Simulasi Pemilu 2019, Pemilih Butuh Waktu Hingga 17 Menit

Senin, 02 Oktober 2017 – 08:28 WIB
Kasubdit Fasilitasi Lembaga Pemerintah, Dedi Taryadi, SH, M.Si (kanan) menghadiri acara simulasi pemilu 2019 di Bogor, Sabtu lalu (30/9). Foto: ist for JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Bogor melakukan simulasi pemilu 2019, Sabtu lalu (30/9).

Dari simulasi bisa diketahui, pemungutan suara hingga penghitungan hasil di tempat pemungutan suara (TPS) tidak sampai melampaui tengah malam.

BACA JUGA: Soedarmo: Kualitas Pemilu Bagian Proses Penguatan Demokrasi

Kuncinya adalah pengurangan jumlah pemilih di tiap TPS dari 500 menjadi 300 orang.

Direktur Politik Dalam Negeri Ditjen Polpum Kemendagri Bahtiar menyampaikan, surat suara dalam simulasi ini memuat tiga pasangan calon capres-cawapres, calon anggota DPR RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dari 16 parpol. Selain itu, 22 calon anggota DPD RI.

BACA JUGA: Direktur Poldagri: Rencana Pembangunan Pusat-Daerah tak Nyambung

“Dalam simulasi ini terdapat lima bilik suara dengan ukuran variasi 60 cm-80 cm. Hal ini untuk mengetahui ukuran bilik suara yang nyaman digunakan pemilih,” ujar Bahtiar, yang mengirim Kasubdit Fasilitasi Lembaga Pemerintah Ditjen Polpum, Dedi Taryadi, SH, M.Si untuk hadir di acara simulasi tersebut

Dijelaskan juga, 5 kotak suara juga diberi warga berbeda sesuai dengan warga surat suara. “Ini untuk memudahkan pemilih memasukkan surat suara ke kotak suara yang benar,” terangnya.

BACA JUGA: Direktur Politik Dalam Negeri Minta Siapkan Aplikasi Data Base Parpol

Dari pengamatan yang dilakukan, sambung birokrat bergelar doktor itu, satu pemilih memerlukan waktu sekitar 12 menit hingga 17 menit, mulai dari saat pendaftaran di TPS hingga selesai.

Terpisah, Komisioner KPU Ilham Saputra menyatakan, simulasi kali ini digelar di Bogor karena jumlah penduduknya besar. Begitu juga wilayahnya yang cukup luas.

Simulasi di Desa Kadumangu, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor, itu sekaligus menguji jumlah ideal pemilih untuk satu TPS.

”Pada simulasi sebelumnya, jumlah pemilih 500 orang. Yang di Bogor dikurangi menjadi 300 orang,” ujarnya.

Menurut dia, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu memang menyebutkan bahwa jumlah pemilih di setiap TPS maksimal 500 orang. Angka itu sebenarnya mengacu pada pemilu sebelumnya. Namun, kala itu pemilihan tidak dilaksanakan serentak antara pemilu legislatif dan pemilu presiden.

KPU pun telah mencoba melakukan simulasi pemilu serentak dengan jumlah pemilih 500 orang. ”Pada simulasi di Banten, jumlah pemilih 500 orang. Proses penghitungan suara sampai melebihi pukul 00.00 atau berganti hari,” jelasnya. Itu terjadi lantaran jumlah surat suara yang harus dicoblos pemilih lebih banyak.

Problem tersebut menjadi sorotan Komisi II DPR saat rapat dengar pendapat dengan KPU. Komisi yang membidangi masalah pemerintahan itu meminta penghitungan suara tidak sampai berganti hari, karena tenaga petugas akan terkuras.

Salah satu cara untuk mempercepat penghitungan adalah mengurangi jumlah pemilih di TPS. Maka, dalam simulasi di Bogor, KPU hanya mengerahkan 300 orang.

Ilham menerangkan, dengan 300 pemilih per TPS, penghitungan bisa selesai sebelum pukul 00.00.

’’Penghitungan selesai di hari yang sama,” papar pria asal Aceh tersebut. Semua kotak suara bisa dihitung sampai tuntas.

Bawaslu juga mempunyai catatan dalam simulasi itu. Anggota Bawaslu Mochammad Afifuddin mengungkapkan, catatan pertama terkait proses pungut hitung.

Pihaknya merekomendasikan agar TPS baru bisa dibuka setelah pukul 07.00. ”Setelah semua penyelenggara sudah lengkap datang. Termasuk pengawas TPS,” paparnya.

Afifuddin juga mengusulkan agar panitia menyiapkan kursi untuk pengawas TPS. Tujuannya, mereka tidak mondar-mandir. Fasilitas itu sama dengan yang diberikan kepada para saksi.

Dia juga menyoroti fasilitas untuk pemilih berkebutuhan khusus. Menurut Afifuddin, TPS bisa dibuat agak luas sehingga penyandang disabilitas yang naik kursi roda bisa leluasa dan tidak berdesakan. Namun, hal itu bergantung kondisi wilayah masing-masing. Begitu juga untuk bilik suara. Jika terlalu sempit, mereka akan kesulitan untuk mencoblos

Komisi II juga memberikan evaluasi terhadap simulasi tersebut. Wakil Ketua Komisi II Fandi Utomo yang juga ikut dalam kegiatan itu menjelaskan, ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan KPU.

Salah satunya terkait C6 atau surat panggilan. KPU belum menyampaikan ancaman pidana bagi mereka yang menyalahgunakan C6.

”Apakah mereka menggunakan milik orang lain atau menjual C6. Itu perlu disampaikan kepada masyarakat,” papar politikus Partai Demokrat itu.

Fandi juga mengingatkan agar surat A5 atau surat keterangan pindah memilih juga perlu diperhatikan. Penggunaan surat pindah harus diatur dengan baik sehingga tidak mengganggu pemungutan.

”Tapi, secara keseluruhan, simulasi yang dilakukan KPU berjalan cukup baik,” tegasnya. (lum/c17/fat)

Catatan Hasil Simulasi Pemilu

-Jumlah pemilih 500 orang per TPS. Penghitungan suara melebihi tengah malam atau berganti hari.

-Paling ideal jumlah pemilih 300 orang. Penghitungan suara selesai sebelum tengah malam.

-Rata-rata ukuran TPS perlu diperluas agar pemilih difabel bisa lebih leluasa.

-TPS hanya boleh dibuka setelah pukul 07.00, setelah semua penyelenggara lengkap.

-Perlu sosialisasi ancaman pidana untuk penyalahgunaan formulir C6 (formulir panggilan untuk memilih).

BACA ARTIKEL LAINNYA... Direktur Poldagri: Metode Konversi Suara di Pemilu 2019 Lebih Adil


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler