yang sudah berjalan saat ini.

’’Kata kunci penistaan agama itu adalah adanya unsur kesengajaan atau tidak. Sebab di KUHP bunyinya seperti itu,’’ jelasnya.

Pada kasus-kasus yang dia sebutkan tadi, unsur kesengajaannya terbukti ada.

Untuk menguji adanya unsur kesengajaan atau tidak, Jamil mengatakan ada tiga pendekatan.

Pertama adalah melihat hanya dari aspek kalimat yang telah diucapkan.

Melalui ilmu bahasa (linguistik) ucapan itu bisa dikaji kebenarannya secara gramatikal.

Kedua adalah mempelajari kalimat yang diucapkan dengan orang yang mengucapkannya. Apakah dalam ucapan yang dia sampaikan itu, sesuai dengan jati dirinya.

’’Sehingga perlu ada konfirmasi dari yang mengucapkannya,’’ jelasnya.

Dan yang ketiga adalah pendekatan wacana kritis. Pendekatan ini mengkaji lebih jauh penyebab seseorang mengucapkan sesuatu yang kemudian dinilai sebagai penistaan agama.

’’Mengapa kalimat itu diucapkan, sebaiknya juga harus ditelusuri,’’ paparnya.   

Jamil menyimpulkan jika dari ketiga pendekatan itu terjadi konsistensi kesimpulan yang sama, maka delik pidana bisa diputusakan.

Sebaliknya jika dari ketiga pendekatan itu tidak terjadi konsistensi, maka tuduhan penodaan agama terhadap seseorang tersebut sulit dipercayai.

Wakil Ketua Umum MUI Pusat Zinut Tahid Sa’adi berharap pemerintah tanggap terhadap upaya pencegahan penistaan agama.

Diantaranya adalah melakukan sosialisasi peraturan tentang kehidupan umat beragama.

Upaya lainnya adalah dengan memberdayakan forum komunikasi antar umat beragama, membangun dialog, dan silaturahmi.

’’Dalam RUU PUB perlu diatur hak, kewajiban, dan sanksi terkait penanganan penistaan agama,’’ jelasnya. Supaya penanganan penistaan agama tidak hanya merujuk pada KUHP dan UU PNPS saja. (wan)

Di antara kasus penistaan agama

Gafatar (2015-2016) : Muncul laporan keresahan organisasi Gafatar. Dituding menistakan agama dan makar karena ingin membentuk sebuah negara. Penanganan : Sejumlah petingginya diproses hukum dan keluar Surat Keputusan Bersama (SKB).

Ahmadiyah : Meresahkan karena dituding menistakan agama. Yakni terkait pengakuian nabi  atau rosul yang bernama Mirza Ghulam Ahmad. Penanganan : Keluar SKB yang berisi tidak boleh menyiarkan secara terbuka di tengah umum ajarab Ahmadiyah.

Tajul Muluk (2012) : Mengajarkan paham Syiah yang dinilai para ulama sebagai Syiah yang salah. Penanganan : Tajul Muluk secara individu divonis pidana karena mengajarkan alirannya.

Ahmad Musadeq (2007) : Mengakui sebagai nabi akhir zaman. Penanganan : Musadeq divonis penjara.

Kasus Gus Jari (2016) : Mengaku dirinya sebagai nabi akhir zaman. Penanganan : Mediasi dan Jari tidak terkena pidana.

Kasus Yusman Roy (2005) : Melakukan salat dengan dua bahasa (Arab dan Indonesia) : Mediasi dan Yusman menyampaikan permintaan maaf.

Kasus Jami’iyatul Islamiyah (2010-an) : Ajaran di Jambi dengan tokoh Alm. Buya Karim Jama’. Diantara ajarannya adalah berhaji cukup di Kerinci. Penanganan : Mediasi dan sudah tidak lagi mengajarkan ajaran lama kini jadi organisasi.

Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) : Ketika masih bernama Islam Jamaah, menganggap orang Islam selain mereka najis. Penanganan : Mediasi dan kini telah meninggalkan ajaran yang lama.

Sumber: Kemenag

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ladokgi TNI AL Fokus pada Tiga Pilar Utama


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler