jpnn.com - TERNYATA menerapkan sistem smart city di Jakarta memang tak mudah. Meski sudah diluncurkan sejak Desember tahun lalu, aplikasi berbasis Android progresnya berjalan lambat. Berdasarkan data, di antara 100 laporan warga per hari terkait dengan masalah pelayanan publik, yang direspons aparatur hanya 10 persen.
Ada dua kendala yang dihadapi para camat dan lurah di seluruh wilayah DKI. Pertama, pemahaman sumber daya manusia (SDM) di bawahnya terhadap teknologi masih rendah. Kedua, aparatur di lapangan tidak mampu membeli gadgetAndroid karena tunjangan kinerja daerah (TKD) belum naik.
BACA JUGA: TNI Sukses Jinakkan Bom di TMII
Menurut Kepala Unit Pengelola Teknis (UPT) Jakarta Smart City Alberto Ali, secara eksternal, sejatinya warga DKI yang notabene cerdas dan updateteknologi cukup terbantu dengan smart city. Mereka merespons layanan tersebut dengan aktif memberikan laporan tentang masalah publik di lingkungannya kepada pemerintah. Misalnya, melapor soal tumpukan sampah tidak terangkut dan banjir melalui media sosial Twitter, Qlue,atauWaze.Namun, hasil akhirnya, hanya 10 persen pengaduan yang bisa ditindaklanjuti pemerintah. ”Mayoritas laporan setiap hari adalah masalah sampah yang menumpuk,” terang dia Jumat (7/2).
Alberto menjelaskan, minimnya respons dipengaruhi beberapa faktor. Di antaranya, camat atau lurah yang menerima laporan melalui aplikasi Cropsebatas meneruskan ke anak buah. Padahal, aparatur di bawahnya masih buta teknologi. ”Mayoritas petugas dinas perhubungan (dishub) dan satpol PP belummen-download aplikasi (Crop, Red),”ujarnya.
BACA JUGA: Pemkot Bekasi Ancam Minimarket
Meski demikian, tambah Alberto, secara kelembagaan, dishub dan satpol PP sudah melakukan tindakan riil untuk merespons pengaduan itu. Tetapi, kendalanya berada di internal aparatur. ”Belum semua anggota dishub dan satpol PP pakai Android,”tutur Alberto.
Menurut dia, kondisi tersebut seperti efek domino. Petugas sulit membeli gadget berbasis Android karena penghasilannya belum mencukupi. Sebab, sampai saat ini TKDpegawai negeri sipil (PNS) DKI belum naik seperti yang dijanjikan Gubernur Basuki T. Purnama (Ahok).”Kalaumau beli handphone(HP) baru, mereka harus berinvestasi sendiri karena pemprov enggak menyediakan,”ucapnya sedikit berkelakar.
BACA JUGA: Ada Salam Tempel di Pot Bunga, yang Ini Lewat Tukang Ojek
Terkait dengan pemahaman teknologi, sambung Alberto, pihaknya mengklaim telah melakukan bimbingan teknis dan sosialisasi kepada para pejabat.”Bimbingan teknis itu mengupas bagaimana menggunakan aplikasi-aplikasi tersebut,” jelas dia.
Guna menunjang penerapan smart city, UPT juga akan memasang 4.000closed-circuit television(CCTV) di seluruh ibukota. Tujuannya, kondisi setiap sudut kota bisa dipantau 24 jam. Alberto berjanji penerapan sistem itu maksimal padaJuni 2015. Saat ini pihaknya menyamakan persepsi dengan seluruh satuan kerja perangkat daerah (SKPD) agar serentak menggunakan aplikasi tersebut.
Di sisi lain,Alberto juga sedang merapikan program dan membereskanaplikasiyang seringerror.”Kalau sudah nggak ada lagi yang error,baru kami sosialisasi,”janjinya.
Sebelumnya, Ahokmemiliki harapan besar dengan program pengaduan tersebut. Melalui smart city, semua masalah di masyarakat segera teratasi. Misalnya, kemacetan, kriminalitas, dan bencana alam. Bahkan, pemprov telah menggelontorkan uang miliaran rupiah untuk menerapkan teknologi itu. ”Murah, kami cuma habis Rp3 miliar untuk beli Google Enterprise,” ucap Ahok.(del/co1/ilo)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Terminal Cibinong Kok Dibiarkan Rusak
Redaktur : Tim Redaksi