Sistem Penganggaran Pilkada Rawan Penyimpangan

Rabu, 15 April 2015 – 00:22 WIB

jpnn.com - JAKARTA – Hasil riset Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas Fitra) menunjukkan ruang fiskal APBD di sejumlah daerah yang akan melaksanakan pemilihan kepala daerah (Pilkada) sangat terbatas. Sebab, rata-rata masih tergantung dana perimbangan dari pusat.

“Sebagian daerah rata-rata tergantung dana perimbangan dari pusat, 70 persen dari total APBD. Kalau kita lihat ruang fiskal ini, maka praktis cukup kecil,” ujar Sekretaris Nasional Fitra, Yeni, Selasa (14/4).

BACA JUGA: Empat Balon Cagub Kalsel Berebut Perahu Gerindra

Menurutnya, dengan 70 persen dana APBD masih dari pusat, maka hal itu memunculkan kerawanan. Sebab, dengan sistem anggaran pilkada yang masih didanai dari APBD maka sangat riskan menjadi celah permainan elit politik lokal.

Yeni pun memerlihatkan anggaran yang dialokasikan pemda ke KPUD untuk pelaksanaan pilkada satu putaran di kabupaten/kota yang rata-rata mencapai Rp 5 miliar - Rp 28 miliar. Besarannya dipengaruhi jumlah penduduk dan letak geografis.

BACA JUGA: DPR Anggarkan Rp 2,3 M untuk Pewangi Ruangan dan Tisu Toilet

Sementara untuk pelaksanaan pilkada di tingkat provinsi mencapai Rp 60 miliar - Rp 70 miliar. “Kalau melihat jumlah ini, maka bagi daerah yang memiliki kemampuan fiskal terbatas, pilkada menjadi beban. Karena menguras sumber-sumber pembiayaan lain, dari sumber biaya pelayanan publik,” ujarnya.

Yeni mengatakan, dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota, memang disebutkan bahwa pilkada dibiayai APBD dan dibantu APBN. Namun, kenyataannya justru sampai saat ini tidak sedikitpun dana dari APBN dikucurkan untuk pelaksanaan pilkada.

BACA JUGA: Desak Pemerintah Undurkan Pilkada ke 2016

“Jadi otomatis penyelenggaraan pilkada murni dari APBD. Aktor kunci pembahasan anggaran itu kan kepala daerah, sekretaris daerah, DPRD dan KPU daerah. Biasanya KPU daerah sering tersandera karena tergantung kepala daerah yang jadi calon incumbent. Kenapa mata anggaran KPU daerah sering tersandera. Pengaruh incumbent ini menjadi kuat bagi partai mayoritas di DPRD,” ujarnya.

Persoalan lain, kata Yeni, Fitra juga menemukan kenyataan tahapan pilkada tidak selaras dengan mekanisme penganggaran. Terutama 68 daerah tambahan yang baru ditetapkan setelah daerah menetapkan APBD.

“Konsekuensi dari persoalan ini, Pemda dan KPUD harus menanggung biaya pelakssanaan atau menunda pelaksanaan pilkada. Jika April atau Mei tidak segera dilaksanakan APBD perubahan, maka tidak mungkin dilakukan pilkada 2015. Karena itu Fitra sepakat pilkada sebaiknya diundur Juli 2016,” katanya.(gir/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Golkar Kubu Agung Minta Pimpinan dan Sekjen DPR Tak Akui Fraksi Liar


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler