Sindikat Tiongkok Manfaatkan Data Konsumen Provider Seluler dan Bank

Senin, 31 Juli 2017 – 05:41 WIB
Warga negara asing (WNA) asal Tiongkok yang digerebek di sebuah rumah di Pondok Indah, Jakarta Selatan, Sabtu (29/7). Foto: Fathan Sinaga

jpnn.com, JAKARTA - Terbongkarnya jaringan penipuan internasional asal Tiongkok menjadi warning untuk Indonesia.

Pasalnya, Bareskrim selain menemukan sindikat mampu melakukan cracking atau membobol sistem keamanan komputer, mereka juga memanfaatkan data-data konsumen provider seluler dan bank.

BACA JUGA: WN Tiongkok Jadi Penjahat di Indonesia, Dihukum Dahulu sebelum Dideportasi

Kondisi itu menuntun Bareskrim pada kesadaran bahwa regulasi data identitas perlu diperketat.

Kabareskrim Komjen Ari Dono Sukmanto menuturkan, berbagai cara ditempuh sindikat Tiongkok untuk bisa memuluskan aksi menipu tersebut.

BACA JUGA: Polri Ungkap WN Tiongkok Penjahat Siber, Imigrasi Tak Merasa Kecolongan

Mereka memanfaatkan ”big data” atau data dunia yang terlanjur berserakan. Data itu didapat dengan cracking atau memanfaatkan data yang sudah menyebar di internet.

Hal tersebut hanya masalah cara. ”Ini adalah tantangan bagi masyarakat dunia, tidak terkecuali Indonesia,” ungkapnya.

BACA JUGA: Konon Ini Penyebab WN Tingkok Penjahat Siber Pilih Beroperasi di Indonesia

Bagi Indonesia, kasus ini bisa menjadi pembelajaran. Pasalnya, kepemilikan data di Indonesia regulasinya masih lemah. Dapat dengan musah data identitas itu berpindah tangan.

Bisa digunakan untuk kepentingan iklan dan sebagainya. Bagi penjahat, data itu bsia digunakan untuk kepentingan melakukan kejahatan. ”Maka, otoritas yang berkepentingan dengan kepemilikan data ini harus segera bergerak,” jelasnya.

Ada banyak lembaga yang membuat data identitas konsumennya menyebar dengan mudah, diantaranya provider selular, bank dan perusahaan leasing.

Data konsumen atau nasabah itu dimanfaatkan bukan hanya untuk lembaga tersebut. ”Ini masalahnya,” ujarnya.

Maka, kementerian dan lembaga yang berkepentingan dengan data identitas ini harus memperketat regulasi penyimpanan data.

”Untuk provider selular, setiap kartu itu dipersyaratkan mengisi identitas. Seharusnya, data itu tidak boleh kemana-mana,” tuturnya.

Dia menuturkan, perlu ada solusi secepatnya yang dirancang. Apapun bentuk solusinya, tentu merupakan domain dari kementerian dan lembaga yang berkepentingan.

Namun, salah satunya, bisa pada larangan mengumbar identitas konsumen atau bisa juga SIM Card telepon hanya satu.

”Untuk pelaku kejahatan bila menipu menggunakan handphone bisa langsung ketahuan,” ujarnya.

Selain itu kasus phone fraud warga Tiongkok di Indonesia ini membuktikan bahwa perlu langkah percepatan mengantisipasi kejahatan lintas negara yang memanfaatkan teknologi informasi.

Sindikat penipuan Tiongkok ini beroperasi di Indonesia dengan harapan menghindari hukum di Tiongkok. ”Kejahatan tidak lagi mengenal batas negara,” ujarnya.

Kenekatan sindikat Tiongkok dengan beroperasi di Indonesia membuktikan bahwa penipuan tersebut menghasilkan keuntungan yang tidak sedikit. Mereka mau untuk mengeluarkan modal besar dengan berpindah ke Indonesia. ”Masalahnya, hal semacam ini bisa dicontoh penjahat di Indonesia,” tuturnya.

Walau begitu, Ari melihat sebenarnya di media sosial sudah banyak tersebar berbagai perlawanan masyarakat atas upaya penipuan tersebut.

Misalnya, penipu malah diulur waktunya dan tidak dihiraukan. Malah ada yang mengerjai balik. ”Mungkin masyarakat negara lain harus belajar dari masyarakat Indonesia dalam menghadapi kejahatan semacam ini,” ungkapnya.

Tidak hanya itu, ada kemungkinan bila sindikat Tiongkok ini beroperasi di Indonesia karena regulasi soal kejahatan transnational crime masih memiliki celah.

Bahkan, negara kurang up to date terkait regulasi tersebut. ”Hal semacam ini tidak bisa dianggap remeh,” tegasnya.

Wakapolri Komjen Syafruddin menuturkan penggerebekan sindikat kejahatan siber itu memang masih belum tuntas.

Dia menyebut pengungkapan yang ada di Jakarta dan Surabaya itu baru setengah dari keseluruhan sindikat tersebut.

”Sedang dikembangkan masih separo. Polri intensif untuk mengungkap itu,” ujar Syafruddin usai pencanangan tahun keselamatan berlalu lintas di Bundaran Hotel Indonesia, kemarin (30/7). Sebab, ada korban dari Indonesia maupun dari negara asal para pelaku kejahatan siber itu.

Dia menuturkan para pelaku itu dipastikan masuk ke Indonesia menggunakan jalur resmi dengan menggunakan paspor. Tapi, paspor orang-orang tersebut diambil oleh orang-orang yang menjadi broker.

”Seperti tenaga kerja kita yang ilegal keluar juga pakai paspor. dikoordinir oleh brokernya dia tidak bawa paspor. itu yang mau kita ungkap,” tegas dia. (idr/jun/tyo)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Sindikat Penipuan Tiongkok Sikat Rp 600 Miliar dalam Setahun


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
penipuan   Tiongkok  

Terpopuler